1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kurdi dalam Ganjalan

21 Juli 2009

Walaupun AS telah memulai menarik tentaranya dari Irak, negara itu masih dihadapi masalah berat lainnya. Salah satunya adalah perselisihan antar pemerintah otonom Kurdi Irak dan pemerintah pusat Irak.

https://p.dw.com/p/IuYN
Seorang Perempuan Kurdi IrakFoto: AP

Tidak ada wilayah lain di Irak yang perkembangannya sepesat kawasan Kurdi. Pemerintah otonom Kurdi di ibukota Erbil bangga kawasannya merupakan yang teraman di seluruh Irak. Perekonomiannya berkembang cepat. Para investor saling berebut di Erbil. „Kompleks industri terbesar Eropa“ akan dibangun di sini, demikian pramuwisata menjelaskan para tamu yang nampak takjub ketika mendengar pramuwisata ketika dikatakan Kurdi adalah Eropa.

Namun dibalik semua ini situasinya lain dari tenang. Selambatnya hingga akhir 2011 Presiden AS Barack Obama berencana untuk menarik seluruh pasukannya dari Irak. Padahal Irak belum damai. Walaupun pengaruh organisasi teror Al Qaida berhasil dibendung dan pertikaian antar kaum Sunni dan Syiah sudah berkurang. Tapi konflik antar warga Kurdi Irak dan pemerintah pusat di Baghdad belum terselesaikan. Terutama kawasan Erbil dan sekitarnya, dimana beberapa waktu belakangan ini kembali terjadi sejumlah serangan. Serangan yang dilatarbelakangi perebutan kekuasaan antar warga Arab dan Kurdi di propinsi Ninawa.

Penarikan tentara AS dari Irak akan berakhir dalam bencana. Demikian tutur Mai Masrur Barzani, menteri pertahanan pemerintah daerah otonom Kurdi Irak. Sementara Perdana Menteri Najirwan Barzani, saudara dekat menteri pertahanan Irak, mengeluarkan pernyataan yang senada. Ia bahkan berpendapat, bahwa penarikan itu dapat memicu perang antar Baghdad dan Erbil. Kalaupun butir-butir pertikaian antar pemerintah otonom dan pusat berhasil diselesaikan sebelum AS menarik tentaranya, namun hal ini nampaknya tidak mungkin.

Sementara ini warga Kurdi Irak giat mencari sekutu dan pemerintah Turki sudah menunjukkan ketertarikannya untuk membantu warga Kurdi Irak. Hugh Pope, direktur „International Crisis Group“ untuk kawasan tersebut memaparkan mengapa warga Kurdi semakin tertarik pada Turki.

"Warga Kurdi di Irak ingin menjadi sebuah negara yang mempunyai akses ke Eropa dan demokrasi. Mereka tidak menginginkan situasi seperti di Iran, Suriah dan Arab Saudi. Warga Kurdi hendak meraih situasi yang lebih baik. Sebuah negara yang dapat memberikan harapan. Di sinilah partai pemerintahan Turki AKP mengandalkan kelebihan ini bila meyakinkan negara-negara Timur Tengah pentingnya pendekatan Turki ke Eropa. Timur Tengah menghendaki sebuah Turki yang menjadi bagian dari Eropa.“

Sedangkan menurut pemerintah Irak di Baghdad, warga Kurdi merasa ketakutan. Salah satu alasannya adalah perdana menteri Irak Nuri al-Maliki berencana untuk merelativikasikan hal-hal yang mendukung otonomi politik warga Kurdi. Nuri al-Maliki tidak akan mengupayakan sebuah konsens. Ia akan mengandalkan suara mayoritas. Dan mayoritas warga Irak adalah warga Arab. Dalam pembagian jabatan di pemerintahan pusat maupun lembaga administrasi lainnya, Nuri al-Maliki tidak akan memberlakukan quota bagi suku dan agama. Masalah sulit lainnya adalah, perbatasan antar kawasan Kurdi dengan kawasan lainnya di Irak tidak ditetapkan dengan jelas ataupun dinyatakan aman. Sepertiga kawasan yang berada di bawah pimpinan pemerintah otonom Kurdi ditempati oleh warga Kurdi tanpa kesepakatan dengan pemerintah pusat di Baghdad.

Soal lain yang membebani pertikaian warga Kurdi dengan pemerintah pusat adalah kota Kirkuk yang kaya akan minyak. Kawasan tersebut hendak dijadikan bagian dari kawasan Kurdi. Hashim Hashimi, mantan anggota parlemen Turki keturunan Kurdi dan mempunyai hubungan erat dengan presiden Kurdi Irak Massoud Barzani mengatakan: "Kalaupun AS menarik tentaranya dari Irak, itu tidak berarti, bahwa secara politik AS tidak hadir lagi di negara ini.“

Günther Seuffert / Ani Nangoy

Editor : Asril Ridwan