1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Uni Eropa; Krisis Penjara Guantanamo

15 Juni 2005

Ketua Komisi Uni Eropa, Jose Manuel Barosso meminta penangguhan proses ratifikasi konstitusi Uni Eropa. Perdana Menteri Inggris, Tony Blair juga mendukung penghentian proses ratifikasi tersebut.

https://p.dw.com/p/CPNw
Blair-Chirac-Schröder
Blair-Chirac-SchröderFoto: AP

Ketua Komisi Uni Eropa, Jose Manuel Barosso meminta penangguhan proses ratifikasi konstitusi Uni Eropa. Setelah penolakan warga Perancis dan Belanda lewat referendum, penangguhannya penting untuk mencegah bahaya penolakan berikutnya. Demikian dikatakan Barroso dalam televisi Perancis. Meski upaya tersebut tidak gagal, penyatuan Eropa tidak lagi menarik minat para pemilih. Sementara Perdana Menteri Inggris Tony Blair juga mendukung penghentian proses ratifikasi tersebut. Jerman dan Perancis masih menghendaki prosesnya terus dilanjutkan. Akibat terdapatnya perbedaan mendasar, dalam pertemuan puncak Uni Eropa di Brussel hari ini dan besok, akan sulit ditemukan penyelesaian tentang masalah tersebut. Selain itu masih belum tampak kesepakatan dalam masalah keuangan. Inggris bersikeras dengan pengurangan iuran untuk Uni Eropa, sementara Perancis tidak menghendaki pengurangan bantuan Uni Eropa bagi para petaninya.

Harian ekonomi Perancis La Tribune menulis:

Meski masing-masing menunjukkan sikap saling mempertahankan posisi, Presiden Perancis dan Perdana Menteri Inggris sebenarnya tahu, bahwa kebijakan politik pertanian bersama serta mekanisme rabat Inggris yang berawal di tahun 60-an sudah usang. Cepat atau lambat hal ini akan dipermasalahkn. Jaques Chirac dalam agenda politiknya berupaya mengulur waktu, karena ia enggan menimbulkan rasa kecewa di antara para petani, yang merupakan pendukung utama perjalanan kariernya. Hal yang tidak jauh berbeda bagi Tony Blair, dimana mempertahankan pengurangan iuran bagi Uni Eropa dipandangnya sebagai kehormatan nasional.

Sementara harian Jerman Tagesspiegel menulis:

Akibat masih terpakunya para pejabat pemerintah di Uni Eropa pada konsep nasional yang terkotak-kotak, kemandegan di pemerintahan pusat berlangsung cepat dalam beberapa tahun belakangan. Krisis yang dialami dalam proses integrasi Eropa bukan disebabkan kebodohan masyarakat untuk mengerti keinginan pemerintah, melainkan sebaliknya. Para pemerintahan Uni Eropa tidak mau belajar dari pengalaman, dimana proyek yang sudah ditolak di tingkat pemerintah, tetap dipaksakan diterapkan di masyarakat.

Harian Perancis Le Journal de la Haute Marne menulis:

Chirac dan Blair menuntut agar krisis politik Uni Eropa tidak sampai merambah ke krisis keuangan. Permintaan yang kelihatan mengada-ada. Karena orang dapat bertanya, apakah dalam kondisi yang kacau sekarang Inggris sengaja mencari-cari masalah yang membahayakan kelanjutan fungsi Uni Eropa. Masalah lainnya adalah posisi kepemimpinan Jerman-Perancis. Jika diibaratkan penerbangan ruang angkasa, orang dapat mengatakan waktu masuk bagi Blair sudah terbuka. Presiden Perancis terus semakin lemah. Kanselir Jerman tengah berada dalam kesulitan besar dan tanggal 1 Juli mendatang kepemimpinan Uni Eropa beralih ke tangan Inggris. Jadi logis, jika dalam kondisi tersebut Blair melancarkan serangannya.

Kita beralih ke krisis Penjara Guantanamo Bay di Kuba. Setelah sebelumnya Wakil Presiden Dick Cheney menbantah penjara Guantanamo merusak citra Amerika Serikat di dunia, kini Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Donald Rumsfeld juga membela penjara itu dari kritik yang bertubi-tubi. Sekitar 100 juta dollar dari jumlah pembayaran pajak yang diinvestasikan untuk ke penjara itu, dan tidak ada bangunan lain yang dapat menggantikannya. Harian Swedia Dagens Nytheter berkomentar:

Juga di Amerika sendiri kritik terhadap penjara Guantanamo meningkat. Dilemanya sudah jelas, Washington menuntut apa yang tidak dimilikinya sendiri dari pihak lain. Guantanamo tidak boleh menjadi sebuah praduga. Hal yang tidak manusiawi, jika manusia dipenjara, tanpa memperhatikan besarnya kesalahan, tanpa proses pengadilan atau tanpa melihat hak-hak tahanan perang. Penjara Guantanamo seperti juga tindakan pelanggaran terhadap tahanan di Irak memperkuat gambaran negara adidaya yang sombong, yang menempatkan dirinya di atas undang-undang. Setiap tahun Amerika Serikat mengumumkan laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia di berbagai belahan dunia, sementara tahanan di penjara Guantanamo hidup di pintu neraka. Moral ganda yang dipraktekkan mengubur kemungkinan dukungan dari bagian dunia lainnya untuk memperoleh apa yang menurutnya sudah dimilikinya sendiri.