1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
OlahragaEropa

Klub Kecil Eropa Berserikat Imbangi Hegemoni Asosiasi ECA

1 Mei 2023

Pekan ini di Brussels, sejumlah klub sepakbola berserikat di bawah panji Union of European Clubs sebagai lembaga tandingan bagi Asosiasi Klub Eropa (ECA). Siapa saja yang terlibat dan apa yang diharapkan akan tercapai?

https://p.dw.com/p/4QkZl
Pertandingan di Bundesliga II
Pertandingan di Bundesliga IIFoto: Ralf Ibing/firo/picture alliance

Dari diskusi di forum digital, gagasan berserikat oleh 103 klub sepak bola kecil dan menengah di Eropa akhirnya menjadi kenyataan di Brussels, ibukota Belgia. Misi Union of European Clubs (UEC) adalah menjadi penyeimbang terhadap Asosiasi Klub Eropa (ECA) yang dituduh didominasi klub kaya.

Dalam keterangan persnya, UEC mengklaim didirikan "untuk memberikan suara bagi 92 persen klub-klub sepak bola profesional,” yang selama ini dikucilkan dari pembuatan keputusan penting.

"Minimnya perwakilan klub-klub non-elit secara institusional menyebabkan kemunduran dalam sepak bola, hanya menguntungkan klub-klub elit dan melukai jantung sepak bola,” tulis UEC dalam keterangan persnya.

"Eropa punya lebih dari 1.500 klub sepak bola profesional. Sebagian besar tidak terwakili di tingkat internasional, atau punya perwakilan di institusi penting seperti UEFA atau Uni Eropa. Dengan memberikan suara bagi seluruh klub di Eropa, UEC berniat membantu menciptakan ekosistem sepak bola yang adil dan berkelanjutan.”

Saat ini, cuma ECA yang diakui mewakili kepentingan klub-klub profesional. Lembaga yang diketuai pemilik Paris Saint-Germain, Nasser al-Khelaifi, itu didominasi oleh sekelompok klub terbesar, termasuk 12 klub yang mendorong pembentukan Liga Super Eropa yang kontroversial pada 2021 silam.

Kekuatan penyeimbang

"Sangat penting bagi klub kecil dan menengah untuk mendapat suara,” kata pendiri UEC, Dennis Gudasic, Direktur Eksekutif Lokomotiva FC di Zagreb, Kroasia. "Selama beberapa dekade terakhir, sepak bola semakin menjadi permainan bagi kaum elit.”

Menurutnya, UEC "mengisi kevakuman besar dan akan mewakili kepentingan klub-klub yang justru menjadi pondasi sepak bola Eropa.”

Shakhtar Donetsk termasuk yang paling lantang bersuara, usai mendapat sanksi FIFA berupa pembekuan kontrak pemain dan pelatih menyusul invasi Rusia di Ukraina. Manajemen klub mengklaim sanksi tersebut menciptakan kerugian senilai 40 juta Euro dalam bentuk nilai transfer.

"Saya yakin, organisasi ini akan membantu klub kecil dan menengah, serta menyatukan suara mereka,” kata Direktur UEC, Sergei Palkin, kepada The Athletic. "Saya merasa, saat ini perhatian hanya diberikan kepada 25 klub terbesar.”

"Tapi tanpa klub-klub kecil, tidak akan ada sepak bola. Tanpa kami, olah raga ini akan pupus.”

Termasuk yang mendukung pembentukan UEC adalah klub-klub Liga Inggris, Crystal Palace, Watford, Aston Villa, Brentford dan Brighton. Adapun klub Bundesliga Jerman yang bergabung adalah Borussia Mönchengladbach, VfB Stuttgart, Werder Bremen dan VfL Bochum. La Liga Spanyol sejauh ini baru diwakili satu klub, yakni FC Sevilla. 

Cibiran ECA

Presiden La Liga, Javier Tebas, menyoroti kritis kinerja ECA yang menurutnya digerakkan oleh kepentingan bisnis. 

"Liga Super digagas untuk merestrukturisasi sepak bola, tapi ada juga lembaga lain dengan niat sama, yakni ECA,” kata dia di Brussels. "Jika klub-klub lain tidak bereaksi, kita akan menghadapi bencana bagi liga-liga nasional.”

Pembentukan UEC direspons oleh ECA dengan menambah jumlah keanggotaan menjadi 330 klub, termasuk 140 "anggota biasa”, serta 190 "asosiasi” dengan hak terbatas. Dengan cara itu, ECA ingin mengurangi daya tarik UEC bagi klub-klub Eropa.

Presiden ECA, al-Khelaifi, sebaliknya mengaku "tidak mendengar banyak” tentang UEC, dan bersikeras bahwa organisasinya merupakan "satu-satunya perwakilan klub yang diakui UEFA atau FIFA.”

Direktur Eksekutif ECA, Charlie Marshall, mengomentari pembentukan UEC dengan nada ironi. "Menyenangkan bisa melihat Crystal Palace, sebuah klub dengan pemasukan yang 200 kali lipat lebih besar ketimbang pendapatan rata-rata klub di Liga Kroasia, berusaha keras untuk menutup ketimpangan antara klub terkaya dan termiskin di Eropa.”

rzn/as