1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanAmerika Serikat

AS Siapkan Opsi Lacak COVID-19 dengan Uji Air Limbah Pesawat

30 Desember 2022

Saat kasus infeksi COVID-19 kembali melonjak di Cina, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS pertimbangkan pengambilan sampel air limbah dari pesawat rute internasional untuk melacak kemungkinan varian baru.

https://p.dw.com/p/4LZ1v
Pelancong menunggu berjam-jam untuk berangkat ke hotel dan fasilitas karantina dari Bandara Guangzhou Baiyun pada 25 Desember 2022
Cina akan mencabut persyaratan karantina untuk pendatang dari luar negeri mulai tanggal 8 Januari 2023Foto: Emily Wang Fujiyama/AP Photo/picture alliance

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) sedang mempertimbangkan pengambilan sampel air limbah dari pesawat terbang rute internasional, untuk melacak kemungkinan adanya varian baru COVID-19. Kemungkinan ini diprediski para pakar keesehatan, akan muncul berbarengan dengan laporan melonjak drastisnya  kasus infeksi corona di Cina.

"Analisis air limbah pesawat adalah salah satu di antara beberapa opsi yang sedang dipertimbangkan CDC untuk membantu memperlambat penyebaran varian baru ke AS dari negara lain", kata juru bicara CDC Kristen Nordlund.

Badan tersebut bergulat dengan kurangnya transparansi tentang COVID-19 di Cina setelah negara berpenduduk 1,4 miliar orang itu tiba-tiba mencabut kebijakan nol COVID yang ketat.

"Pengawasan air limbah COVID-19 sebelumnya telah terbukti menjadi alat yang berharga dan pengawasan air limbah pesawat berpotensi menjadi pilihan,” tulisnya.

Solusi lebih baik dibanding pembatasan perjalanan 

"Kebijakan seperti itu diyakini akan menawarkan solusi yang lebih baik, dibanding aturan pembatasan perjalanan baru yang mewajibkan tes COVID-19 negatif untuk pelancong dari Cina", demikian pernyataan para ahli kesehatan kepada Reuters.

"Pembatasan perjalanan, sejauh ini terbukti gagal untuk mengekang penyebaran COVID-19 secara signifikan", kata Dr Michael Osterholm, pakar penyakit menular di University of Minnesota.

"Kebijakan ini tampaknya penting dari sudut pandang politik. Saya pikir setiap pemerintah akan merasa mereka dituduh tidak berbuat cukup untuk melindungi warganya jika mereka tidak melakukan kebijakan tersebut," tambahnya.

Pada pekan ini, AS memperluas program pengurutan genom sukarela di bandara, menambahkan Seattle dan Los Angeles ke dalam program tersebut. Langkah itu membuat jumlah total bandara yang mengumpulkan informasi dari tes positif menjadi tujuh lokasi. Namun, para ahli mengatakan tindakan itu mungkin tidak bisa memberikan ukuran sampel yang berarti.

"Solusi yang lebih baik adalah menguji air limbah dari maskapai penerbangan, yang akan memberikan gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana virus bermutasi, mengingat kurangnya transparansi data di Cina", kata Dr Eric Topol, pakar genomik dan Direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, California.

"Mendapatkan data air limbah pesawat yang terbang dari Cina, akan menjadi taktik yang sangat bagus", kata Topol, seraya menambahkan bahwa penting bagi AS untuk meningkatkan pengawasannya "karena Cina sangat tidak mau membagikan data genomiknya".

Tes COVID bukan jaminan tidak ada penyebaran varian baru

Peneliti Prancis Juli lalu melaporkan,  tes COVID-19 negatif yang diwajibkan sebelum penerbangan internasional, tidak melindungi negara tujuan dari penyebaran varian baru. Mereka menemukan varian Omicron dalam air limbah dari dua pesawat komersial yang terbang dari Etiopia ke Prancis pada Desember 2021, meskipun penumpang telah diminta untuk menjalani tes COVID-19 sebelum naik.

Peneliti California pada pertengahan 2022 juga melaporkan, pengambilan sampel air limbah komunitas di San Diego mendeteksi keberadaan varian Alpha, Delta, Epsilon, dan Omicron hingga 14 hari sebelum mereka menjalani tes corona.

Pakar penyakit menular Osterholm dan yang lainnya mengatakan, pengujian wajib sebelum melakukan perjalanan ke AS, tidak mencegah varian baru menyebar dari negara asal tempatnya bermutasi. "Penutupan perbatasan atau pengujian wajib di perbatasan sejatinya hanya membuat perbedaan yang sangat kecil. Mungkin memperlambatnya beberapa hari," kata Osterhom. "Karena virus kemungkinan besar akan menyebar ke seluruh dunia dan dapat menginfeksi orang di Eropa atau di tempat lain yang kemudian dapat membawanya ke negara lain", paparnya lebih lanjut.

David Dowdy, seorang ahli epidemiologi penyakit menular di Sekolah Kesehatan Masyarakat Johns Hopkins Bloomberg, mengatakan, peningkatan pengawasan genom itu penting dan pengambilan sampel air limbah dapat membantu, tetapi pengujian membutuhkan waktu.

"Saya pikir kita harus berhati-hati dalam seberapa banyak kita berharap data tersebut akan dapat benar-benar menginformasikan kemampuan kita untuk merespons penyebaran varian baru," katanya.

ha/as (Reuters)