1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kaum Muda Iran Sambut Dingin Pemilihan Umum

Shabnam von Hein
21 Februari 2020

Pengamat memprediksi tingkat partisipasi para pemuda dalam pemilihan umum Iran yang berlangsung pada hari Jumat (21/02) akan rendah.

https://p.dw.com/p/3Y497
Kaum Muda - Iran
Foto: picture-alliance/Zuma Press/R. Fouladi

Banyak orang yang menginginkan perubahan, tetapi lemahnya kekuatan institusi terpilih di Republik Islam ini begitu nyata dalam beberapa tahun belakangan. Para pemilih pun merasa kecewa dan frustasi.

Sebagian besar dari 58 juta warga Iran yang berhak memilih diperkirakan tidak akan mempergunakan hak mereka dalam pemilihan parlemen, Jumat (21/02). Bahkan, menurut survei yang dilakukan oleh Institut Penelitian Sosial, Universitas Teheran, pada awal Februari ini, satu dari empat orang yang berhak memilih di Teheran menyatakan tidak ingin memberikan suara.

Mohammad Sadeq Dschawadi Hesar juga memperkirakan jumlah pemilih kali ini akan lebih rendah. Hesar adalah anggota Partai Etemade Meli (National Trust) yang berorientasi reformasi.

"Orang-orang muda, mahasiswa dan akademisi selalu jadi mesin pemilu di Iran. Namun sekarang mereka kecewa dengan janji-janji kosong, mereka frustrasi, terutama karena mereka belum melihat jalan keluar yang masuk akal atas krisis selama dua tahun belakangan ini," kata Hesar dalam percakapan telepon dengan Deutsche Welle.

Rasa frustasi dan kecewa juga diungkapkan oleh para aktivis perempuan di Iran. "Siapa pun yang pergi ke tempat pemungutan suara (berarti) mengonfirmasi kejahatan rezim," tulis dua belas tahanan politik dalam surat terbuka untuk semua warga Iran dari bagian perempuan di penjara Evin yang terkenal kejam di Teheran. Mengingat penanganan brutal terhadap para demonstran selama dua tahun terakhir, mereka pun mendukung boikot pemilu.

Parlemen ompong

Secara teori, parlemen Iran memiliki kekuatan perundangan dan anggaran, tetapi tidak dapat mengabaikan kehendak pimpinan agama.

Kekuatan kaum reformis telah berhasil dengan baik pada pemilu Iran tahun 2016. Namun dengan kian memburuknya krisis ekonomi di negara itu, kekecewaan publik semakin intens dan berkembang menjadi krisis nasional.

Rakyat yang putus asa dan kemudian melakukan protes di jalan-jalan menghadapi kebrutalan aparat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini bisa dilihat pada peristiwa November 2019 setelah dewan yang ditunjuk oleh pemimpin agama memotong subsidi energi tanpa memberitahu parlemen.

Iran | Belasungkawa
Rakyat Iran memprotes dan berduka atas penembakan pesawat Ukraina pada 8 Januari 2020.Foto: ISNA

Dua hari setelahnya terjadi demonstrasi besar-besaran yang membuat pemerintah mematikan sambungan internet di Iran. Dunia pun disuguhkan pemberitaan terkait aksi aparat memukul mundur para demonstran dengan penuh kekerasan. Bagi para pemilih, ini berarti represi dari pihak yang berkuasa. Selain itu, parlemen pun dianggap hanya menjadi penonton.

Sama juga dengan penembakan pesawat penumpang Ukraina tidak lama setelah lepas landas di Teheran pada 8 Januari lalu. Tidak seorang pun di parlemen yang berani bertanya kepada mereka yang bertanggung jawab, bagaimana tragedi ini bisa terjadi?

Kaum konservatif manfaatkan situasi

"Orang-orang Iran merasa bahwa lembaga terpilih, baik parlemen maupun presiden, tidak punya apa pun untuk dilaporkan," kata ilmuwan politik Sadegh Zibakalam dari Teheran. "Semua keputusan penting dibuat tanpa melibatkan mereka."

"Banyak pemilih sekarang bertanya-tanya mengapa mereka harus memilih? Para pemilih yang kecewa ini adalah orang-orang yang dimobilisasi oleh janji-janji para reformis," ujar Zibakalam. "Tetapi ada juga bagian dari masyarakat yang loyal pada sistem politik dan selalu memberikan suara, terutama untuk para kandidat konservatif."

Pada pemilu tahun ini, hampir 9.000 kandidat didiskualifikasi dari pemilu, termasuk 92 anggota parlemen yang berkuasa yang sebagian besar adalah politisi berwawasan reformasi.

Ada sebanyak 7.150 kandidat akan berlaga dalam pemilu, kebanyakan dari mereka masih muda dan belum berpengalaman. Para kandidat ini punya satu kesamaan: kesetiaan mutlak mereka kepada Ayatollah Khamenei. Mereka akan bertarung memperebutkan 290 kursi di parlemen Iran. Kekalahan kaum reformis tampaknya tidak bisa dihindari.

(ae/rap)