1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi Air di Singapura

25 Juni 2008

Setiap harinya 4000 orang meninggal akibat penyakit yang ditularkan melalui air. Begitu keterangan Organisasi Kesehatan Dunia,WHO sehubungan International Water Week di Singapura

https://p.dw.com/p/EQeI
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong membuka konferensiFoto: AP

Di dunia kini ada 400 juta kota di dunia. Sebelumnya, pada awal abad ke 20, hanya ada 16 juta kota. Jumlah penduduk dunia pun terus meningkat. Begitu pula orang yang bermigrasi dari pedesaan ke kota. Akhir tahun ini saja, lebih dari separuh populasi dunia bakal menetap di kawasan urban. Para peneliti memperkirakan, di tahun 2030 sekitar 80 persen penduduk akan bertempat tinggal di kota-kota.

“Bila dulu saja air yang terjamin dengan harga yang terjangkau sangat sulit disediakan, maka kecepatan perkembangan di dunia membuat tantangan ini lebih besar lagi. Semakin banyak kota dan bahkan negara yang melihat akses terhadap air sebagai kepentingan keamanan yang berpotensi konflik“, ungkap Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Long hari Selasa ketika membuka Konferensi Air. Ketika itu diingatkan, lebih dari 1 milyar orang di seluruh dunia tidak memiliki akses terhadap air minum yang bersih. Lebih dari separuhnya berada di Asia. Sementara Bank Pembangunan Asia, ADB mencatat, sedikitnya dua juta orang tak memiliki perangkat sanitasi dasar.

Meningkatnya penduduk bumi berbanding langsung dengan semakin besarnya tantangan bagi setiap tingkatan pemerintah untuk menyediakan air bersih serta pembuangan air dan sanitasi yang memadai, karenanya diperlukan penanganan segera. Situasinya sudah kritis, menurut Perdana Menteri Jepang, Yoshiro Mori salah seorang dari sekitar 500 pakar air dan menteri dari 60 negara yang berkumpul di Singapura untuk membahas jalan keluar dari masalah keterbatasan air minum.

Sebagian besar pakar air menyebutkan bahwa krisis air bersih di dunia jauh lebih serius daripada yang diperkirakan. Menurut Prodessor Andrew Benedek dari Kanada, dalam waktu dekat para petani tak akan bisa menghasilkan bahan pangan yang cukup, bila situasi tak berubah. Hanya intervensi besar-besaran dapat menghindari terjadinya kelangkaan pangan. Begitu tambahnya.

Sementara berita positif datang dari Organisasi yang melakukan konversi air laut di Arab Saudi. Fehied Al Sharef, gubernur dari Saline Water Conservation Corp mengungkapkan bahwa terobosan teknologi telah memungkinkan negara-negara untuk melakukan daur ulang air kotor dan menghilangkan kadar garam dalam air laut. Namun menurut dia, teknologi semacam ini bisa sangat mahal. Ia justru menekankan pentingnya penghematan air yang dapat dilakukan dalam rumah tangga. Al Sharef menceritakan, Arab Saudi berhasil menghemat 40% hingga 50 % air bersih dengan melakukan kampanye anti pemborosan air. Selain kampanye, berlangsung upaya nyata. Seperti menambal pipa-pipa air yang bocor, menutup keran air rapat-rapat dan tidak boros dalam penggunaan air. Ia menyebutkan, organisasinya juga membagikan alat penghemat air secara cumacuma, dan dalam kurun waktu dua minggu, aksi ini telah menunjukan hasil. Sementara itu terkait dengan masalah persediaan air ini, Feliciano Belmonte, walikota Quezon City, Filipina mengatakan, bahwa salah satu kunci utama menghadapi masalah air adalah niat politik pemerintahnya. (ek)