1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kinerja anggota DPR / Bencana Bohorok / Serangan Bom di Riyadh

11 November 2003
https://p.dw.com/p/CPTh

Tinjauan pers Indonesia menyoroti Kinerja anggota DPR, bencana Bohorok, dan serangan bom di Riyadh. Kemalasan anggota DPR menghadiri persidangan kembali jadi sorotan. Dalam Sidang Paripurna membahas RAPBN hari Senin, banyak kursi yang kosong. Walaupun dibuku absen ternyata tercatat lebih dari 280 anggota parlemen mengikuti rapat paripurna. Harian Republika berkomentar:

Berdasarkan yang tercatat di buku, absensi total kehadiran anggota 282 orang, hanya separo lebih sedikit dari jumlah anggota DPR. Tetapi 282 orang itupun hanya yang tercatat di buku absen, di ruangan sendiri, hanya beberapa gelintir anggota DPR. Kondisi seperti ini memang bukan yang pertama kali. Bahkan sudah menjadi tradisi bahwa pada setiap sidang paripurna jumlah anggota DPR yang ikut sidang sangat terbatas. Sangat disayangkan perilaku wakil rakyat yang seperti ini.
Biasanya, anggota DPR rajin datang dan selalu duduk di tempat duduknya, jika persoalannya menyangkut kekuasaan yang berhubungan dengan partai masing-masing. Jika tidak, maka jangan harap mereka hadir dan duduk sampai berakhirnya rapat. Jika persoalan yang dibahas adalah menyangkut nasib bangsa dan rakyat secara keseluruhan, sidang paripurna kemarin menjadi bukti.
Mereka tidak peduli dengan anggaran. Mereka tidak peduli nasib rakyat.
Selain itu, melompongnya peserta sidang mencerminkan bahwa rasa saling menghormati antara legislatif dan eksekutif kurang. Menteri Keuangan datang lengkap dengan timnya, untuk mendengarkan pandangan fraksi tentang RUU RAPBN 2004 dan Nota Keuangan, sementara tuan rumahnya sendiri ogah-ogahan.

Sorotan berikutnya: bencana banjir Bohorok di Sumatera Utara. Bencana itu menelan korban tewas 134 jiwa. Lebih dari 100 orang dinyatakan hilang. Diskusi dan analisis segera bermunculan tentang latar belakang, sebab, dan pemicu bencana itu. Tapi ini semua tampaknya tidak akan sampai pada rumusan kebijakan baru. Harian Kompas menyimpulkan, bencana Bohorok akan cepat dilupakan, sebagaimana bencana-bencana sebelumnya. Selanjutnya Kompas menulis:

Bencana dan kecelakaan silih berganti. Setiap bencana dan kecelakaan baru menyita perhatian baru, mendesak ke belakang perhatian, tindak lanjut, dan solusi terhadap bencana dan kecelakaan sebelumnya. Sebagai contoh beberapa bencana dan kecelakaan. Banjir yang menimpa Jakarta tahun 2002. Amat ramai waktu itu analisis dan wacana tentang latar belakang, penyebab, dan pemicu banjir besar itu. Seberapa jauh telah dipelajari dan dianalisis latar belakang, penyebab, dan pemicunya? Seberapa jauh telah disiapkan rencana solusi, misalnya untuk menghadapi musim hujan tahun ini? Menjelang musim hujan ini, yang lebih diramaikan di ibu kota adalah penggusuran.
Menyusul kemudian, Oktober 2003, kecelakaan lalu lintas yang menimpa rombongan wisata studi pelajar.
Mengenaskan, penumpang bus, terbesar jumlahnya pelajar, tewas karena hangus, tidak bisa keluar dari bus, yang terbakar habis setelah bertabrakan. Serentak diteriakkan agar sopir dan kernet yang bertanggung jawab dihukum.
Agar sosok jalan lokal yang berbahaya diperbaiki. Agar kir kendaraan umum diperkeras.
Sebagai bangsa, kita bersama masih perlu belajar mengambil jarak, mempersiapkan solusi, menindaklanjuti solusi, serta melakukan kontrol dan koreksi. Dalam kaitan itu, dari ketiga bencana dan kecelakaan di atas, banjir Jakarta, kecelakaan Situbondo, dan banjir bandang Bohorok, seberapa jauh pengalaman dan pelajaran kita ambil?

Sorotan terakhir, teror bom di Riyadh. Serangan bom bunuh diri hari Minggu menewaskan sedikitnya 17 orang, diantaranya anak-anak. Lebih dari 120 korban cidera, umumnya warga Arab. Harian Sinar Harapan menulis:

Berbagai analisis menyebutkan, aksi-aksi tersebut dilancarkan oleh kelompok teroris Al-Qaeda untuk menjatuhkan dinasti Al-Saud, yang saat ini berkuasa di kerajaan tersebut. Karena mereka dinilai sudah menjadi antek Amerika Serikat. Kalau analisis itu benar demikian, maka peluang akan terjadinya serangan-serangan lain yang lebih besar sangat mungkin, karena tujuannya adalah menjatuhkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa.
Akhir-akhir ini aparat keamanan Arab Saudi kerap melakukan penggerebekan terhadap pihak-pihak yang dianggap sebagai ekstremis dan militan. Terutama setelah aksi pengeboman beruntun di Mekah pada Mei lalu, dengan korban tewas 23 orang. Kekerasan dan teror di Arab Saudi bersamaan dengan makin kuatnya desakan, agar penguasa melakukan reformasi di bidang politik. Hal ini antara lain dinyatakan oleh lebih dari 300 kaum intelektual negeri itu, yang menyampaikan petisi minta reformasi politik pada September 2003.
Pemerintah pun bukannya tidak merespons, Oktober lalu untuk pertama kali di negara itu dilangsungkan konferensi bertajuk hak-hak asasi manusia. Pada kesempatan itu, pemerintah juga mengumumkan akan diadakan pemilihan umum lokal di 14 kota pada tahun ini. Namun, janji-janji ini tidak cukup, desakan untuk reformasi politik tetap terjadi.