1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Junta Myanmar Didesak Lakukan Perubahan

18 Maret 2009

Setelah sebelumnya mengunjungi Indonesia, Selasa (17/03) PM Myanmar Thein Sein tiba di Singapura. Kunjungan dua hari itu dibayangi laporan penangkapan anggota partai NLD dan tentang situasi tahanan politik di Myanmar.

https://p.dw.com/p/HEl5
Jenderal Than Shwe, pimpinan junta MyanmarFoto: AP

Singapura mendesak pimpinan junta militer Myanmar agar melakukan rekonsiliasi nasional dengan pihak oposisi dan bekerja sama dengan masyarakat internasional. Singapura akan sedapat mungkin membantu menghidupkan kembali hubungan erat junta dengan Amerika Serikat dan Eropa. Demikian dikatakan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong Selasa (17/03), dalam jamuan resmi makan malam sehubungan kunjungan Perdana Menteri Myanmar Thein Sein selama dua hari di Singapura.

Lee menyebut Myanmar sebagai teman lama yang harus berkembang dan maju. Lebih lanjut dikatakan perdana menteri Singapura tersebut, lingkungan global sedang berubah dengan pemerintahan baru di Amerika Serikat, yang tengah mengkaji situasi global serta merumuskan prioritas dan strategi politik luar negerinya untuk empat tahun ke depan. Sementara Eropa tengah merombak politik luar negerinya dan negara-negara lain yang tengah dihadapkan pada krisis ekonomi global, berupaya mencari cara lebih efektif untuk menjalin kesepakatan dengan kawasan-kawasan lainnya di dunia.

Beberapa jam sebelum pidato makan malam PM Singapura Lee, juru bicara partai Liga Demokrasi Nasional NLD mengatakan, pekan lalu di Yangun pihak berwenang Myanmar menangkap lima anggota partainya, tanpa alasan yang jelas. Seorang aktivis pro demokasi Myanmar Soe Aung yang menetap di Bangkok kepada Deutsche Welle mengatakan:

"Junta harus mendengarkan kekhawatiran PBB dan masyarakat internasional. Karena pembebasan Aung San Suu Kyi dan tahanan politik lainnya menjadi ukuran internasional dalam menyimpulkan kondisi demokrasi di negara tersebut. Tanpa hal itu tidak akan ada rekonsiliasi.“

Selasa (17/03) di Jenewa, reporter khusus Hak Asasi Manusia PBB untuk Myanmar, Tomas Quintana, juga menuntut pembebasan 2100 tahanan politik di negara tersebut. Quintana juga mendesak dibebaskannya Aung San Suu Kyi, pemenang nobel perdamaian yang sudah menjalani tahanan rumah hampir enam tahun.

Penilaian reporter hak asasi manusia PBB Quintana berdasarkan hasil kunjungannya ke Myanmar Februari lalu. Dalam laporan tersebut disebutkan Quintana, antara bulan Oktober hingga Desember 2008 saja, para hakim menjatuhkan putusan penjara sampai 65 tahun terhadap 400 penentang junta militer Myanmar. Kondisi higienis dan sanitasi di penjara-penjara Myanmar sering kali sangat buruk.

Sejak Agustus 2008 hingga Februari tahun ini, Quintana berkonsultasi dengan rejim junta. Ia mendesak agar penguasa militer di Myanmar melakukan perubahan mendasar dalam politik penekanannya menjelang pemilu yang direncanakan tahun 2010. Jika hal itu tidak dilakukan, pemilu tersebut tidak ada artinya. Demikian Quintana. Pemilihan umum itu akan menjadi yang pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir. Ini adalah langkah terakhir dalam road map demokrasi yang ditetapkan junta Myanmar. (dk)