1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanKorea Utara

Korea Utara Isyaratkan Berhasil Kendalikan Pandemi Corona

21 Juni 2022

Baru satu bulan sejak Korea Utara mengakui kemunculan kasus pertama Covid-19, kini negeri komunis itu berhenti mengimpor perlengkapan medis dan diyakini bersiap merayakan kemenangan atas pandemi corona.

https://p.dw.com/p/4D06O
Protokol pandemi di Korea Utara
Protokol pandemi di Korea UtaraFoto: Jon Chol Jin/AP Photo/picture alliance

Sejak akhr Mei silam pemerintah di Pyongyang tidak lagi mengimpor produk kesehatan untuk mencegah Covid-19 dari Cina. Padahal, catatan Beijing menunjukkan Korea Utara rajin membeli masker dan ventilator selama berbulan-bulan sebelumnya.

Keterbatasan informasi menyulitkan verifikasi catatan pandemi di Korea Utara. Pada Senin (20/6), kantor berita KCNA mengabarkan sebanyak 4,6 juta penduduk melaporkan gejala demam. Tapi tidak jelas berapa yang kemudian dites positif mengidap Covid-19.

Media pemerintah mengklaim telah berhasil mencegah kematian massal di Korut, menyusul laju infeksi corona yang sudah berkurang drastis. Dilaporkan, sebanyak 18 persen penduduk tercatat mengalami gejala demam, dengan angka kematian berjumlah hanya 100 orang.

Namun klaim tersebut diragukan. Korea Utara selama ini dikenal dengan minimnya fasilitas kesehatan, rendahnya tingkat vaksinasi dan tradisi panjang di Pyongyang untuk mengabaikan penderitaan rakyat sendiri.

Dua sisi koin

Derasnya pemberitaan positif terkait angka infeksi di Korut mendorong pemerintah Korea Selatan untuk meyakini, jirannya itu akan segera mendeklarasikan berakhirnya pandemi. Namun, berbeda dengan perayaan lain, kali ini Pyongyang tidak akan menggelar parade besar-besaran.

"Deklarasi semacam ini ibarat dua sisi mata uang,” kata Moon Saeong Mook, Analis di Institut Penelitian Staretgi Nasional (RINS) di Seoul, Korea Selatan. "Jika Korut mengklaim Covid-19 sudah hilang, mereka bisa merayakan kepemimpinan Kim Jong Un dalam mengalahkan pandemi.”

"Tapi dengan begitu, pemerintah tidak bisa lagi mempertahankan pembatasan total kehidupan rakyat yang selama ini digunakan untuk mengontrol populasi,” ujarnya.

Pemadaman kehidupan publik di Korut sudah berlangsung selama dua setengah tahun. Di awal pandemi, Kim menggambarkan "lonjakan besar” kasus infeksi, sebesar 400.000 orang. Uniknya, Pyongyang jarang menggunakan istilah Covid-19, dan sebaliknya lebih sering menyebut pasien dengan gejala demam.

Mencari bukti kematian

Betapapun situasinya, analis mengaku belum mendeteksi adanya indikasi kematian massal di Korea Utara.

"Jika sejumlah besar orang meninggal dunia, maka pasti akan ada buktinya, tapi dalam hal ini tidak ada,” kata Nam Sung-wook, Guru Besar Studi Korea Utara di Universitas Korea, Seoul. 

Kang Mi-jon, pelarian asal Korut, mengabarkan indikasi serupa. Dia mengaku mendapat kabar infeksi dari anggota keluarga di kota Hyesan, tapi tidak ada seorangpun yang meninggal dunia. 

"Dalam pembicaraan pertama di telepon, salah satu sumber saya menangis karena takut akan keselamatan keluarganya, tapi kini mereka sudah lebih tenang,” tuturnya.

Belum lama ini, Kim Jong Un mengumumkan Korut telah melewati "krisis serius yang tidak diperkirakan sebelumnya.” Potongan pidatonya itu disiarkan dengan imbauan kepada warga untuk mendukung pemimpin besar dalam perang melawan pandemi.

Pyongyang diyakini baru akan mengumumkan kemenangan atas pandemi jika situasi pandemi di Cina sudah terkendali, kata Ahn Kyung-su, direktur lembaga banguan kesehatan untuk Korea Utara. 

Menurutnya, situasi pandemi tidak akan banyak berpengaruh, lantaran cengkraman erat rezim Kim terhadap arus berita dan informasi. 

"Menurut pemerintah, Korea Utara bisa mengalahkan semua hal. Ia tidak mengakui bahwa ada hal-hal yang sulit ditanggulangi. Negara selalu menang, entah itu menghadapi krisis militer, ekonomi atau pandemi,” imbuhnya.

rzn/hp (ap,afp)