1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KebrutalanTentara Inggris di Irak

13 Februari 2006

Penayangan video aksi penyiksaan remaja Irak oleh tentara Inggris, menjadi tema utama komentar sejumlah harian Eropa. Brutalitas ibaratnya sudah menjadi keseharian di Irak.

https://p.dw.com/p/CPLI
Pasukan Inggris di Irak
Pasukan Inggris di IrakFoto: AP

Setelah skandal penyiksaan tahanan di penjara Abu Ghraib, kini muncul rekaman video penyiksaan remaja Irak. Kerasnya situasi di Irak, bukan merupakan alasan pembenaran bagi kebrutalan. Demikian komentar harian Inggris The Times yang terbit di London. Lebih lanjut harian ini menulis:

Aspek yang paling memicu kemarahan adalah, delapan orang tersangka tentara Inggris, menunjukan niat jahatnya dalam menyiksa tiga remaja Irak yang tidak bersenjata. Pukulan tinju ke kepala, tendangan dan pukulan dengan pentungan, tidak dilakukan dalam kondisi perang. Tidak ada yang memiliki pandangan, bahwa bertugas di Irak adalah enak dan mudah, tanpa tantangan ekstrim bagi badan dan jiwa. Tapi situasi keras itu, bukan alasan untuk memaafkan aksi brutal. Barang siapa sekarang ini bertugas dalam pasukan pendudukan Irak, demi reputasi tentara Inggris, kelihatannya harus secepatnya belajar lagi mengenai keadilan.

Harian Spanyol El Periodico yang terbit di Barcelona menulis komentar, orang-orang yang sadis bertugas dalam pasukan gabungan pendudukan Irak:

Rekaman videonya sudah cukup memuakan. Akan tetapi, yang lebih menjijikan lagi adalah teriakan serdadu yang membuat filmnya, yang memberikan semangat kepada rekannya untuk terus melakukan penyiksaan. Tidak diragukan lagi, mereka adalah orang-orang sadis. Namun mereka juga mewakili citra pasukan pendudukan Irak secara keseluruhan. Era sesudah perang di Irak, merupakan cerminan dari usaha mengeksport demokrasi, dengan menggunakan kekerasan bersenjata.

Harian Inggris lainnya The Guardian yang terbit di London berkomentar, setelah tayangan video penyiksaan, harus secepatnya dijatuhkan hukuman:

Gambar video tsb, dengan cepat menyebar di negara-negara Arab dan dunia Islam. Sebuah pasal tambahan yang kelam dalam katalog kekerasan, yang dipandang banyak orang, sebagai kecaman terhadap politik barat di kawasan tsb. Tentara Inggris yang memakai helm dan seragam tempur, terlihat tidak ada bedanya dengan tentara Amerika Serikat di Fallujah atau tentara Israel di Jalur Gaza. Hukuman bagi para penanggung jawab aksi penyiksaan itu, harus segera dijatuhkan. Hukumannya harus berat dan menjadi contoh agar aksi serupa tidak terulang.

Tema lainnya yang juga disoroti harian-harian Eropa, adalah undangan kontroversial dari pemerintah di Moskow terhadap pimpinan Hamas yang menang pemilu perlemen Palestina. Harian Rusia, Iswestija yang terbit di Moskow menulis komentar, pimpinan Hamas dan tokoh bermasalah lainnya, hanya ingin memanfaatkan Rusia. Lebih lanjut harian ini menulis:

Pimpinan Hamas boleh berkunjung ke Kremlin, dan berterima kasih untuk tindakan Moskow meruntuhkan blokade diplomatik. Akan tetapi, mereka tidak akan melakukan perundingan dengan Rusia, mengenai persyaratan bagi pemecahan masalah Timur Tengah. Palestina akan melakukan perundingan dengan Amerika atau Eropa, karena merekalah yang siap membiayai proses perdamaian. Sejak bertahun-tahun, Rusia selalu terjebak siasat yang serupa. Para penguasa yang diisolasi dunia internasional, seperti Slobodan Milosevic, Saddam Hussein, Kim Jong Il atau Mahmud Ahmadinejad, dalam permainan dengan barat, selalu mencabut kartu truf Rusia, tanpa sekalipun pihak Rusia mendapat imbalannya. Jika tercapai kesepakatan, tetap saja Amerika yang kembali dianggap berjasa besar.

Harian Hongaria Nepszabadsag yang terbit di Budapest menulis komentar, Rusia harus memanfaatkan peluang dalam konflik Timur Tengah:

Kelihatannya Putin menunjukan kebodohannya, bermain mata dengan kelompok Islam. Sebetulnya tidak begitu. Putin memandang jauh ke depan. Ia hendak merebut peranan pimpinan di dalam kuartet Timur Tengah, yang terdiri dari AS, Uni Eropa, PBB dan Rusia. Prinsipnya, bukan berunding dengan siapa, tapi mengenai masalah apa? Semua harus mengetahui, upaya mendesak pengaruh Rusia dari Timur Tengah, yang dianggap merupakan realitas yang harus diterima setelah bubarnya Uni Sovyet, dalam jalannya sejarah terbukti merupakan kesalahan besar.