1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Terorisme

Kapan Indonesia Miliki UU Anti Teror Yang Baru?

9 Maret 2018

Pengesahan revisi UU No 15/2003 tentang terorisme dinilai mendesak sejak kekalahan ISIS di Filipina dan Suriah. Kisruh pembagian wewenang diantara Polri dan TNI dianggap menempatkan Indonesia dalam risiko yang tak perlu.

https://p.dw.com/p/2u1qm
Personil satuan elit anti teror kepolisian, Densus 88
Personil satuan elit anti teror kepolisian, Densus 88Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahon

Pemerintah Indonesia masih menggodok revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang tertunda akibat perdebatan alot seputar pembagian wewenang antara polisi dan militer.

Tapi menurut pakar keamanan, wara-wiri wewenang penanggulangan terorisme antara kedua instansi tersebut bukan prioritas utama dalam UU Anti Terorisme. Solahudin dari Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial, Universitas Indonesia, misalnya menilai ancaman terbesar justru terletak pada ketiadaan landasan hukum buat menahan simpatisan ISIS yang kembali ke Indonesia.

"Aksi terorisme yang bisa ditindak berdasarkan hukum Indonesia harus terjadi di Indonesia, bukan di luar negeri," katanya seperti dikutip ABC Australia. Artinya jihadis yang terbukti melakukan tindak terorisme di Suriah, Afghanistan atau Filipina misalnya tidak bisa diadili berdasarkan UU No 15/2003.

Tahun lalu pemerintah Turki mengklaim jumlah Warga Negara Indonesia yang ditangkap setelah kekalahan ISIS di Suriah mencapai 435 orang, termasuk di antaranya bekas jihadis dan anggota keluarganya. "Saat ini hanya lima simpatisan ISIS yang pulang ke Indonesia yang sudah ditangkap dan diadili. Sementara seorang lagi didakwa karena dianggap memfasilitasi simpatisan ISIS untuk melakukan aksi teror di Indonesia," kata Solahuddin.

Klausul tambahan untuk menindak simpatisan ISIS asal Indonesia di luar negeri sudah dimasukkan dalam rancangan revisi UU Anti Terorisme yang baru. Namun lambatnya pembahasan revisi dinilai menempatkan Indonesia dalam risiko besar menyusul maraknya aktivitas ISIS di Filipina.

"Terorisme itu bekerja tidak kenal batas negara, geraknya total sehingga kita juga harus menggunakan kekuatan total," kata Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto kepada Republika pekan lalu.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Bambang Soesatyo, berjanji akan menuntaskan pembahasan revisi UU Anti Terorisme di masa sidang ke-empat tahun ini. Hal itu disampaikannya pada pidato pembukaan sidang di Senayan, Jakarta, pekan lalu. Masa sidang ke-empat DPR berlangsung sejak 5 Maret dan bakal berakhir pada 27 April mendatang.

rzn/ap (kompas, detik, tempo, bbcindonesia, tirto)