1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korea Selatan Jelang Pemilu Parlemen

8 April 2008

Sistem pemerintahan di Korea Selatan saat ini memberikan sedikit ruang bagi pengaruh parlemen. Perdana menteri dan para menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

https://p.dw.com/p/DeGQ
Presiden Korsel Lee Myung-bakFoto: AP

Partai-partai politik yang akan bertarung bisa dibedakan lewat warna. Hijau untuk partai oposisi terbesar, Partai Persatuan Demokrat UDP, biru untuk Partai Nasional Raya GNP dari presiden saat ini Lee Myung-bak. Ada lagi oranye, biru tua dan hijau tua. Namun jika merujuk pada haluan politik partai-partai tersebut, menjadi sulit bagi para pemilih untuk menemukan perbedaan program di balik kampanye para calon legislatif.

"Kalau dari kata-kata mereka sih gampang tertukar, saya jadi tidak yakin. Beda sekali dengan pemilu yang dulu", begitu kata seorang pejalan kaki di ibukota Seoul.

Caleg mana saja yang akan mendapat kursi di parlemen, akan ditentukan oleh 245 distrik pemilu, hari Rabu (09/04). Disamping itu, 45 anggota parlemen akan masuk ke parlemen nasional berdasarkan besarnya perolehan suara partai mereka. Mengingat dalam beberapa dekade terakhir partai-partai di Korea Selatan acap kali bergabung, mengganti nama atau justru berpisah, maka pemilih potensial sulit terbentuk.

Tambahan lagi, pencalonan seorang kandidat lebih ditentukan oleh popularitasnya daripada pandangan poltiiknya. Maka, dalam pemilihan parlemen ke 18 di Korea Selatan, Rabu (09/04), para politisi konservatif, dari partai yang berbeda-beda, akan saling berhadapan. Pada masa kampanye, fakta itu menyebabkan para kandidat jarang mengulas program mereka sendiri, tapi malah menjelek-jelekkan para saingan politiknya.

Seperti dicontohkan Ketua partai UDP Kang yang mengatakan, "Partai Hannara, GNP, harus berhenti menyalahgunakan kekuasaan. Oposisi tidak boleh dibuat bungkam."

Sistem pemerintahan di Korea Selatan saat ini memberikan sedikit ruang bagi pengaruh parlemen. Perdana menteri dan para menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Presiden juga bisa mengajukan rancangan undang-undang ke parlemen dan mencegah berlakunya sebuah RUU dengan veto. Presiden adalah figur penentu.

Lee Myung-bak menjabat sebagai Presiden Korea Selatan sejak Februari 2008. Sebagai mantan direktur utama, ia sangat paham masalah ekonomi dan konservatif. Berbeda dengan pendahulunya yang menerapkan cara damai untuk menghadapi Korea Utara, antara lain lewat apa yang disebut politik sinar matahari, Lee Myung-bak memilih sikap keras dan menuntut Pyongyang menghentikan ambisi nuklirnya secara total. Setelah itu dipenuhi barulah ia bersedia mengirim bantuan bagi negara tetangganya yang terancam bencana kelaparan itu.

Tak urung perubahan sikap ini memicu Pyongyang melontarkan serangan verbal dan ancaman militer. Boleh jadi pemerintah komunis Korea Utara mengira, cara ini akan mempengaruhi pandangan para pemilih dan akan memperkuat kembali partai UDP yang dulu berkuasa dan bersikap lebih lunak. Tetapi, di masa kampanye, sikap terhadap Korea Utara ternyata berada di urutan bawah.

"Saya mendesak anda untuk menjatuhkan vonis akhir terhadap partai yang dulu memerintah, dan untuk memilih politik baru." Demikian tuntutan seorang politisi dari GNP, partai dari Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak.

Jajak pendapat menunjukkan, GNP berpeluang besar untuk menang mutlak di parlemen. Namun, dalam jajak pendapat yang dilangsungkan seminggu menjelang pemilihan parlemen itu, baru separuh dari 37 juta lebih pemilih yang bisa menetukan siapa kandidat pilihannya. (rp)