1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Langkah Ambisius Kota-kota di Eropa untuk Lindungi Iklim

Holly Young
13 September 2024

Lebih dari 100 kota di Eropa punya target iklim ambisius pada 2030. Mulai dari menggratiskan transportasi lokal, menutup pembangkit listrik tenaga batu bara, dan mengganti aspal dengan pohon.

https://p.dw.com/p/4kZx8
Tram di Helsinki, Finlandia
Helsinki perluas jaringan transportasi umum untuk kurangi emisi gas rumah kacaFoto: Markku Ulander/IMAGO/Lehtikuva

Wilayah perkotaan adalah pendorong utama perubahan iklim. Perkotaan mengonsumsi lebih dari dua pertiga energi di seluruh dunia dan menghasilkan sekitar 70 persen gas rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim akibat ulah manusia.

Pada saat yang sama, semakin banyak penduduk kota menderita akibat pemanasan global. Kota menjadi sangat panas saking banyaknya beton dan batu, ini disebut "efek pulau panas".

Pada tahun 2050, populasi perkotaan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat. Dampak iklim perkotaan dapat berlipat ganda. Hal inilah yang menyebabkan semakin banyak kota yang mengandalkan ide-ide baru untuk proyek konstruksi, pasokan energi dan transportasi.

Inisiatif iklim di 112 kota Eropa

Sebagai bagian dari inisiatif Uni Eropa (UE), sedikitnya 112 kota ikut ambil bagian dalam tantangan ini: 100 kota di Uni Eropa dan 12 kota di negara seperti Inggris dan Turki.

Pada tahun 2030, mereka ingin mengurangi konsumsi energi fosil secara drastis, memastikan emisi yang dihasilkan dapat diserap oleh alam atau diimbangi dengan teknologi penangkapan karbon. Sasarannya yakni mencapai emisi nol bersih pada tahun 2030. Untuk ini, kota-kota tersebut menerima dukungan dari UE.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Menurut perhitungan para peneliti, sebagian besar negara di dunia diperkirakan tidak akan menghemat 45 persen emisi mereka pada tahun 2030, meski ini sangat diperlukan untuk menghindari dampak terburuk perubahan iklim.

Menurut Thomas Osdoba, Direktur Program NetZeroCities, proyek yang didanai Uni Eropa yang mendukung inisiatif ini, banyak kota menghadapi tantangan untuk bisa ramah iklim. Banyaknya bangunan tua yang sulit untuk diperbaiki, perencanaan kota yang berpusat pada mobil, dan terbatasnya infrastruktur untuk energi terbarukan.

Ke-112 kota tersebut akan mengembangkan peta jalan terperinci untuk mengatasi permasalahan ini. Sebagai bagian dari inisiatif UE, mereka menerima bantuan dalam hal teknis dan dukungan agar menjadi menarik bagi investasi. Menurut perkiraan UE, dibutuhkan sekitar 650 miliar euro untuk proyek tersebut, yang sebagian besar akan berasal dari sektor swasta.

Helsinki tutup pembangkit listrik batu bara

Osdoba menyoroti Helsinki. Finlandia memang telah berkomitmen netral iklim pada tahun 2035. Namun ibu kota Finlandia tersebut ingin mempercepatnya di tahun 2030 dan mengurangi 80 persen emisi gas rumah kaca pada tahun yang sama. Dibandingkan tahun 1990, emisi kota ini telah berkurang hampir setengahnya.

Helsinki ini akan menutup dua pembangkit listrik tenaga batu bara terakhirnya pada tahun depan. Kombinasi boiler listrik, bioenergi, dan pompa panas akan menjadi penghasil panas bagi kota ini.

Orang-orang berusaha mendinginkan badan di semprotan air di Barcelona, Spanyol
Pada hari-hari panas, Barcelona menyemprotkan air ke udara untuk mendinginkan sebagian kota.Foto: Emilio Morenatti/AP Photo/picture alliance

Perusahaan energi yang bertanggung jawab atas pasokan pemanas distrik dimiliki oleh pemerintah kota, jelas Hanna Wesslin, direktur iklim Helsinki. Keputusan untuk menutup fasilitas pembangkit energi tersebut menunjukkan betapa gesitnya kota-kota dalam hal perlindungan iklim.

