1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kamboja Terapkan Pelajaran Perdagangan Manusia di Sekolah

25 Desember 2020

Murid sekolah di Kamboja akan mendapat mata pelajaran baru tentang perdagangan manusia. Silabus tersebut diumumkan menyusul ancaman sanksi jika Pnom Penh gagal meredam praktik ilegal itu selambatnya tahun depan.

https://p.dw.com/p/3nC6b
Ilustrasi murid sekolah di Kamboja
Ilustrasi murid sekolah di KambojaFoto: Heng Sinith/AP Photo/picture alliance

Mata pelajaran perdagangan manusia rencananya diberlakukan awal 2021 untuk sekolah menengah atas dan pendidikan tinggi, menurut keterangan pemerintah.

Di dalamnya murid akan "belajar tentang cara menghentikan perdagangan manusia di sekolah-sekolah dan di kalangan remaja,” ujar Ros Soveacha, juru bicara Kementerian Pendidikan.

Mata pelajaran tersebut ikut mencakup masalah narkotika dan jenis delik lainnya, lanjut Ros. 

Kamboja sejak lama mencatat derasnya arus penyelundupan manusia. Menurut Indeks Perbudakan Global, sebanyak 260.000 warga Kamboja bekerja dalam skema perubdakan modern, banyak di antara mereka merupakan anak-anak.

Ribuan lain tercatat dijebak ke luar negeri, termasuk perempuan yang dijual untuk dinikahkan di Cina.

Pandemi corona juga mencatat lonjakan gelombang perdagangan manusia ke Thailand. Di sana, sekitar satu juta warga Kamboja bekerja secara ilegal, termasuk ribuan buruh yang terjebak utang dan dipaksa bekerja di sektor perikanan, pertanian, dan manufaktur.

Mekanisme perdagangan manusia

Perombakan kurikulum diharapkan bisa mempertajam kesadaran kaum muda Kamboja untuk mencegah ancaman perdagangan manusia di sekolah-sekolah. "Pendidikan adalah bagian dari pencegahan,” kata Chou Bun Eng, salah seorang pejabat Kementerian Pendidikan.

"Jika warga tidak mau melindungi mereka yang rentan, maka tidak akan ada cara lain untuk mencegah kerusakannya.”

Pegiat HAM lokal memuji langkah pemerintah merombak kurikulum nasional. Namun, silabus terbaru dinilai masih lemah, lantaran tidak menjelaskan mekanisme perdagangan manusia. 

Chan Saron, manajer lembaga anti-perdagangan manusia, Chab Dai, menilai pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih kepada kawasan perbatasan, di mana anak-anak dibidik oleh "makelar” buruh dan jasa pernikahan.

"Anak-anak harus diajari hal spesifik, misalnya apa trik-trik yang dipakai makelar? Apa itu pernikahan paksa? Bagaimana realitanya di Cina, Thailand, atau Vietnam?,” kata Chan.

"Perdagangan manusia akan selalu ada. Tapi kalau kita bisa mengajarkan anak-anak hal-hal ini, mereka akan lebih aman.”

rzn/rap (Reuters)