1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kekhawatiran AS terhadap ancaman terorisme

3 Agustus 2004
https://p.dw.com/p/CPRO

Pemerintah AS meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme . Tindakan itu diambil berdasarkan informasi dinas intelijen yang secara mendetil memaparkan rencana penyerangan kelompok Al Qaeda terhadap lembaga-lembaga keuangan di New York, Newark, dan Washington. Target rencana serangan yang disebut dalam laporan intelijen itu antara lain markas Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Washington, gedung Bursa Saham di New York, serta institusi keuangan di Newark.

Kami kutip komentar harian Jerman Süddeutsche Zeitung mengenai kekhawatiran AS terhadap serangan teror atas sentra-sentra keuangannya:

Serangan Al Qaeda terhadap pusat-pusat perekonomian telah mencatat beberapa sukses. Al Qaeda membuat bangkrut sejumlah perusahaan penerbangan , mempersulit perdagangan karena semakin ketatnya pemeriksaan dan pengawasan di perbatasan , pelabuhan dan bandar udara. Namun Al Qaeda sampai sekarang belum berhasil mencapai targetnya, yakni melumpuhkan perekonomian AS. Sebaliknya, perekonomian AS tumbuh terus , bahkan angka rekor dalam defisit anggaran belanjanya tidak mengoyahkan posisinya di dunia.

Surat kabar Weser Kurier di Berlin menanggapi kekhawatiran AS terhadap serangan teror dan mencatat:

Bahwa sampai sekarang belum terjadi serangan teror baru di AS, bukanlah karena kewaspadaan badan-badan intelijen, melainkan terlebih karena norma yang dijadikan tolok ukur bagi Al Qaeda sendiri. Setiap serangan yang kalah hebat dengan serangan 11 September, dianggapnya sebagai kelemahan. Perang di Afganistan untuk sementara menghentikan aksi teror berdarah. Namun sejak kehadiran AS di Irak, para pengilkut Osama bin Laden tidak hanya punya target baru , melainkan juga punya lebih banyak ruang gerak. Peringatan Tom Ridge menggarisbawahi bahwa Al Qaida membuat rencana besar berjangka panjang . Sudah saatnya, Washington menentukan prioritas yang tepat.

Namun harian Austria Kurier berpendapat, kekhawatiran terhadap ancaman serangan teror merupakan bagian dalam program kampanye pemilihan presiden AS:

Fakta adalah, sejak trauma 11 September 2001, perang anti-teror dan keamanan nasional merupakan masalah utama bagi warga AS. John Kerry dalam kongres partai di Boston juga menegaskan, masalah itu akan dijadikan tema dalam kampanye pemilihan. Namun bagi Kerry masalahnya, ancaman yang konkret, atau bila benar terjadi serangan teroris , maka secara politis yang diuntungkan adalah presiden sekarang, sesuai motto, janganlah menggantikan nakhoda kapal bila sedang diserang badai.

Juga harian Swis Basler Zeitung mengkaitkan peringatan ancaman serangan teror di AS dengan kampanye pemilihan presiden:

Mengingat persaingan ketat antara Kerry dan Bush masing-masing pihak harus siap menghadapi keadaan tidak terduga. Serangan teror dapat mengubah dinamika politik , seperti juga penangkapan Osama bin laden, atau bila terjadi kekacauan hebat di Irak. Para kandidat tidak dapat mengatur keadaan. Karena dalam kampanye pemilu tema besar belum ada, dan karena kedua kubu bermotivasi tinggi dan nyaris berbobot sama, faktok X-lah yang akan menentukan pemilihan presiden. Dan dari para warga AS diharapkan dapat mengambil keputusan politik tanpa histeri, juga dalam keadaan penuh ketegangan .

Dan harian Italia La Repubblica dalam tajuknya mengomentari reformasi dinas intelijen sebagai senjata dalam kampanye pemilu:

CIA harus menyerahkan wewenangnya kepada seorang direktur intelijen baru yang akan menjadi mitra bicara utama Gedung Putih dalam soal penangkisan spionase dan sebagai koordinator semua badan intelijen. Selama kongres partai demokrat di Boston, Bush memang tidak mau menonjolkan diri, karena tidak ingin melemparkan isyu bagi propagandanya John Kerry. Kini Bush berniat untuk tidak membuang waktu di bulan Agustus dan dalam perang anti teror tidak akan memperlihatkan sikap lunak kepada lawannya.