1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jurnalis Dibunuh di Meksiko, Bukti Profesi yang Membahayakan

Claudia Herrera-Pahl
13 Juli 2023

Meksiko masuk dalam daftar negara yang berbahaya bagi jurnalis. Pekan lalu, seorang wartawan ditemukan tewas. Namun, masyarakat tampaknya terlalu terintimidasi untuk mengungkap kemarahannya.

https://p.dw.com/p/4TlOe
Foto-foto jurnalis Meksiko yang dibunuh
Gambar korban jurnalis Meksiko yang dibunuh ditempelkan oleh para pengunjuk rasa pada bagian pintu di gedung Jaksa Agung dalam aksi demonstrasi tahun 2022 silam.Foto: PEDRO PARDO/AFP via Getty Images

Jasad Luis Martin Sanchez Iniguez ditemukan terbungkus plastik dengan tangan terikat. Di dadanya tertancap sebuah pisau dan sebuah pesan. Hanya saja, pihak berwenang tidak mengungkapkan isi pesan tersebut, tetapi cara seperti itu lazim dilakukan oleh kartel narkoba terhadap jenazah korbannya.

Laki-laki berusia 59 tahun yang merupakan koresponden untuk media La Jornada itu dilaporkan telah diculik di negara bagian Nayarit, Meksiko sejak Rabu (05/07) lalu, jasadnya ditemukan tak bernyawa pada Sabtu (08/07). Dia merupakan koresponden ketiga untuk harian cetak yang telah dibunuh belakangan ini, dan merupakan yang kedua di tahun 2023.

Menurut Jaksa Agung Mexico, Alejandro Gertz Manero, dua orang pekerja profesional media turut dilaporkan hilang dalam beberapa hari belakangan. Ketika salah satunya ditemukan selamat, sementara satu orang lainnya masih berstatus hilang tanpa jejak. Diduga keduanya tengah bekerja dalam sebuah liputan secara bersamaan.

Rekor yang menyedihkan

Di Meksiko, kekerasan terhadap jurnalis telah meningkat hingga negara itu memegang rekor yang menyedihkan. Sejumlah organisasi, termasuk kelompok Reporters Without Bordes (RFS), telah menganggap Mexico merupakan negara yang berbahaya untuk jurnalis di kawasan Utara dan Selatan Amerika. Pada tahun 2022, Meksiko menjadi negara terbanyak dengan kasus pembunuhan jurnalis di dunia, dengan total 11 orang, demikian data dari RSF.

Di samping pembunuhan, organisasi hak asasi manusia, Article 19, juga melacak serangan harian terhadap para jurnalis. Mereka menemukan bahwa pada Juni 2022, seorang jurnalis atau kantor berita diserang setiap 14 jam di Meksiko.

Sepertiga serangan berasal dari pihak negara bagian

Article 19 menduga bahwa sekian banyak serangan terhadap para jurnalis di Meksiko berasal dari pihak negara bagian atau otoritas lokal. Sejak tahun 2007, pemerintah Meksiko mulai dari jenjang federal, negara bagian, hingga komunal atau tingkat lokal menjadi pihak yang sering melakukan penyerangan terhadap media. Di awal tengah tahun 2022, pihak berwenang melakukan 128 penyerangan, atau sekitar 38,67% dari seluruh aksi penyerangan yang didokumentasikan Article 19.

Di Meksiko sendiri, penyerangan terhadap jurnalis telah lama menjadi sebuah kenyataan pahit. Penyerangan pertama kali terhadap jurnalis di Meksiko tercatat pada tahun 1860. Vicente Segura Arguelles, co-founder sebuah majalah satir Don Simplicio, penerbit dua surat kabar lainnya dan perwakilan dari pihak jurnalisme politik-konservatif, ditembak oleh pasukan liberal di Mexico City. Sejak saat itu, ratusan jurnalis telah dibunuh.

Sejauh ini, sejak Presiden petahana Andreas Manuel Lopez Obrador menjabat di tahun 2018, sebanyak 44 jurnalis telah dibunuh, termasuk Sanchez Iniguez.

'Kami sadar risiko'

Dalam kasus lain, serangan itu tidak semua berakhir dengan tragis. Contohnya pada penyerangan 15 Desember 2022. Saat itu seorang pemotor tak dikenal menembak seorang pembaca berita terkenal, Ciro Gomez Leyva ketika berkendara di daerah Mexico City. Pembungkus anti peluru yang terpasang di mobilnya, melindung Ciro Gomez dari tiga tembakan langsung.

"Kami sadar, kami mengejar berita pada sebuah negara yang penuh dengan kekerasan dan berbahaya, dan kami terancam bahaya," kata Gomez Leyva saat itu. Namun, dia mengaku bahwa di kawasan ibu kota Meksiko tersebut belum pernah ada kejadian serupa sejak tahun 1980an.

Dia berpendapat bahwa penyerangan biasanya lebih menargetkan jurnalis lokal dan kantor media kecil dibanding jurnalis terkenal yang bekerja untuk media besar di Meksiko.

Untuk diketahui, di tahun 2022, Meksiko mencatat setidaknya ada lebih 30.000 kasus pembunuhan dan lebih dari 109.000 orang dilaporkan hilang. Namun, saat ditanyakan apakah kejadian itu merupakan serangan langsung terhadapnya, Gomez Leyva enggan menarik kesimpulan, dan menjawab "tidak ada yang pasti, yang ada hanya ketidakpastian."

Berkarya Tanpa Batas: Kisah Seorang Jurnalis Tunanetra

Tak peka terhadap kekerasan

Kekerasan tampaknya menjadi hal yang wajar, sehingga penduduk Meksiko hanya menunjukkan sedikit kemarahan dan bahkan tak banyak yang protes. "Selama saya selamat, dan keluarga saya aman, saya tidak peduli apa yang terjadi di sekitar saya," kata seorang jurnalis investigasi Anabel Hernandez menyatakan sikapnya.

"Sikap apatis ini, ketidakpedulian masyarakat terhadap penderitaan orang lain menciptakan lebih banyak ruang untuk impunitas dan menyebabkan semakin banyaknya kekerasan terhadap masyarakat, termasuk jurnalis."

"Kekerasan ini, intimidasi, dan penaklukan rakyat di bawah todongan senjata, entah itu dari gembong narkoba, pasukan bersenjata, atau pihak kepolisian, telah memaksa negara untuk bertekuk lutut tidak hanya pada kekerasan, tetapi terhadap otoritarianisme. Kehidupan yang tak berdaya ini akan berdampak bagi generasi mendatang," ungkap Hernandez, yang pernah memenangkan penghargaan DW Freedom of Speech di tahun 2019.

Di Meksiko, Hernandez juga terkenal layaknya Gomez Leyva. Dia berpendapat bahwa kemajuan yang dibuat Meksiko pada bidang hak asasi manusia pada beberapa dekade belakangan tengah dipertaruhkan, ancaman bahaya bukan hanya untuk jurnalis, tetapi juga mengancam demokrasi bangsa.

(mh/hp)