Ibu kota Finlandia ini juga ingin mengendalikan sumber emisi dari lalu lintas, dengan mempromosikan penggunaan kendaraan listrik, memperluas jaringan pengisian daya, dan memperluas sistem trem umum.

Transportasi gratis untuk anak muda di Porto

Di kota pelabuhan Porto di Portugis, 40 persen dari seluruh emisi berasal dari lalu lintas. Oleh karena itu, kota Portugis menekankan pada transportasi umum.

Porto telah mengurangi biaya tiket transportasi bulanan menjadi 30 euro, dan semua yang berusia di bawah 23 tahun boleh memakai menggunakan transportasi gratis. Hal ini berdampak besar, jumlah remaja usia 13 hingga 18 tahun yang menggunakan bus dan kereta api kini meningkat dua kali lipat. 

Porto juga mengurangi konsumsi energinya. Dengan mengalihkan penerangan jalan ke LED, konsumsi energi telah berkurang lebih dari separuhnya. Tahun lalu, Portugal menghasilkan 60 persen listriknya dari energi terbarukan.

Sebagian besar bangunan publik seperti sekolah dan perpustakaan kini dilengkapi dengan panel surya dan pemerintah kota mendorong sektor swasta untuk berinvestasi lebih lanjut dalam sistem tata surya melalui keringanan pajak. 

Kota ini juga ingin mengurangi angka kemiskinan energi akibat tidak terjangkaunya harga energi bagi sebagian penduduk untuk memanaskan rumah, air, dan penerangan.

Renovasi rumah hemat energi di Belgia

Kota Leuven di Belgia adalah salah satu kota kecil yang ikut dalam inisiatif ini. Thomas Osdoba dari NetZeroCities melaporkan bahwa mereka telah mengerjakan rencana tersebut selama 10 tahun dan membuat kemajuan pesat.

Jessie Van Couwenberghe, kepala Kantor Netralitas Iklim di Leuven, mengatakan pemerintah kota ingin melibatkan seluruh lapisan masyarakat agar menyetujui rencana tersebut.

Karena pemanas gedung saat ini merupakan sumber konsumsi energi terbesar di Leuven, kota ini terutama mengandalkan retrofit untuk mengurangi konsumsi energi dan mempromosikan energi terbarukan. Leuven juga mendirikan "rumah iklim" publik. Di sini Anda akan menemukan informasi tentang renovasi rumah dan tips mengajukan subsidi untuk renovasi tersebut.

Inisiatif UE juga memberikan hibah untuk solusi berbasis alam. Artinya, warga juga dapat menyarankan sebuah area di mana beton dan aspal diganti dengan tanaman dan tanah penyerap CO2.

Target nol emisi, utopia atau kenyataan?

Seberapa realistiskah tujuan tersebut? Tahun 2030 tidak lama lagi dan masih banyak uang yang perlu diinvestasikan.

Thomas Osdoba tetap optimis bahwa banyak kota akan benar-benar mencapai emisi nol pada tahun 2030. Dan yang belum berhasil setidaknya akan semakin mendekati target, kata direktur program NetZeroCities ini. 

Warsawa adalah contohnya. Ibu kota Polandia ini adalah satu dari lima kota di Polandia yang mengambil bagian dalam misi UE. "Sejujurnya, mustahil bagi kita untuk menjadi netral karbon pada tahun 2030," kata Jacek Kisiel, Wakil Direktur Pengendalian Polusi Udara dan Kebijakan Iklim Warsawa.

Kota ini bergantung pada jaringan pemanas milik negara yang menggunakan bahan bakar fosil, yang masih menghasilkan sebagian besar energi Polandia, jelasnya. "Tetapi kami masih memiliki ambisi."

Kisiel mempunyai harapan besar terhadap usulan standar bangunan ramah lingkungan. Peraturan ini menetapkan bahwa semua bangunan baru di kota harus menggunakan energi terbarukan dan harus mengumpulkan serta menggunakan kembali air hujan.

Warsawa juga telah menetapkan tujuan untuk mengubah 40 persen bangunan kota agar menggunakan lebih sedikit energi pada tahun 2035.

Artikel ini diadaptasi dari artikel bahasa Inggris