1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PendidikanCina

Keluarga Cina Pindah ke Thailand demi Pendidikan Anak

10 September 2024

Beberapa keluarga Cina berbondong-bondong ke Thailand demi sekolah-sekolah internasional berkualitas dengan gaya hidup yang lebih 'santai'.

https://p.dw.com/p/4kRaJ
Seorang ibu asal Cina, Jiang Wenhui (kiri) merekam putranya, Rodney Feng, yang sedang bermain gitar akustik di Chiang Mai, Thailand
Migran dari Cina yang menetap di ThailandFoto: Sakchai Lalit/AP Photo/picture alliance

Kompetisi dimulai sejak kelas dua SD untuk putra DJ Wang. William yang berusia delapan tahun terdaftar di sebuah sekolah dasar terbaik di Wuhan, sebuah ibu kota provinsi di Cina tengah. Meskipun taman kanak-kanak dan kelas satu relatif tanpa beban, tapi tugas pekerjaan rumah mulai menumpuk di kelas dua.

Di kelas tiga, putranya sering menyelesaikan pekerjaan rumahnya sekitar tengah malam.

"Anda berubah dari yang tadinya bepergian dengan ringan menjadi membawa beban yang sangat berat," kata Wang.

"Perubahan yang tiba-tiba itu, sangat sulit untuk ditanggung," tambahnya.

Wang, yang sering bepergian ke Chiang Mai di Thailand utara untuk pekerjaannya di bidang pariwisata, memutuskan untuk pindah dan membawa serta keluarganya ke kota yang terletak di kaki gunung.

Keluarga ini termasuk di antara gelombang keluarga Cina yang berbondong-bondong pindah ke Thailand karena sekolah-sekolah internasionalnya yang berkualitas, tetapi tetap bisa memiliki gaya hidup yang lebih santai. Meskipun tidak ada catatan yang melacak berapa banyak yang pindah ke luar negeri untuk pendidikan, mereka bergabung dengan ekspatriat Cina lainnya yang meninggalkan negara itu. Mulai dari pengusaha kaya yang pindah ke Jepang untuk melindungi kekayaan mereka, aktivis yang tidak puas dengan sistem politik, hingga anak muda yang ingin keluar dari budaya kerja yang sangat kompetitif di Cina, setidaknya untuk sementara waktu.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Biaya sekolah di Thailand lebih murah daripada di Cina

Jenson Zhang, yang menjalankan sebuah konsultan pendidikan, Vision Education, bagi para orang tua Cina yang ingin pindah ke Asia Tenggara, mengatakan bahwa banyak keluarga kelas menengah yang memilih Thailand karena biaya sekolahnya lebih murah daripada sekolah swasta di kota-kota seperti Beijing dan Shanghai.

"Asia Tenggara, mudah dijangkau, visanya mudah, dan lingkungannya secara keseluruhan, serta sikap masyarakat terhadap orang Cina membuat orang tua Cina merasa lebih aman," kata Zhang.

Sebuah survei pada tahun 2023 oleh perusahaan pendidikan swasta New Oriental menemukan bahwa keluarga Cina juga semakin mempertimbangkan Singapura dan Jepang untuk studi luar negeri bagi anak-anak mereka. Namun, biaya pendidikan dan biaya hidup di sana jauh lebih tinggi daripada di Thailand.

Ibu asal Cina, Du Xuan (kiri) menjemput putrinya, May Yu (tengah), dan Annie Yu, dari sekolah di Chiang Mai, Thailand
Migran dari Cina yang pindah ke Thailand demi pendidikan anak.Foto: Sakchai Lalit/AP Photo/picture alliance

Di Thailand, Chiang Mai, kota yang tenang dan santai sering menjadi pilihan utama. Pilihan lain termasuk Pattaya dan Phuket, keduanya merupakan resor pantai yang popular. Bangkok pun termasuk, meskipun ibukota biasanya lebih mahal.

Tren ini telah berlangsung selama sekitar satu dekade, tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat.

