1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jutaan Suara Pemilih Turki Diduga Dimanipulasi

18 April 2017

Kemenangan tipis Presiden Recep Tayyip Erdogan pada referendum kepresidenan di Turki berbuntut panjang. Oposisi dan pemantau independen menuding pemerintah di Ankara memanipulasi jutaan surat suara.

https://p.dw.com/p/2bNq3
Türkei Referendum Präsident Erdogan
Presiden Recep Tayyip ErdoganFoto: Reuters/M. Sezer

Hingga 2,5 juta suara dimanipulasi dalam pelaksanaan referendum kepresidenan di Turki. Dugaan tersebut dicetuskan Misi Pemantau Dewan Eropa yang ditugaskan menyimak jalannya pemungutan suara. Referendum buat menentukan tambahan kewenangan bagi eksekutif itu dimenangkan oleh pendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan suara 51.3% berbanding 48.7%.

Namun misi pemantau bentukan Dewan Eropa mencatat referendum tidak berlangsung adil, lantaran penangkapan terhadap wartawan dan pemberangusan media-media oposisi membungkam suara kelompok yang menolak usulan kekuasaan tambahan buat Erdogan. Alev Korun, salah seorang anggota misi, bahkan melontarkan tudingan yang lebih berat.

"Faktanya adalah Undang-undang hanya mengizinkan amplop resmi. Tapi otoritas pemilu memutuskan untuk memperbolehkan amplop suara tanpa kop negara. Ini berlawanan dengan konstitusi," kata Korun. "Ada dugaan hingga 2,5 juta suara dimanipulasi dengan cara itu."

Ia juga mengklaim kepolisian di kota Diyarbakir yang berpenduduk mayoritas Kurdi menghalangi tim pemantau memasuki tempat pemungutan suara. Korun juga merujuk pada berbagai video yang diunggah ke media sosial yang menampilkan pemilih mencoblos dua kali. Namun tudingan tersebut masih harus dibuktikan kebenarannya.

"Kejanggalan ini harus ditanggapi dengan serius dan jika melihat tingkatnya, bisa mengubah hasil akhir referendum," tegasnya.

Partai oposisi pro Kurdi, HDP, mengatakan pihaknya memiliki bukti surat suara tanpa kop resmi yang diberikan kepada tiga juta pemilih. Jumlah tersebut melebihi dua kali lipat selisih suara yang didapat kubu pemenang.

Sebaliknya Presiden Erdogan dan Perdana Menteri Yildirim membantah adanya kejanggalan tersebut. Keduanya menuntut agar semua pihak menghentikan debat dan menghormati hasil referendum.

rzn/yf (rtr,ap)