1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Junta Usir Pengungsi Untuk Referendum

Ging Ginanjar15 Mei 2008

Dunia makin meningkatkan tekanan kepada pemerintah Birma untuk membuka pintu bagi lembaga bantuan internasional. Namun sebaliknya, junta militer justru makin jauh bertindak.

https://p.dw.com/p/E0KT
Foto: AP

Sebuah laporan media independen, Mizzima News menyebutkan, junta militer mengusir para pengungsi korban bencana topan Nargis dari penampungan sementara di pinggiran Yangun. Musababnya, gedung itu akan digunakan sebagai tempat pemungutan suara untuk referendum konstitusi tanggal 24 Mei mendatang.

Tokoh gerakan demokrasi Birma di pengasingan, Khin Ohmar mengukuhkan kabar itu.

"Memang terjadi banyak pengusiran terhadap para korban bencana dari tempat-tempat penampungan sementara. Namun bahwa alasannya karena tempat itu akan digunakan untuk referendum 24 Mei, itu hanya salah satu penyebab. Penyebab lain adalah karena militer tidak ingin para korban berkumpul, karena bisa membuat mereka leluasa berbicara politik."

Khin Omar adalah tokoh perempuan Birma yang mendapat banyak penghargaan internasional untuk perjuangannya. Ia tinggal di wilayah Thailand dekat perbatasan Birma untuk mendorong perubahan di tanah airnya. Bersama sejumlah organisasi yang ia pimpin dan dirikan, Khin Omar memiliki informan di dalam negeri Birma. Dalam wawancara dengan Radio DW ia menyebut, sebetulnya bukan cuma sekarang terjadi pengusiran terhadap para pengungsi korban topan. Sudah sejak pekan lalu banyak laporan mengenai hal itu.

Lebih jauh Khin Omar:

"Salah satu contoh peristiwa. Di suatu desa, juga di pinggiran Yangun, para korban mengungsi ke sebuah gedung sekolah. Gedung itu satu-satunya yang tersisa yang masih memiliki dinding di daerah itu. Namun atapnya sudah hancur disapu topan. Maka warga memohon kepada pejabat pemerintah setempat agar memasang atap baru di atas sekolah itu untuk penampungan sementara mereka. Namun pejabat setempat menjawab, mereka akan memberikan atap baru itu, namun dalam referendum 24 Mei mereka harus mencoblos "Ya" di kertas suara."

Junta militer sebetulnya sudah melangsungkan referendum konstitusi baru tanggal 10 Mei lalu, hanya beberapa hari setelah bencana. Pemungutan suara tanggal 24 Mei mendatang hanya untuk kawasan yang paling parah dihantam topan Nargis. Hari Kamis (15/05), junta militer bahkan mengumumkan bahwa hasil referendum menunjukkan kemenangan pemerintah lebih dari 90 persen.

Tentu saja klaim pemerintah ditolak banyak kalangan. Tidak sedikit yang menyebut referendum itu sebagai hal yang memalukan. Karena diselenggarakan di tengah penderitaan korban bencana, ketika junta militer menutup pintu bagi bantuan asing, dan dilaksanakan penuh kecurangan dan tekanan.

Sebagian menduga, sikap tutup pintu junta militer Birma terhadap bantuan asing dilakukan agar mereka leluasa melakukan tekanan dan kecurangan dalam referendum.