Lanna International School, salah satu sekolah yang lebih selektif di Chiang Mai, mengalami puncak minat pada tahun ajaran 2022-2023, dengan jumlah peminat yang meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya.

"Para orang tua benar-benar terburu-buru, mereka ingin segera berpindah ke lingkungan sekolah yang baru karena adanya pembatasan akibat pandemi," kata Grace Hu, petugas penerimaan siswa baru di Lanna International, yang tugasnya membantu para orang tua Cina melewati proses pendaftaran.

Du Xuan dari Vision Education mengatakan bahwa orang tua yang datang ke Chiang Mai terbagi menjadi dua jenis: Mereka yang sudah merencanakan sebelumnya pendidikan apa yang mereka inginkan untuk anak-anak mereka, dan mereka yang mengalami kesulitan dengan sistem pendidikan Cina yang kompetitif. Mayoritas berasal dari kelompok kedua.

 

Orang tua Cina rela berkorban demi pendidikan anak yang berkualitas

Dalam masyarakat Cina, banyak yang menghargai pendidikan sampai-sampai ada orang tua yang rela berhenti bekerja dan menyewa apartemen di dekat sekolah anak mereka untuk memasak dan bersih-bersih, serta memastikan kehidupan mereka berjalan lancar. Tujuannya adalah keunggulan akademis sang anak yang sering kali harus mengorbankan kehidupan orang tua itu sendiri.

Di Cina, siswa menghabiskan waktu belajar berjam-jam agar bisa berhasil dalam ujian. Selain itu, orang tua harus mengeluarkan uang untuk menyewa tutor agar anak-anak mereka memiliki keunggulan ekstra di sekolah.

Kekuatan pendorong di balik itu semua adalah angka. Di negara berpenduduk 1,4 miliar orang ini, kesuksesan ditandai dengan kelulusan dari perguruan tinggi yang bagus dan berkualitas. Dengan jumlah kursi yang terbatas, peringkat kelas dan nilai ujian menjadi sangat penting, terutama pada ujian masuk perguruan tinggi.

Di Chiang Mai, terbebas dari penekanan Cina pada hafalan dan jam kerja, siswa memiliki waktu untuk mengembangkan hobi.

Jiang Wenhui pindah dari Shanghai ke Chiang Mai pada musim panas lalu. Di Cina, katanya, dia telah menerima bahwa putranya, Rodney, akan mendapatkan nilai rata-rata. Namun, ia tidak dapat menahan diri untuk tidak berpikir dua kali tentang keputusannya untuk pindah mengingat betapa kompetitifnya setiap keluarga lainnya.

Di Thailand, anak-anak bisa belajar dan memiliki hobi

Di Cina, energinya dicurahkan untuk membantu Rodney mengikuti pelajaran di sekolah, mengantar-jemputnya ke tempat les dan menjaganya agar tetap mengikuti pelajaran, mendorongnya di setiap langkah.

Di Thailand, Rodney, yang akan memulai kelas 8, bisa punya waktu mempelajari gitar akustik dan piano, serta membawa buku catatan untuk mempelajari kosakata bahasa Inggris yang baru.

"Dia meminta saya untuk menambahkan satu jam les bahasa Inggris. Saya pikir jadwalnya terlalu padat, dan dia berkata kepada saya, dia ingin mencoba dan melihat apakah boleh," kata Jiang.

Wang mengatakan bahwa putranya, William, yang kini berusia 14 tahun dan akan memasuki sekolah menengah atas, menyelesaikan pekerjaan rumahnya sebelum tengah malam dan mampu mengembangkan minat di luar sekolah. Wang juga telah mengubah cara pandangnya tentang pendidikan.

"Di sini, jika dia mendapat nilai jelek, saya tidak terlalu memikirkannya, Anda hanya perlu mengusahakannya. Apakah jika dia mendapat nilai jelek, dia tidak akan bisa menjadi orang dewasa yang sukses? Menurut saya tidak," tutup Jiang.

mel/yf (AP)