1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jokowi Tegaskan Tidak Ada Rencana Pulangkan "ISIS Eks WNI"

12 Februari 2020

Presiden Joko Widodo tegaskan tidak punya rencana pulangkan 689 orang asal Indonesia yang kini ia sebut "ISIS eks WNI". Peluang terhadap anak berusia di bawah 10 tahun tetap dibuka meski harus diverifikasi.

https://p.dw.com/p/3Xf1j
Presiden Indonesia, Joko Widodo
Foto: DW/D. Purba

Presiden Joko Widodo kembali menegaskan bahwa pemerintah tidak memiliki rencana memulangkan 689 orang yang ia sebut sebagai “ISIS eks WNI”. Hal ini ia sampaikan usai melantik Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Istana Negara, Rabu (12/02).

Menurut Jokowi, pemerintah memiliki tanggung jawab keamanan terhadap 260 juta penduduk Indonesia yang harus diutamakan.

“Saya kira kemarin sudah disampaikan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab keamanan terhadap 260 juta penduduk Indonesia yang kita utamakan. Oleh sebab itu, pemerintah tidak memiliki rencana untuk memulangkan orang-orang yang ada di sana, ISIS eks WNI,” kata Jokowi kepada awak media, Rabu (12/02).

Jokowi juga memerintahkan jajarannya untuk melakukan identifikasi satu demi satu terhadap 689 warga tersebut. Identifikasi ini diperlukan sebagai langkah pencegahan jika mereka menyusup masuk ke Indonesia.

“Nama dan siapa berasal dari mana sehingga data itu komplet sehingga cegah tangkal itu bisa dilakukan di sini, kalau data itu dimasukkan ke imigrasi, tegas ini saya sampaikan,” ujarnya.

Jokowi tidak menampik bahwa pemerintah masih memberikan peluang bagi anak berusia di bawah 10 tahun untuk bisa kembali ke Indonesia. Berapa banyak jumlahnya, Jokowi sebut akan kelihatan dari identifikasi dan verifikasi yang dilakukan oleh pemerintah.

“Kita memang masih memberikan peluang untuk yang yatim-yatim piatu yang berada pada posisi anak-anak di bawah 10 tahun. Tapi kita belum tahu apakah ada atau tidak ada," ujar Jokowi.

Anak-anak akan jalani program kontraradikalisasi

Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menyatakan bahwa ada 689 warga eks ISIS yang berasal dari Indonesia, termasuk anak-anak. Data tersebut menurutnya sudah dikompilasi dengan data dari Badan Intelijen AS (CIA), BIN, BNPT dan juga Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). 

Mahfud menuturkan bahwa pemerintah telah menyiapkan antisipasi untuk menangkal kemungkinan menyusupnya orang Indonesia yang ia sebut menjadi kombatan foreign terrorist fighter (FTF) itu untuk masuk ke tanah air, termasuk menangkap mereka yang mencoba masuk secara ilegal melalui jalur-jalur gelap.

“Kalau jalur tikus jelas ditangkap, yang ada problem itu kadang mereka yang menyembunyikan paspor bilangnya paspornya dibakar padahal paspornya cuma pura-pura dibakar. Lalu lewat jalur-jalur gelap itu melalui negara yang bebas visa untuk masuk ke Indonesia,” ujar Mahfud usai menghadiri Rapat Terbatas terkait Akselerasi Peningkatan Peringkat Kemudahan Berusaha di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (12/02).

Lebih jauh, Mahfud mengatakan bahwa anak-anak di bawah umur 10 tahun dari 689 orang tersebut akan menjalani program kontraradikalisasi. Namun masih belum jelas terkait teknis pelaksanaanya.

“Kalau anak-anak itu bukan deradikalisasi karena dia belum terpapar. Kalau anak umur 10 tahun 'kan tidak mengerti. Menurut istilah UU dilakukan kontraradikalisasi,” ujarnya.

(gtp/ae)