1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korea Utara Dilaporkan Kembali Luncurkan Rudal Balistik

17 Januari 2022

Pengamat berpendapat bahwa serangkaian peluncuran rudal balistik ini merupakan pesan bagi Amerika Serikat (AS) bahwa Pyongyang tidak akan menoleransi pelanggaran apa pun atas haknya untuk membela diri.

https://p.dw.com/p/45cA0
Korea Utara dilaporkan meluncurkan rudal balistik ke arah Laut Timur pada Senin (17/01)
Korea Utara dilaporkan meluncurkan rudal balistik ke arah Laut Timur pada Senin (17/01)Foto: Lee Jin-man/AP Photo/picture alliance

Korea Utara dilaporkan kembali meluncurkan dua proyektil yang diduga sebagai rudal balistik dari bandara ibu kota Pyongyang pada hari Senin (17/01), menurut laporan militer Korea Selatan. Ini merupakan peluncuran keempat dalam bulan ini.

Dilansir kantor berita Reuters, pemerintah Jepang mengecam peluncuran ini. Kepala Sekretariat Kabinet Jepang Hirokazu Matsuno mengatakan peluncuran tersebut merupakan ancaman bagi keamanan dan kedamaian kawasan.

Dalam kurang dari dua minggu, Korea Utara telah melakukan tiga kali peluncuran, sebuah frekuensi yang tidak biasa. Dilaporkan dua dari tiga peluncuran tersebut adalah uji coba "rudal hipersonik" tunggal berkecepatan tinggi yang mempunyai kemampuan manuver pada tanggal 5 dan 11 Januari.

Satu pengujian lainnya digelar Jumat (14/01) lalu yang melibatkan sepasang rudal balistik jarak dekat (SRBM) yang diluncurkan dari gerbong kereta. Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menyaksikan langsung peluncuran tersebut dan menyebut peluncuran tersebut sebagai pengembangan "otot strategis militer."

Sementara pada peluncuran Senin (17/01), Kepala Staf Gabungan Korea Selatan melaporkan dua SRBM diluncurkan ke arah Laut Timur dari Bandara Internasional Sunan Pyongyang. Sebelumnya, Korea Utara juga menggunakan bandara tersebut untuk uji coba rudal balistik jarak menengah (IRBM) Hwasong-12 pada tahun 2017.

AS berlakukan sanksi

Serangkaian peluncuran yang dilakukan Korea Utara telah menuai kecaman dari pemerintah Amerika Serikat (AS) yang mana AS pada Rabu (12/01) lalu telah memberlakukan sanksi baru pertamanya pada Pyongyang dan meminta Dewan Keamanan PBB untuk memasukkan daftar hitam beberapa individu dan entitas Korut. AS juga mendesak Korut untuk kembali ke berdialog yang bertujuan mengurangi ketegangan dan membujuk Pyaongyang untuk menyerahkan gudang senjata nuklir dan rudal balistiknya.

Korea Utara membela diri dengan mengatakan uji coba rudalnya itu sebagai hak berdaulat untuk mempertahankan diri dan menuduh AS sengaja meningkatan ketegangan dengan sanksi-sanksi baru.

Kementerian Luar Negeri Korea Utara pada Jumat (14/01) mengatakan bahwa walaupun Washington menyerukan adanya diplomasi dan dialog, tetapi sanksi yang diberlakukan masih menunjukkan kebijakan yang "mengisolasi danmenyesakkan" Korut.

"Jika AS mengadopsi sikap konfrontatif seperti itu, Korea Utara terpaksa mengambil reaksi yang lebih kuat dan pasti untuk itu," kata juru bicara Kementerlian Luar Negeri Korea Utara dikutip dari kantor berita KCNA.

Pengamat berpendapat bahwa uji coba peluncuran rudal balistk menjadi menjadi upaya lain bagi Korea Utara untuk mengirim pesan kepada AS bahwa Pyongyang tidak akan menoleransi pelanggaran apa pun atas haknya untuk membela diri.

"Korea Utara tampaknya akan mengirimkan pesan ke AS sebagai tanggapan atas sanksi ... itu menandakan bahwa Korut akan terus maju dengan uji coba meskipun dikritik," kata Hong Min dari Institut Korea untuk Unifikasi Nasional di Seoul.

Cina dukung Korea Utara?

Peluncuran hari Senin (17/01) ini dilakukan Korea Utara membuka jalur kereta barang menuju Cina yang melintasi Sungai Yalu pada hari Minggu (16/01).

Langkah tersebut dapat menandakan prospek dari dimulainya kembali hubungan perdagangan Cina-Korea Utara, yang telah terhenti selama lebih dari satu tahun karena pandemi global.

"Di tengah-tengah kesibukan peluncuran rudal, Korea Utara tampaknya telah melanjutkan kembali perdagangan lintas batas dengan Cina melalui kereta," kata Leif-Eric Easy, profesor di Universitas Ewha di Seoul.

"Saat ini menunjukkan bahwa Beijing lebih dari sekadar terlibat dengan provokasi Pyongyang. Cina mendukung Korea Utara secara ekonomi dan berkoordinasi dengannya secara militer," pungkasnya.

rap/ha (Reuters, AFP)