1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lawatan Obama ke Turki

6 April 2009

Presiden Amerika Serikat Barack Obama memuji peran Turki sebagai penengah dengan dunia Islam. Selain menekankan dukungannya bagi keanggotaan Turki di Uni Eropa, Obama juga menawarkan AS sebagai mediator dengan Armenia.

https://p.dw.com/p/HRUA
Obama di TurkiFoto: picture-alliance/ dpa

Ketika Presiden Amerika Serikat Barack Obama menjejakkan kaki di Ankara hari Senin (6/4), bara telah lebih dulu membakar atmosfer di ibukota Turki. Puluhan ribu warga turun ke jalan pada akhir pekan lalu untuk menentang kunjungan Obama di Ankara. “Go home Obama,” tulis para demonstran pada spanduk yang terbentang lebar, “Kami tidak menginginkanmu di sini.” Ribuan petugas keamanan pun terpaksa diturunkan, untuk mengiringi kunjungan orang paling berkuasa di AS itu.

Sehari sebelum kunjungannya ke Ankara, Obama pada pertemuan puncak Uni-Eropa dan Amerika Serikat di Praha, Republik Ceko mengimbau negara-negara anggota Uni Eropa agar menerima Turki sebagai anggota. Menurutnya, keanggotaan Turki akan menjadi sinyal positif bagi dunia Islam.

Tapi dukungan terbuka itu tampaknya belum cukup bagi sebagian warga Turki. Mereka menuntut Amerika berhenti menjadikan Turki sebagai pangkalan untuk memasok perlengkapan perang ke Irak.

Selain itu masih ada satu tema lagi yang menggores luka lama dalam hubungan diplomatik antara kedua negara, yaitu Armenia dan Turki. Dalam kunjungannya ke Turki, Obama mengatakan:

“Apa yang paling membuat saya bersemangat adalah bahwa di bawah kepresidenan Abdullah Gül tercipta serangkaian perundingan, sebuah proses antara Armenia dan Turki untuk menyelesaikan semua isu yang telah berlangsung lama, termasuk kasus ini. Saya menginginkan agar hal ini mendorong proses negosiasi yang semakin maju dan dapat berhasil secepatnya, sesegera mungkin.”

Hubungan antara Turki dan Armenia sampai saat ini terbebani oleh sejarah pembunuhan terhadap jutaan warga Armenia di Anatolia antara tahun 1915 hingga 1916. Turki menolak menyebut insiden berdarah itu sebagai sebuah pembantaian. Dan Obama telah berulangkali berjanji akan menjadi Presiden AS pertama yang menyebut tragedi di Anatolia sebagai sebuah genosida.

Tapi itu bukan satu-satunya masalah yang membebani hubungan kedua negara. Ketika Armenia tahun 1991, setelah runtuhnya Uni Sovyet merayakan kemerdekaannya, Turki segera membuka kembali hubungan diplomatik dengan negara di Asia barat itu.

Dua tahun berselang Armenia mengirimkan tentaranya memasuki enklave Nagornyi-Karabach yang termasuk ke wilayah Azerbaidjan. Turki bereaksi dengan menutup pintu perbatasan dan memutuskan hubungan diplomatik dengan negara tetangganya itu.

Turki tak diragukan lagi merupakan sekutu terpenting Amerika di dunia Islam. Peran sebagai penengah antara dunia barat dan masyarakat Timur Tengah sampai saat ini dapat dimainkan Turki dengan baik. Namun konflik dengan Armenia mempersulit penerimaan Turki di dunia barat. Maka Obama pun menawarkan Amerika Serikat sebagai mediator antara dua negara yang bertikai itu. (AP/spiegel/reuters/AFP)

Christa Saloh