1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mahkamah Internasional Kaji Kemerdekaan Kosovo

16 April 2009

Oktober 2008, Majelis Umum PBB menyetujui usulan Serbia agar Mahkamah Internasional di Den Haag mengkaji deklarasi kemerdekaan Kosovo. Jumat (17/04), pemerintah di Beograd dan Pristina menyampaikan argumentasinya.

https://p.dw.com/p/HYOj
Pasukan KFOR dari Belgia.
Pasukan penjaga perdamaian KFOR berpatroli di Mitrovica, Kosovo.Foto: AP

Mahkamah Internasional di Den Haag semestinya menjawab apakah deklarasi kemerdekaan Kosovo sesuai dengan hukum internasional. Pertanyaan itu sangat aneh, demikian menurut Christian Tomuschat, profesor ilmu hukum internasional Universitas Humboldt di Berlin. Menurut Tomuschat setiap kelompok masyarakat dalam suatu negara dapat mendeklarasikan kemerdekaan mereka. Pertanyaannya seharusnya lebih pada apakah negara-negara lain yang mengakui kemerdekaan itu, bertindak sejalan dengan hukum internasional.

"Menurut saya, deklarasi kemerdekaan Kosovo sudah sesuai dengan ketentuan hukum internasional, tapi masih terdapat perdebatan sengit mengenainya. Akan banyak negara yang menilai, itu berarti menyerang kedaulatan Republik Serbia, karena Serbia adalah negara merdeka dan berdaulat,“ kata Profesor Tomuschat.

Setelah gagalnya upaya Dewan Keamanan PBB dalam menemukan penyelesaian sengketa Kosovo dan Serbia mengenai status Kosovo, pemerintah di Pristina secara sepihak mengumumkan kemerdekaan Kosovo pada tanggal 17 Februari 2008. Negara baru Kosovo sudah diakui oleh 57 negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan 22 dari 27 negara Uni Eropa. Di lain pihak, pemerintah Serbia masih menganggap Kosovo sebagai bagian negaranya. Awal Oktober tahun lalu, dengan mayoritas tipis Dewan Keamanan PBB menyetujui usulan Serbia agar Mahkamah Internasional mengkaji deklarasi kemerdekaan Kosovo.

Menteri Luar Negeri Serbia Vuk Jeremic mengungkapkan alasan usulan negaranya, "Prosedur yang tidak konfrontatif ini mengemban prinsip tinggi dan sah. Prosedur ini akan meredakan situasi di wilayah dan memudahkan upaya rekonsiliasi kami. Serbia yakin bahwa dengan mengajukan pertanyaan ini kepada Mahkamah Internasional, akan menutup kemungkinan, di wilayah krisis lainnya Kosovo dijadikan contoh bagi mereka yang berambisi untuk memberontak.“

Meski pun demikian Profesor Tomuschat, sejumlah pengamat dan politisi berpendapat bahwa kasus Kosovo tidak akan ditiru di wilayah lain. Namun, Abkhazia dan Ossetia Selatan sudah mengambil Kosovo sebagai contohnya serta mengumumkan kemerdekaan mereka dari Georgia, dan itu diakui Rusia.

Berlawanan dengan sambutan gembira dari Serbia, keputusan Majelis Umum PBB mengenai usulan Beograd disambut tidak puas di Kosovo. Pemerintah di Pristina menekankan ide ini hanya punya satu tujuan, yaitu mencegah pengakuan lebih lanjut Kosovo sebagai negara berdaulat. Perdana Menteri Hashim Thaci menyebut keputusan Majelis Umum PBB sebagai prakarsa buruk.

“Dengan begitu, Beograd mengambil alih beban menuju Uni Eropa. Itu merupakan ide buruk bagi Kosovo, tapi juga bagi Beograd, karena dapat menjadi bumerang,“ ujar Thaci.

Jumat ini (17/04), berakhirlah tenggat waktu bagi anggota PBB dalam menentukan sikap terhadap legitimasi deklarasi kemerdekaan Kosovo. Hingga tanggal 17 Juli mendatang, setiap negara punya waktu untuk mengeluarkan pendapat mengenai Kosovo. Media di Kosovo melaporkan, banyak negara barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Prancis mendukung Kosovo. Sementara Serbia mendapat dukungan dari Rusia, Cina, Spanyol, Rumania dan beberapa negara kecil lainnya.

Jumat ini (17/04) juga, Serbia dan Kosovo menyerahkan argumentasi tertulis mereka. Walau pun mereka tidak membeberkan isi penjelasan itu di sidang pertama Mahkamah Internasional, sudah jelas bahwa Pristina menyatakan keinginan mayoritasnya dan melaporkan kekerasan Serbia terhadap warga Albania. Sementara Serbia tetap menganggap Kosovo sebagai bagian dari negaranya, seperti yang tercantum dalam konstitusi Serbia dan Resolusi PBB nomor 1244.

Penilaian Mahkamah Internasional mengenai Kosovo tidak mengikat namun memiliki nilai otoritas tinggi dan tidak dengan mudah dapat diabaikan. Menurut Profesor Tomuschat dari Universitas Humboldt di Berlin, terdapat kekhawatiran bahwa Majelis Umum PBB tidak mampu menjawab pertanyaan apakah deklarasi kemerdekaan Kosovo sesuai dengan hukum internasional. Itu berarti, akan memperpanjang sengketa.

Bahri Cani/Luky Setyarini

Editor: Dyan Kostermans