1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korea Utara: Perang Nuklir Bisa Pecah “Setiap Saat”

17 Oktober 2017

Pyongyang ingin sebuah dunia bebas nuklir, namun perang nuklir bisa terjadi karena ada ancaman "ekstrem dan langsung" dari AS, kata wakil dubes Korut di PBB Kim In Ryong.

https://p.dw.com/p/2lx2u
UN Sicherheitsrat- Nordkoreas stellv. UN-Botschafter Kim In Ryong
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Matthews

Situasi di Semenanjung Korea "telah mencapai titik kritis dan perang nuklir dapat terjadi kapan saja," kata Duta Besar Korea Utara untuk PBB Kim In Ryong kepada komisi pelucutan senjata Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa hari Senin (16/10).

"Seluruh daratan AS berada dalam jangkauan tembak kami, dan jika AS berani memasuki wilayah suci kami, bahkan satu inci pun tidak akan lolos dari hukuman berat kami di bagian dunia manapun," tegasnya.

Korea Utara telah melakukan enam uji coba nuklir sejak  2006 dan rudal balistiknya dipercaya mampu mencapai wilayah Guam, pangkalan militer terbesar AS di Pasifik. Upaya internasional oleh Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, dan sekutu terdekat Pyongyang Cina, hingga kini tidak berhasil meredam ambisi nuklir negara itu.

Di hadapan komisi pelucutan senjata hari Senin (16/10), Kim In Ryong mengatakan bahwa negaranya mendukung "penghapusan total senjata nuklir" di seluruh dunia. Namun, selama AS "terus-menerus mengancam (Pyongyang) dengan senjata nuklirnya," Korea Utara tidak bisa melucuti senjata, katanya.

Selanjutnya dia mengatakan, "tidak ada negara di dunia yang mengalami ancaman nuklir ekstrim dan langsung dari AS untuk waktu yang lama."

Südkorea USS Michigan
Kapal selam AS USS Michigan yang ditempatkan di Busan, Korea Selatan untuk mengantisipasi eskalasi konflik dengan Korea Utara.Foto: Reuters/U.S. Navy/W. Carlisle

Reaksi atas bom Twitter Trump

Ucapannya adalah reaksi atas sebuah pernyataan dari Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson, yang mengatakan kepada media bahwa usaha diplomatik untuk meredakan krisis akan terus dilanjutkan hingga "bom pertama jatuh."

Sementara Tillerson terus mendorong solusi diplomatik, beberapa pejabat penting AS lainnya justru menggunakan bahasa yang lebih kasar. Bulan Agustus lalu, Presiden AS Donald Trump berjanji untuk menanggapi ancaman dari Korea Utara dengan "api dan kemarahan" seperti yang belum pernah dilihat dunia.

Trump lagi-lagi menyudutkan Tillerson dengan pernyataan di Twitter, yang mengatakan bahwa hanya "membuang-buang waktu" saja dengan melakukan negosiasi dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un. Trump berulang kali menyebut Jong Un sebagai "Little Rocket Man".

"Simpan energi Anda, Rex, kami akan melakukan apa yang harus dilakukan," tulis Trump lewan akun Twitternya.

USA Tillerson dementiert Rücktrittsgedanken
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson berusaha menempuh jalur diplomasi dalam krisis nuklir Korea UtaraFoto: Reuters/Y. Gripas

'Pembicaraan langsung' atau bersiap menghadapi yang terburuk?

Hari Selasa (17/10), Wakil Menlu AS John J. Sullivan mengisyaratkan kemungkinan pembicaraan langsung antara Korea Utara dan AS saat berkunjung ke Jepang. Sementara negara lain, termasuk Cina, mendesak perundingan semacam itu, AS dan Jepang menyatakan enggan bernegosiasi selama Pyongyang terus melanjutkan program nuklir dan balistiknya.

Sullivan mengatakan, AS fokus pada diplomasi untuk mengatasi krisis tersebut.

"Akhirnya, kami tidak mengesampingkan kemungkinan jalannya pembicaraan langsung," kata Sullivan setelah bertemu dengan rekan sejabatnya dari Jepang di Tokyo.

"Kita harus, bagaimanapun, bersama sekutu kita, Jepang dan Korea Selatan dan yang lain, bersiap-siap untuk yang terburuk, jika diplomasi gagal," tambahnya.

hp/ (ap, rtr, dpa)