1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korea Utara Tampilkan "Putera Mahkota" pada Parade Militer

10 Oktober 2010

Penguasa Korut Kim Jong Il gelar parade militer besar-besaran peringati 65 tahun dibentuknya Partai Komunis negeri itu. 20.000 serdadu mengikuti parade, Minggu (10/10) yang dihadiri Kim Jong Un, putra dari Kim Jong Il.

https://p.dw.com/p/PaX8
Kim Jong Il saat parade militer di Pyongyang (10/10)Foto: AP

Parade militer di ibukota Korea Utara, Pyongyang yang digelar hari Minggu (10/10) adalah salah satu yang terbesar di negeri itu sejak bertahun-tahun ini. Korea Utara memang memiliki senjata nuklir, tetapi rakyatnya menderita kronis kekurangan pangan dan harus berjuang menghadapi masalah ekonomi.

Parade militer besar-besaran yang ditayangkan secara langsung oleh televisi Korut itu, dilaksanakan sekitar dua pekan seusai musyawarah Partai Komunis yang pertama sejak tiga dasawarsa ini. Pada musyawarah itu, Kim JOng Un, putra bungsu Kim Jong Il mengambil alih kepemimpinan partai dan diangkat sebagai jenderal berbintang empat. Ini dianggap sebagai pertanda yang pasti bahwa Kim Jong Un akan mewarisi jabatan ayahnya yang kini berusia 68 tahun.

Televisi Korut hari Minggu (10/10) memperlihatkan Kim Jong Un di tengah-tengah pejabat tinggi dan hanya beberapa langkah dari ayahnya, saat ribuan serdadu serta roket-roket yang diangkut kendaraan militer, melewati panggung kehormatan.

Nordkorea Militärparade Panzer
Roket Korut saat parade militerFoto: AP

Delegasi China juga hadir

Ayah dan putranya kelihatan bertepuk tangan dan memberi hormat kepada pasukan-pasukan yang berbaris melewati mereka. Sejumlah besar orang-orang di latar belakang membentuk obyek-obyek yang kelihatan seperti bunga-bunga, gambar-gambar raksasa dengan slogan-slogan seperti "Partai Pekerja Republik Demokratik Rayat Korea" atau "Ulang Tahun ke-65".

Parade militer ini juga dihadiri oleh delegasi dari China yang merupakan aliansi Korut terdekat. Menurut kantor berita China, Xinhua, Kim Jong Un juga melakukan pertemuan dengan pimpinan delegasi China. Penampilan khususnya secara resmi ini kembali menegaskan posisinya sebagai pengganti ayahnya yang sejak beberapa saat menderita sakit.

Hwang Jang Yop Nordkorea Dissident
Sang pembelot Hwang Jang-YopFoto: AP

Pembelot terkemuka Korut meninggal

Sementara itu, pembelot Korut yang paling terkemuka, Hwang Jang Yop, usia 87 tahun, ditemukan meninggal di apartemennya di Seoul, hari Minggu (10/10) . Demikian diumumkan kepolisian Korea Selatan. Hwang dikenal sebagai bekas pelopor ideologi komunis dan mentor dari Kim Jong Il. Tetapi kemudian, tanpa diduga sebelumnya, ia berubah haluan dan membelot. Tahun 1997, saat melawat ke Beijing ia melarikan diri dari tengah-tengah tokoh-tokoh penguasa Korut. Sejak itu ia mengkhawatirkan kehidupannya. Kematiannya diduga akibat serangan jantung, namun dinas rahasia Korsel juga melakukan penyidikan atas kemungkinan pembunuhan.

Sejak membelot Hwang melancarkan kritik pedas terhadap rezim di Pyongyang. Ia menulis sejumlah buku dan berbicara dalam sekian forum, di mana ia mengkritik otoritas Kim Jong Il. Karena itu, ia menjadi obyek permusuhan media Korut yang menyebutnya sebagai "sampah masyarakat". Sebab itu, selama kehidupannya di Seoul, Korsel, Hwang mendapat perlindungan keamanan yang sangat ketat.

Nordkorea / Militär / Parade / Pjöngjang
Foto: AP

Dianggap "sampah masyarakat"

Rezim di Pyongyang memang tidak mau melupakan pembelotan Hwang. Awal tahun ini ia mendapat ancaman pembunuhan, setelah dalam perjalanannya di Amerika Serikat dan Jepang, Hwang mengimbau untuk melancarkan "strategi perang ideologis" melawan penguasa Korut. April lalu, dalam sebuah situs internet resmi Korut terpancang bahwa Hwang "tidak akan pernah merasa aman, di mana pun juga ia berada". "Pengkhianat" akan selalu "dibantai dengan pisau-pisau". Demikian tertulis di situs tersebut.

Bulan Juli lalu, pengadilan Korsel menjatuhkan vonis sepuluh tahun penjara terhadap dua warga Korut yang berpura-pura menjadi pengungsi. Mereka dituding merencanakan melaksanakan perintah Pyongyang untuk membunuh Hwang.

Christa Saloh/ap/afpd/ape

Editor: Edith Koeosemawiria