1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Politik Lumpuhkan Thailand

12 April 2009

Bara di Bangkok. Kelompok oposisi memandang pemberlakuan situasi darurat sebagai genderang perang dan mencoba menduduki kantor pemerintah. Krisis di Thailand memasuki periode paling tidak stabil selama sepekan terakhir

https://p.dw.com/p/HVT0
Seorang Demonstran anti pemerintahFoto: AP

Aroma balas dendam memenuhi udara Bangkok sepanjang akhir pekan ini. Seusai menyerbu gedung konferensi tempat diselenggarakannya KTT ASEAN, para demonstran hari ini memutuskan mundur dari Pattaya dan berkumpul di sekitar gedung-gedung pemerintahan di ibukota Bangkok. Tujuannya antara lain untuk merayakan kemenangan mereka atas kekuasaan negara.

"Sekarang kami berkumpul di gedung-gedung pemerintahan. Di sana kami akan melanjutkan perjuangan kami. Kali ini kami yang menang, karena kami telah menunjukkan kepada negara-negara ASEAN, bahwa kami tidak menginginkan perdana menteri yang sekarang," begitu ujar salah seorang demonstran.

Lebih dari 1000 demonstran sabtu lalu (11/04) menyerbu gedung konferensi di Pattaya dan memaksa pemerintah Thailand menangguhkan pertemuan puncak ASEAN. Sebagian kepala negara yang telah hadir terpaksa diterbangkan kembali ke bandara dengan menggunakan helikopter.

Jakrapob Pankair, salah seorang kooordinator demonstrasi membela aksi laskar jubah merah yang kerap disebut-sebut sebagai pendukung fanatik bekas PM Thaksin Sinawatra.

"Kami ingin menunjukkan kepada dunia, bahwa kami memandang pemerintahan Abhisit Vejjajiva tidak legitim. Maka dari itu kami tidak bisa membiarkan sebuah konferensi internasional yang dikoordinasikan oleh pemerintahan ini berjalan lancar," ujarnya.



Pemerintah Thailand tidak tinggal diam. Sabtu malam satuan kepolisian menyerbu markas kelompok oposisi dan menahan Arismann Pongreungrong, pemimpin kelompok oposisi dengan tuduhan melakukan percobaan penculikan terhadap Perdana Menteri.

Reaksi yang muncul semakin menambah eskalasi masalah. Minggu pagi (12/04) ribuan demonstran menyerbu kantor perdana menteri. Abhisit Vejjajiva berhasil diselamatkan di menit-menit terakhir dengan menggunakan mobil dinas melalui pintu belakang.

Vejjajiva menyebut para demonstran sebagai musuh negara. "Siapapun yang merasa menang setelah merusak nama Thailand di hadapan dunia internasional, mereka benar-benar harus dianggap sebagai musuh negara," tukasnya.

Rusaknya Citra Surga Wisata

Penyerbuan terhadap KTT ASEAN, menurut juru bicara Departemen Pariwisata Thailand, memiliki dampak destruktif yang sama parahnya dengan blokade bandar udara Desember tahun lalu.

Walikota Pattaya, Itthiphol Kunplume mengatakan kepada harian Bangkok Post, pihaknya mungkin membutuhkan waktu paling sedikit dua tahun untuk memulihkan nama kawasan wisata itu. Pasalnya 70 persen wisatawan di Pattaya berasal dari Cina dan turis asal Cina terutama bereaksi sensitif terhadap kerusuhan bermotif politik.

Menurut berbagai laporan televisi, Rusia dan Singapura juga telah mengumumkan peringatan perjalanan terhadap warganya yang ingin berlibur di Thailand.

Asean Proteste Thailand
Demonstran anti pemerintah berhadapan dengan tentaraFoto: AP

Kudeta atau Perang Saudara

Pada kolom editorial harian Bangkok Post terbitan hari Minggu, muncul spekulasi soal kudeta militer dan kemungkinan mundurnya Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva. Menurut pengamat politik Thailand Chavin Chachavalpongpun dari Institut Studi Asia Tenggara di Singapura, sasaran para pendukung Thaksin adalah jatuhnya sistem politik.

"Sasarannya bukan lagi pemerintahan Abhisit. Thaksin dan laskar jubah merah ingin menggeser ketua umum dewan kerajaan. Dan semua orang di Thailand mengetahui, dewan kerajaan adalah pusat sistem politik. Dewan itu adalah institusi politik terpenting di Thailand dan berfungsi sebagai mata dan telinga raja. Setiap serangan terhadap dewan kerajaan adalah sebuah serangan terhadap raja dan itu sangat mengkhawatirkan," paparnya.

Pertengahan pekan lalu para demonstran menyerbu kediaman Jendral Prem Tinsulanonda di Bangkok. Mereka memandang Tinsulanonda sebagai dalang di balik kudeta militer terhadap pemerintahan Thaksin September 2006.

Tuntutan para pemrotes adalah mundurnya Tinsulanonda sebagai penasehat tertinggi raja Thailand. Thaksin sendiri yang kini hidup di pengasingan kerap tampil di radio dan televisi untuk membakar semangat para pendukungnya. Thaksin bahkan menyerukan pendukungnya untuk membidani sebuah revolusi di Thailand.

Pengamat politik Chavin mengkhawatirkan, jika aksi protes dilanjutkan Thailand akan kembali mengalami kudeta militer atau bahkan perang saudara.

"Adalah sangat berbahaya, jika mereka menyerang pusat struktur politik Thailand. Karena militer akan merasa terprovokasi untuk bertindak, atau malah Aliansi Rakyat untuk Demokrasi memobilisasi pendukungnya. Jika laskar jubah kuning turun ke jalan dan berhadapan dengan pendukung Thaksin, maka itu akan menjadi bencana besar," tandasnya.

Musch-Borowska/Rizki Nugraha

Editor: Dewi Gunawan