1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Lima Dekade Mariana Kwa Promosikan Hubungan Indonesia-Jerman

1 Oktober 2022

Lima puluh tahun lebih hidup di Jerman, dihabiskan Mariana Kwa mantan redaktur pelaksana DW Indonesia 1995-2005 untuk mempromosikan hubungan Indonesia -Jerman.

https://p.dw.com/p/4HcPa
Mariana Kwa
Mariana KwaFoto: Privat

Mariana Kwa, Redaktur Pelaksana DW Indonesia dari tahun 1995 sampai 2005 menjadi saksi perjuangan redaksi DW Indonesia dalam menancapkan kakinya di Jerman. Pada hari ulang tahun DW Indonesia, ia menceritakan DW Indonesia didirikan pada masa perang dingin sedang memuncak di Eropa dan Jerman juga masih terbagi dua, Jerman Barat dan Jerman Timur."Pada saat itu, Jerman Timur pun di Indonesia berusaha memperbesar pengaruhnya di Indonesia. Karena itu, Jerman Barat mengimbangi dengan juga mengadakan siaran dalam Bahasa Indonesia ke Indonesia. "

Ia menceritakan, ketika siaran bahasa Indonesia DW untuk pertama kalinya mengudara pada 30 September 1963, Indonesia sedang dalam konfrontasi dengan Malaysia. Presiden Sukarno ketika itu menentang dengan gigih pembentukan Federasi Malaysia lewat pidato bersejarahnya yang bersemboyan Ganyang Malaysia. Baru pada 1966 ketika Suharto mengambilalih pemerintahan, konfrontasi dengan Malaysia berakhir.

Perubahan media

Hampir atau lebih dari 30 tahun bergabung dengan Deutsche Welle ia mengalami perubahan dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dari media yang analog, yang semua masih manual, sampai ke media digital. "Itu yang saya merasa beruntung juga dapat mengalami perkembangan ini," tuturnya.

Tentu sepanjang 30 tahun bekerja di DW ia juga punya pengalaman yang tak terlupakan."Kita waktu itu masih ada siaran langsung, jadi dua kali sehari selama 60 menit, kita harus ke studio dan siaran itu dimulai. Kadang kala, ada yang lupa jam atau datang terlambat. Itu pernah terjadi, bahkan kita lari-lari ke studio, akhirnya kehilangan napas, bicaranya terengah-engah. Dan itu pernah, saya sendiri juga mengalami. Tidak tahu bagaimana, lupa jam siarannya. Tiba-tiba ingat, kita lari ke studio. Waktu itu, studionya tidak di satu tempat ya, kita harus ke tempat lain. Bahkan pada awal-awal itu, gedungnya saja berbeda. Jadi bisa dibayangkan, bagaimana kalau kita lari-lari, tiba-tiba sampai di studio, mikrofon dibuka, kita harus tarik napas dulu, ya.” Bahkan hingga kini ia sering bermimpi tentang hal tersebut, "Dan saya sampai selalu mimpi, bahwa saya terlambat datang di studio dan tidak bisa mencari, studionya tidak ketemu, begitu. Saking terbawa selalu pengalaman ini." 

Sejak muda Mariana aktif membangun hubungan Jerman-Indonesia. Semenjak pensiun dari Deutsche Welle, Mariana makin aktif di Deutsch-Indonesische Gesellschaft (DIG) atau perkumpulan masyarakat Indonesia-Jerman. "DIG atau Deutsch-Indonesische Gesellschaft di Köln, tahun ini sudah 72 tahun usianya. Jadi hampir sama, lebih tua bahkan dengan Deutsche Welle. DIG dan Deutsche Welle siaran Indonesia ini pada intinya sama, yaitu memberikan informasi bilateral Jerman-Indonesia," ungkap Mariana.

Yang berbeda dari apa yang dikerjakan Mariana sebelumnya ketika masih bekerja di DW adalah saat masih bekerja di DW, publiknya terutama di Indonesia sementara di DIG publiknya adalah Jerman. "Jadi, kami di DIG juga mempunyai majalah atau ‘Magazin' kita, yang memuat segala artikel tentang Indonesia dari segala segi kehidupan, baik politik, sejarah, kebudayaan, sosial, olahraga dan segalanya. Itu semua tentang hubungan Jerman-Indonesia. Jadi, semua ada kaitannya dengan Indonesia dan Jerman."

Acara Pasar Senggol yang menampilkan budaya dan diskusi tentang Indonesia menjadi salah satu kegiatan DIG yang hampir dilakukan setiap tahun guna mempromosikan Indonesia di masyarakat Jerman. Jesikka Mohn adalah salah satu yang rutin datang ke acara ini.” Saya suka karena jadi bisa tahu bahwa Indonesia punya begitu banyak ragam budaya. Saya sebelumnya sulit membayangkan sebuah negara dengan 17 ribu pulau. Di acara ini saya juga senang makan masakan Indonesia, terutama ikan bakar dan sate padang,” ujarnya.

"Jadi kalau saya pikir, selama saya di sini sudah hampir 50 tahun bermukim dan hidup di Jerman, pekerjaan saya dan kegiatan saya masih tetap ada kaitannya dengan Indonesia," pungkas Mariana.