1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKorea Selatan

Kemenangan Oposisi di Korsel Sudutkan Presiden Yoon

11 April 2024

Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, semakin terisolasi menyusul kekalahan telak partai konservatif dalam pemilu legislatif. Selain ditinggal sekutu terdekat, dia kini menyaksikan kembalinya rival lama ke panggung kekuasaan.

https://p.dw.com/p/4eeJU
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeolFoto: picture alliance / ASSOCIATED PRESS

Dalam pemilihan legislatif pada hari Rabu (10/4), partai oposisi liberal Korea Selatan mendulang suara mayoritas dan mengakhiri dominasi partai konservatif di bawah Presiden Yoon Suk-yeol.

Kekalahan itu menyulut gelombang pengunduran diri pejabat tinggi di Seoul. Setelah Ketua Umum PPP, Han Dong-hoon, mengumumkan pengunduran diri, kini giliran Perdana Menteri Han Duck-soo yang menawarkan diri untuk lengser, lapor kantor berita Korsel, KBS, dan Yonhap, Kamis (11/4).

Sejumlah penasehat utama presiden dan staf istana negara juga dikabarkan sudah mengajukan permintaan serupa. Belum jelas apakah Presiden Yoon menerima tawaran tersebut. Di Seoul, hanya anggota Biro Keamanan Nasional saja yang tidak diperbolehkan meletakkan jabatannya secara mendadak.

Menurut hasil rekapitulasi komisi pemilihan umum, Partai Demokrat mengamankan 175 dari 300 kursi atau mayoritas mutlak di parlemen. Sementara Partai Kekuatan Rakyat, PPP, dan partai koalisinya hanya menguasai 108 kursi. Tingkat partisipasi dikabarkan sebesar 67 persen, yang tertinggi dalam sejarah 32 tahun pemilihan umum di Korea Selatan.

Pemimpin Oposisi Korea Selatan Ditikam di Leher

Presiden Yoon hadapi kebuntuan

Menurut kepala staf kepresidenan, Yoon telah "menerima kekalahan dengan rendah hati" dan berjanji akan mereformasi pemerintahannya.

Ketua Umum DP, Lee Jae-myung, mengatakan prioritas negara adalah menghalau krisis ekonomi. "Partai pemerintah dan oposisi kini harus menyatukan kekuatan untuk melewati krisis kehidupan ekonomi konsumen," kata dia.

Pencoblosan kali ini dipandang oleh beberapa analis sebagai referendum terhadap pemerintahan Yoon, yang popularitasnya merosot di tengah krisis biaya hidup dan maraknya skandal politik.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Yoon, yang mulai menjabat pada Mei 2022, akan menghadapi banyak rintangan untuk bisa meloloskan legislasi baru. Kebuntuan itu tidak memudahkannya memulihkan rating yang anjlok selama beberapa bulan terakhir. Dia dianggap gagal melaksanakan janji memotong pajak, melonggarkan regulasi dan menambah program bantuan keluarga di negara yang demografinya paling cepat menua di dunia.

Dominasi oposisi di parlemen akan melanjutkan kebuntuan di Seoul. Yoon berselisih dengan Partai Demokrat di ragam legislasi, seperti kelonggaran pajak untuk pelaku usaha dan pajak saham di lantai bursa, menurut para analis.

Tekanan ekonomi

Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Nasional Incheon, Lee Jun-han mengatakan, pemungutan suara pada hari Rabu memiliki semua karakteristik pemilu paruh waktu, dengan para pemilih menyampaikan pesan bahwa kebijakan ekonomi pemerintah gagal.

"Dengan oposisi yang memperoleh hampir 190 kursi atau lebih, saya pikir rintangan legislasi, pembahasan anggaran dan administrasi negara akan terus berlanjut di masa depan," kata Lee.

Korsel Gelar Parade Militer

Analis Kim Young-hwan dari NH Investment & Securities berpandangan serupa. Menurutnya,  "ekspektasi pasti lebih rendah" untuk menjalankan program Yoon demi meningkatkan nilai saham korporasi di Korsel yang cendrung merosot ketimbang kompetitor global.

Beberapa saham perusahaan dalam negeri menguat didorong optimisme kepada Program Peningkatan Nilai Perusahaan yang dicanangkan pemerintah untuk sektor jasa keuangan dan industri otomotif. Harapan menyusut karena partai oposisi DP berpeluang menolak pemotongan pajak bagi perusahaan dan pelaku investasi.

Kembalinya rival lama ke tatanan kekuasaan

Pemilu kali ini juga menandai kembalinya musuh politik Yoon ke panggung kekuasaan. Di antaranya adalah bekas Menteri Kehakiman Cho Kuk yang dikenal menyimpan dendam pribadi terhadap Yoon, serta bekas Ketum PPP Lee Jun-seok, yang didepak dalam sebuah perseteruan internal. Sang presiden juga harus berhadapan dengan Choo Mi-ae, bekas menteri kehakiman yang pernah bertengkar dengan Yoon saat dia menjabat jaksa agung.

Meski kalah pemilu, Yoon kemungkinan besar terhindar dari mayoritas super alias penguasaan dua pertiga kursi oposisi di parlemen, yang dapat memveto keputusan presiden dan meloloskan amandemen konstitusi.

"Namun begitu, Yoon akan menjadi 'bebek lumpuh' di sisa dua tahun masa jabatannya," kata Mason Richey, profesor di Hankuk University of Foreign Studies. "Mengingat kekuasaannya yang lemah, godaan bagi Yoon adalah mengalihkan fokus kepada kebijakan luar negeri, di mana dia masih memiliki kekuasaan penuh,” kata Richey.

rzn/as (rtr,dpa,ap)