1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT di Brussel - Ujicoba Ketahanan UE

11 Desember 2008

Hari Kamis (11/12) dimulai pertemuan reguler para kepala negara dan kepala pemerintahan UE di Brussel. Pertemuan ini adalah yang terakhir di bawah kepemimpinan Perancis.

https://p.dw.com/p/GDhn
Presiden Perancis Nicolas Sarkozy.Foto: AP

Mengakhiri masa kepemimpinannya di UE, presiden Perancis Nicolas Sarkozy berniat menuntaskan perundingan sejumlah masalah besar. Sasaran yang ingin dicapainya adalah, menunjukkan hasil untuk tiga topik utama, konjungtur, perlindungan iklim dan reformasi konstitusi UE. Kata ketua Komisi Eropa José Manuel Barroso: "Ini mungkin merupakan KTT yang paling menentukan dalam tahun-tahun terakhir. Bagi saya sendiri sebagai ketua Komisi Eropa, ini adalah pertemuan terpenting. Ujicoba bagi Eropa."

Pembicaraan akan merupakan ujicoba ketahanan bagi Eropa, sejauh mana kepentingan nasional dapat dipadukan dengan tantangan yang dihadapi di Eropa dan secara global.

Walaupun terdapat ramalan yang suram mengenai konjungtur tetapi setidaknya terdapat reaksi serupa menanggapi krisis ekonomi dan keuangan. Paket konjungtur se-Eropa senilai 200 juta Euro yang diusulkan Komisi UE akan didiskusikan dan diperhitungkan dengan program konjungtur yang dilakukan masing-masing negara. Jerman dengan 32 miliar, Perancis dengan 26 miliar Euro. Tetapi kanselir Jerman Angela Merkel bersikap menahan diri dalam membuat janji-janji selebihnya. Meski ada desakan dari Brussel, London dan Paris dikatakannya bahwa bantuan keuangan berikutnya baru dapat diputuskan tahun 2009. Hanya pada dasarnya ada kesepakatan. Sarkozy menegaskan: "Kami menilai situasi sama seperti Kanselir Merkel dan tidak ada silang pendapat dengan dia. Persamaannya? Bahwa ini merupakan krisis yang berat, itu dibenarkan olehnya. Juga sangat penting untuk memutar kembali roda perekonomian, sehingga di Jerman dia sudah mengambil langkah yang diperlukan."

Bagi Merkel dan Sarkozy yang sulit adalah sasaran dalam soal perlindungan iklim, yang berhasil dinegosiasikan bulan Maret 2007 di bawah kepemimpinan Jerman. Hal itu sekarang hendak dituntaskan. Sampai tahun 2020 emisi gas rumah kaca hendak dikurangi sekitar 20 persen, dan efisiensi energi ditingkatkan 20 persen. Perundingan mengenainya diperkirakan akan berjalan alot sampai dinihari. Sebab Polandia bersikeras menuntut status istimewa, karena 95 persen listriknya diperoleh dari pertambangan batubara. Kondisi negara-negara Eropa timur lainnya juga serupa. Bahkan dalam soal emisi gas rumah kaca Kanselir Merkel sendiri pun mundur. Dikatakannya: "Kita harus mengupayakan agar industri yang membutuhkan banyak energi dan tergantung dari ekspor, dikecualikan dari sertifikat emisi itu, sehingga tidak dirugikan di pasar dunia. Kita tidak bisa membiarkan goyahnya sektor ekspor dan mengamati perpindahan lapangan kerja di industri kimia, baja dsb ke wilayah-wilayah dimana perlindungan iklim kurang penting. Itu namanya paradoks dan keliru."

Sedangkan dalam soal konstitusi UE yang belum terpecahkan, ada pertanda baru. Pemerintah Irlandia tahun depan akan menyelenggarakan lagi referendum bagi Perjanjian Lisabon. Masalah terbesar yang harus dipecahkan adalah perampingan Komisi UE. Irlandia menuntut satu kursi tetap di Brussel. Hal itu dapat dipenuhi dengan berat hati, seandainya dengan suara bulat mereka menetapkan untuk mempertahankan seorang komisaris tetap bagi tiap negara anggota, seperti dikemukakan Ketua Komisi Eropa, Barroso: "Bukan masalah bila komisi beranggotakan 27 orang atau lebih. Ini bukan penyelesaian yang dikehendaki oleh Perjanjian Lisabon, tetapi dapat dilakukan. Jadi kalau itu adalah syarat penting bagi Irlandia, saya sendiri akan mendukungnya."

Ini jelas merupakan jalan keluar darurat. Tetapi harus didiskusikan secara serius, bila perjanjian reformasi UE hendak diberlakukan. Semua orang tahu, bahwa Nicolas Sarkozy ingin menunjukkan keputusan yang konkrit dalam ketiga masalah tsb. Dan bila perlu, dapat saja dia mengulur penyelenggaraan KTT UE ini sampai Sabtu pagi. (dgl)