1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kamboja Peringati 30 Tahun Berakhirnya Rejim Khmer Merah

7 Januari 2009

Organisasi hak asasi mengeritik, pemerintah Kamboja tidak serius mengadili para penjahat perang Khmer Merah.

https://p.dw.com/p/GTZq
Museum kejahatan genosida Khmer Merah di Phnom Penh.Foto: picture-alliance/ dpa/ dpaweb

Peringatan 30 tahun jatuhnya rejim Khmer Merah dirayakan secara besar-besar-an di Kamboja. Puluhan ribu warga Kamboja mengikuti upacara resmi di Phnom Penh yang diramaikan dengan parade, musik dan tarian tradisional.

Tanggal 7 Januari 1979, pasukan Vietnam masuk ke Phnom Penh dan mengakhiri kekuasaan rejim brutal Khmer Merah. Ketika pasukan Vietnam memasuki ibukota Kamboja itu, suasana kota sepi. Pasukan Khmer Merah sudah meninggalkan kota itu sehari sebelumnya. Para pimpinannya sebagian lari ke Cina, sebagian lagi lari ke hutan.

Khmer Merah menguasai Kamboja selama empat tahun, tahun 1975 sampai 1979. Selama masa yang singkat itu, 1,7 juta orang dibunuh, hampir seperempat penduduknya saat itu. Khmer Merah ingin membasmi semua musuh ideologisnya dan membebaskan Kamboja dari apa yang mereka anggap elemen-elemen buruk. Pada prinsipnya, Khmer Merah menginginkan sebuah negara petani. Jadi semua yang termasuk kelompok intelektual, masyarakat dengan pendidikan tinggi, para pengusaha, seniman dan mereka yang tidak sependapat dengan rejim ditahan, disiksa dan dibunuh. Hubungan Khmer Merah dan Vietnam mulai renggang. Kamboja dan Vietnam lebih sering terlibat sengketa perbatasan, situasi antara kedua negara jadi tegang.

Beberapa perwira muda Khmer Merah mulai menentang aksi brutal para pemimpinnya. Diantaranya Hun Sen, yang sekarang menjabat sebagai perdana menteri Kamboja. Kelompok muda ini melarikan diri ke Vietnam dan akhirnya membangun gerakan perlawanan terhadap Khmer Merah. Akhir Desember 1978, Vietnam mulai melakukan invasi ke Kamboja dengan mengerahkan sekitar 100.000 tentara. Hanya dalam sepuluh hari pasukan Vietnam memukul mundur Khmer Merah, sampai kelompok itu akhirnya cerai-berai dan bersembunyi di hutan melakukan gerilya. Hun Sen kemudian diangkat menjadi menteri luar negeri, sekalipun pemerintahan yang dibentuk Vietnam itu tidak mendapat pengakuan internasional. Pendudukan Vietnam ditentang juga oleh kubu yang setia kepada kerajaan dan kubu yang lebih pro Barat. Kelompok-kelompok ini juga melakukan perlawanan bersenjata.

Vietnam menduduki Kamboja selama sepuluh tahun dan baru menarik diri tahun 1989. Dua tahun kemudian, kelompok-kelompok yang terlibat perang melakukan perundingan. Bulan Oktober 1991 disepakati perjanjian gencatan senjata di Paris. Kamboja kemudian berada di bawah admnisitrasi PBB yang menyiapkan pemilihan umum. Tahun 1993 digelar pemilihan umum dan ditetapkan konstitusi baru, yang mengembalikan posisi kerajaan dan menetapkan sistem demokratis multi partai.

Tahun 2003, PBB dan Kamboja sepakat membentuk tribunal khusus untuk mengadili para penjahat perang Khmer Merah. Namun Kamboja bersikeras agar pengadilan itu tetap berada di bawah wewenang nasionalnya. Tribunal Kamboja baru terbentuk 3 Juli 2006, setelah perundingan alot antara PBB dan pemerintah Kamboja. 27 hakim bekerja untuk Tribunal, di antaranya 10 hakim internasional.

Sampai saat ini proses pengadilannya berjalan lambat. Belum ada vonis yang dijatuhkan. September 2007, salah satu tokoh pentolan Khmer Merah, Nuon Chea ditangkap. Dua bulan kemudian, mantan presioden Khieu Sampan dan mantan menteri luar negeri Ieng Sary dihadapkan ke Tribunal. Sampai sekarang, ada lima tokoh senior Khmer Merah yang didakwa melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Organisasi Hak Asasi Human Rights Watch mengeritik pemerintah Kamboja, terutama perdana menteri Hun Sen, yang dinilai sengaja menghindari proses pengadilan yang transparan. Para pengamat menilai, Hun Sen khawatir pengusutan pengadilan malah akan membuka sejarah gelap tokoh-tokoh yang sekarang ada di pemerintahan. Namun pemerintah Kamboja menolak tuduhan itu. (hp)