1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Kasus Corona di Jakarta Flat Karena Tes Terbatas?

Detik News
28 April 2020

Epidemiolog UI, Pandu Riono, mengatakan tinggi dan rendahnya suatu kasus COVID-19 didasari atas kapasitas tes yang diperiksa. Sementara IDI sebut pemerintah terlalu dini menilai kasus COVID-19 di Jakarta telah melambat.

https://p.dw.com/p/3bUqX
Jakarta Kampung Melayu
Foto: DW/ J. Aba

Pemerintah menyebut kasus Corona atau Covid-19 di DKI Jakarta flat. Jika melihat tren kasus baru di Indonesia secara keseluruhan, ada penurunan angka.

Sebelumnya, Pemerintah mengungkap tren kasus positif virus Corona (COVID-19) di DKI Jakarta mulai melambat dan sudah flat. Namun Epidemiolog dari FKM UI Pandu Riono menilai pemerintah hanya berupaya untuk membuat masyarakat tenang.

Pandu menyebut jumlah kasus yang dilaporkan tinggi atau rendah bergantung pada jumlah yang diperiksa. Menurutnya, jika jumlah yang diperiksa lebih sedikit dari hari sebelumnya sudah pasti angka kasus positif juga menurun.

"Pertanyaannya PDP meningkat nggak? Kalau meningkat itu ada masalah ditesting, jumlah yang dites sama banyak nggak? kalau jumlah yang dites menurun artinya ya pasti kasus yang terkonfimasi menurun karena belum dites. Jadi kalau kita melihat apakah menetap atau tidak seharusnya dari berapa orang yang dites, dan ini yang perlu diinformasikan karena dari berapa orang yang dites itu berapa yang di positif, jadi angka proporsinya nggak ada," kata Pandu Riono saat dihubungi, Senin (27/04).

"Misalnya 100 orang dites, ternyata 50 orang positif, 50 persen. Besok yang dites hanya 50 orang, yang positif 40 orang, artinya jumlah yang dites sedikit. Jadi kalau hanya melihat nilai-nilai mutlak kita bingung, ini nilai dari berapa banyak dari yang sudah dites. Bisa saja angkanya landai atau menurun karena jumlah yang dites terbatas. Jadi kalau jumlah yang ditesting jumlahnya sama atau meningkat baru kita yakin gitu, bahwa ini terjadi penurunan. Tapi selama itu belum diketahui, jangan senang-senang dulu," sambungnya.

Pandu menyebut untuk menyelesaikan masalah Corona di Indonesia seharusnya pemerintah dapat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara serentak di seluruh Indonesia. Sebab, kata dia, virus Corona saat ini sudah tidak mengenal batas wilayah lagi dan tidak tepat memetakan suatu wilayah dengan sebutan zona merah dan zona hijau karena semua wilayah sudah termasuk zona merah.

"Harus serentak (penerapan PSBB), karena virus itu sudah tidak mengenal batas wilayah lagi. Jadi tidak ada istilah zona merah, zona hijau, semua zona itu sudah merah karena itu mengacaukan, nggak ada istilah itu. Karena penyebarannya sudah meluas di komunitas yang kita sebut community transmission. Jadi kita harus membatasi pergerakan perpindahan penduduk antara lain mudik, menghindari kerumunan itu harus benar-benar dipantau supaya benar-benar terwujud. Kalau itu terwujud maka akan terjadi penurunan," jelasnya.

IDI: Terlalu dini

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menilai pemerintah terlalu dini menyimpulkan kasus positif Corona di DKI Jakarta mengalami perlambatan. Menurut IDI, data kasus saat ini belum menggambarkan kondisi nyata pola penularan virus di Indonesia.

"Itu terlalu dini kita untuk menyimpulkan tren wabah di Indonesia karena kondisi riil belum tergambarkan dengan baik, dengan cakupan pemeriksaan yang terhitung kecil coveragenya, baik dari angkanya yang diperiksa maupun wilayah yang dicakup. Karena episentrum penularan ini kan sudah meluas, bukan hanya di DKI tapi sudah di seluruh provinsi dan sudah diyakini sudah terjadi penularan setempat atau transmisi lokal," kata Humas IDI, dr Halik Malik, saat dihubungi Senin (27/04).

Halik mengatakan ada syarat dan ketentuan untuk menyimpulkan angka kasus positif bisa disebut menurun. Menurutnya, cakupan pemeriksaan per hari dan proses pemeriksaan dapat diselenggarakan secara cepat, luas, dan masif harus terpenuhi lebih dahulu.

"Ya tentu dari total populasi kita sendiri itu sudah berapa persen yang disasar untuk pemeriksaan COVID. Kemudian pemeriksaan konfirmasi COVID diminta untuk bisa diselenggarakan secara cepat, luas, dan masif, itu kan belum terpenuhi saat ini. Minimal 10 ribu tes per hari aja kita belum sampai, semestinya itu dulu kita kejar. Jadi ada parameter yang bisa digunakan untuk menilai kualitas penanggulangan pandemi ini. Kalau memang semangatnya ingin percepatan penanggulangan pandemi, tentu parameter tadi yang harus dipenuhi," jelasnya.

Halik menyebut masyarakat sebagai garda terdepan dalam penanggulangan wabah tersebut diharapkan agar tetap disiplin mengikuti anjuran pemerintah dalam pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Halik menyarankan agar pemerintah bisa lebih meningkatkan lagi kapasitas tes Corona di tanah air.

Diketahui sebelumnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Virus Corona menyebut ada perkembangan baik dalam upaya menekan laju penyebaran virus Corona di DKI Jakarta. Kasus positif virus Corona di Ibu Kota disebut mengalami perlambatan yang amat signifikan.

"Kami jelaskan juga khusus DKI, perkembangan yang terakhir kasus positif telah mengalami perlambatan yang sangat pesat dan saat ini sudah mengalami flat," kata Kepala Gugus Tugas, Doni Monardo, usai ratas, Senin (27/04). (Ed: rap/)

 

Baca selengkapnya di: DetikNews

Pakar UI soal ‘Kasus Corona di DKI Flat’: Bisa Saja Landai karena Tes Terbatas

Kasus Baru Corona RI Turun 3 Hari Terakhir, Kabar Baik atau Test Kit Berkurang?
Pemerintah Ungkap Kasus Positif Corona di DKI Sudah Flat, IDI: Terlalu Dini