1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Larangan Jilbab Universitas Turki Akan Dicabut?

20 September 2007

Pergulatan politik Turki memasuki babak baru; kontroversi larangan jilbab di universitas. Erdogan cuma main politik?

https://p.dw.com/p/CIqI
Foto: AP

Sesudah terkuras energi dalam tarik ulur pemilihan presiden tempo hari, Perdana Menteri Racip Teyyep Erdogan melontarkan pemicu baru. Yakni keinginan untuk menghapus larangan berjilbab di universitas. Kepada wartawan, Racip Teyyep Erdogan mengatakan:

"Sampai sekarang masalah ini terus menerus dibahas. Dan kita bicara tentang kebebasan. Apa sesungguhnya arti kebebasan? Mereka bilang, jilbab itu simbol politik. Tapi itu keliru. Sebab kalau itu adalah simbol politik, maka jilbab hanya akan dikenakan oleh orang-orang dari satu partai saja. "

Kontan reaksi keras bermunculan. Onur Oymen, Wakil Ketua Partai Republikan Turki, kelompok oposisi utama yang berhaluan sekuler menolak dengan tegas:

"Mengenai perkara jilbab ini, sudah aada keputusan Mahkamah Agung Turki, juga keputusan Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa. Bagi kami persoalannya sudah selesai. Karenanya, niat mengubah konstitusi dengan mengabaikan keputusan kedua mahkamah itu sangat bertentangan dengan asas demokrasi. Jelas kami menentang gagasan Perdana Menteri".

Dikatakan perdana menteri, hak untuk mendapat pendidikan tinggi tak boleh dibatasi berdasarkan cara berbusana seorang perempuan. Namun Onur Oymen, politikus senior partai yang didirikan pahlawan Turki, Kemal Ataturk itu menepis:

"Bagaimana bisa mengatakan begitu. Kenyataannya, selama puluhan tahun, ratusan ribu perempuan belajar di universitas. Yang sebenarnya mereka mau adalah memaksakan cara hidup mereka, mengkampanyekan gaya hidup masyarakat Islam ortodoks ke Universitas. Mereka hendak mengislamkan masyarakat Turki dengan jilbab sebagai salah satu alatnya. Dan kami tak mau menjadikan Universitas sebagai gelanggang untuk propaganda agama".

Dalih lain dari Erdogan adalah di negara demokrasi lain tak ada larangan pemakaian jilbab di Universitas. Dan Onur Oymen menukas, masalahnya tak ada bahaya Islamisasi di negara Barat.

Kecaman juga dilontarkan Vahit Bicak, yang selama bertahun-tahun menjadi penasihat presiden Abdullah Gul. Menurut Vahit Bicak, Racip Teyyep Erdogan cuma memperlakukan jilbab sebagai isu politik belaka.

"Jika Erdogan sungguh-sungguh mengenai hal ini, tentu ia akan memunculkannya dulu, saat dibahas oleh Mahkamah HAM Eropa. Saat itu Erdogan sedang berkuasa, dan ia justru waktu itu pemerintahnya memberi pernyataan kepada Mahkamah HAM Eropa bahwa pemakaian jilbab di Universitas bertentangan dengan prinsip sekularisme Turki. Jadi dulu ia mengatakan begitu, di Mahkamah Eropa, sekarang mengatakan begini untuk konsumsi domestik. Jelas ia sedang melakukan suatu permainan politik."

Menurut Vahit Bicak, bukan sekali dua kali Erdogan melakukan manuver politik yang berbahaya untuk keuntungan politiknya. Disebutnya, perubahan konstitusi yang dilakukan Erdogan kali ini sama sekali tidak melibatkan kalangan lain, seperti para akademisi dan masyarakat sipil. Karenanya, hasilnya hanya akan merupakan suatu rancangan konsitusi partainya sendiri.

Ditambahkan oleh Onur Oymen Wakil ketua Partai Republikan yang juga diplomat senior Turki:

"Jangan sampai karena menduiduki mayoritas di parlemen, mereka lalu hendak mengubah total sistem kenegaraan Turki. Mereka memang menang Pemilu, namun mereka harus menghormati sistem politik dan nilai-nilai Republik Turki. Dan nilai-nilai ini sudah mengakar kuat di masyarakat Turki. Dan tak sepatutnya ada pihak yang mencoba mengubah nilai-nilai masyarakat kami".