1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi Keamanan di München

7 Februari 2009

Dunia yang bebas dari senjata nuklir. Sebuah sasaran yang utopis? Konferensi Keamanan di München dibuka di München hari Jumat (06/02).

https://p.dw.com/p/GouJ
Steinmeier, kiri, dan Wakil PM Rusia, Sergej Ivanov di München, 6 Feb.'09Foto: AP

Menteri Luar Negeri Jerman, Frank Walter Steinmeier mengimbau Amerika Serikat dan Rusia agar menggalakan kembali upaya-upaya mengurangi persenjataan dalam sambutannya. Hari pertama Konferensi Keamanan di München menyoroti pengawasan dan pengurangan persenjataan. Juga posisi Iran dan program nuklirnya juga disorot olehnya. Selain itu dibahas juga keamanan di Eropa.

Salah satu isu penting yang diangkat adalah peranan Pakta Pertahanan Atlantik, NATO di Eropa dan bagaimana langkah lanjut dalam upaya mengembangkan lembaga itu. Juga ancaman nuklir disoroti secara khusus. Bahkan disorot tajam, berbeda dengan tahun lalu yang mengesampingkan tema itu.

Ketua Badan Energi Atom Internasional, Mohammed El Baradei, melihat ancaman nuklir kian meningkat dengan semakin banyaknya negara yang mampu memproduksi senjata atom. Ia mengatakan, “Kita menghadapi fenomena baru. Banyak negara yang menilai tidak perlu tampil sebagai negara nuklir. Namun karena memiliki pengetahuan cukup, dalam beberapa bulan saja akan dapat membuat senjata nuklir sendiri. Karenanya, kita harus bertindak untuk mengatasinya dan mengingat ramalan John F Kennedy dulu, bahwa suatu saat di bumi akan ada 20 atau 30 negara nuklir.”

Iran merupakan negara yang diduga sudah memiliki tehnologi untuk memproduksi bom nuklir. Di München, Iran diwakili oleh Ketua Parlemen Ali Larijani yang menuding negara-negara Barat, menggunakan standar ganda. Ia mengeluhkan, bahwa negara seperti AS dan Israel diperbolehkan memiliki senjata nuklir. Dipihak lain, negara Muslim bahkan akan dihujani kritik apabila menjalankan program nuklir sipil guna menghasilkan energi.

Di konferensi itu Larijani menegaskan, Iran tidak ingin memiliki senjata nuklir dan akan bergeming menghadapi desakan-desakan Barat yang berstrategi “tawaran atau sanksi”. Tukasnya, "Mungkinkah Anda bisa percaya, bahwa derita yang kami alami selama ini bisa dihapus, hanya dengan gaya penyampaian yang berbeda atau sejumlah penampilan di media. Tidak, pihak Amerika harus mengakui kesalahannya dan mengubah strategi.” Kritik keras Larijani membuka peluang untuk selanjutnya membahas sejumlah topik terkait.

Menteri Luar Negeri Frank walter Steinmeier yang pekan ini sempat berkunjung ke Washington, menilai isyarat2 baru dari Gedung Putih sebagai hal yang positif: “Kesan saya, hubungan beku selama bertahun-tahun antara kedua negara itu akan berakhir. Kini pemerintah AS akan menjajaki dialog langsung dengan Iran. Saya menyambut hal ini. Dan mengimbau para pemimpin Iran untuk meraih peluang ini. Masa depan dan kemakmuran berada dalam kerjasama, juga bagi rakyat Iran.”

Dengan Barack Obama sebagai Presiden, posisi Amerika Serikat yang baru menarik perhatian peserta konferensi. Obama menawarkan pemikiran baru dalam politik keamanan dan pengurangan senjata. Juga Presiden Rusia Dmitri Medvedev menyampaikan tanggapan terhadap rencana membangun perisai anti roket di Eropa Tengah. Ia menegaskan, Rusia tak akan menempatkan roket di Kaliningrad, apabila Amerika membatalkan niatnya memasang perisai penangkal roket dan radar di Republik Ceko. Tak heran bila pidato Wakil Presiden AS, Joseph Biden hari Sabtu (07/02) dinanti-nanti oleh peserta konferensi. Apalagi biasanya Amerika Serikat mengutus Menteri Pertahanan ke pertemuan ini. (ek)