1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan SIPRI tentang Bisnis Senjata Dunia

DK/AR/dpa/AFP16 Maret 2010

Pusat Kajian Perdamaian di Stockholm SIPRI dalam laporan tahunannya menulis, Jerman melipatgandakan ekspor senjatanya dalam lima tahun terakhir. Dilaporkan SIPRI penjualan senjata Jerman di dunia meningkat 11 persen.

https://p.dw.com/p/MURM
Simbol perdagangan senjata duniaFoto: DW/AP

Laporan Pusat Kajian Perdamaian Stockholm SIPRI tentang bisnis persenjataan dunia menjadi sorotan harian Luksemburg "Luxemburger Wort"

„Di masa krisis keuangan tampaknya sinis bahwa justru industri persenjataan tidak mengalami penurunan. Kenaikan bisnis persenjataan dunia selama lima tahun terakhir yang dicatat pusat kajian perdamaian Stockholm, SIPRI mencapai 22 persen. Itu untuk kebanyakan orang hal yang sulit dicapai. Seluruh sektor ekonomi mengeluh merosotnya penjualan dan kurangnya pemesanan. Tuduhan dari Kopenhagen masih terngiang: Perekonomian kita harus ditangani untuk jangka panjang. Iklim dunia berada di ambang kehancuran. Demi kepentingan lingkungan kita sebaiknya mengubah pola kehidupan secara drastis. Yang jauh lebih dramatis adalah sekitar satu milyar penduduk tetap mengalami kelaparan."

Menurut laporan SIPRI Jerman merupakan negara ketiga terbesar dalam industri persenjataan. Menanggapi laporan tersebut harian Jerman Westdeutsche Zeitung menulis

"Tentu saja dunia tanpa bom dan granat adalah sasaran yang ingin dicapai. Namun selama negara-negara kuat ingin memperbudak negara-negara lemah, selama pesawat menerbangi menara-menara, selama teroris yang berpandangan lain ingin membom habis-habisan, selama ada pasar penjualan senjata, tujuan itu tidak akan tercapai. Dan jika senjata ini tidak datang dari Jerman, maka dari Rusia, Cina, Amerika Serikat atau paling buruk dari negara-negara yang tidak mengenal peraturan. Untungnya kebanyakan panser, kapal pengangkut pesawat dan jet tempur dibeli dengan tujuan melindungi diri dari serangan. Pasukan militer yang dipersenjatai dengan baik bertugas melindungi negara dari serangan. Sampai berakhirnya blok Timur dan waktu-waktu sesudahnya, Eropa berhasil menjamin fase perdamaian yang terpanjang selama ini."

Kelompok Taliban mengaku bertanggung jawab atas rangkaian serangan bom di kota Kandahar yang menewaskan 35 orang, hari Minggu lalu. Serangan itu merupakan peringatan kepada panglima militer NATO di Afghanistan, Jenderal Stanley McChrystal. Demikian disebutkan Taliban dalam situs internetnya. Komentar harian Denmark Information tentang rangkaian baru serangan Taliban, yang menelan korban warga sipil di Afghanistan

„Orang dapat bertanya di mana letak kemarahan warga Afghanistan, jika Taliban kembali membunuh warga sipil yang tidak berdaya. Karena kemarahan ini tampak amat jelas, jika NATO, Amerika Serikat atau pemerintah Afghanistan menyebabkan kerugian warga sipil. Mungkin penyebabnya terletak pada kurangnya alternatif untuk bertahan hidup. Mungkin orang-orang tidak berani mengatakan yang lain, jika petugas dari salah satu badan jajak pendapat mengunjungi mereka. Petani Afghanistanlah yang digantung di lokasi pasar, jika ia salah memilih. Orang harus berpikir lebih jauh, bagaimana kita sendiri akan memilih.“