1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Perlu Orientasi Baru dalam Hubungan dengan Rusia

23 Februari 2022

Jerman selama ini memang punya “hubungan khusus” dengan Rusia, termasuk dalam kebijakan ekonomi. Namun, setelah eskalasi di perbatasan Rusia-Ukraina, Jerman perlu orientasi baru.

https://p.dw.com/p/47SVC
Konferensi Pers bersama Olaf Scholz (kiri) dan Vladimir Putin (kanan) di Moskow
Konferensi Pers bersama Olaf Scholz (kiri) dan Vladimir Putin (kanan) usai pertemuan di Moskow, 15 Februari 2022Foto: Sergey Guneev/SNA/imago images

Jerman dan Rusia sejak akhir tahun 1960-an memiliki hubungan khusus. Kanselir pertama Republik Federal Jerman, Konrad Adenauer (CDU), awalnya memang mendorong kebijakan bermusuhan terhadap Eropa Timur yang komunis/sosialis, dan bekerja keras untuk mengarahkan Jerman Barat berintegrasi ke Blok Barat. Ini politik yang dikenal sebagai "Westbindung" atau "ikatan ke Barat".

Namun sejak naiknya Kanselir dari partai SPD Willy Brandt (1969-1974) orientasi itu berubah. Sesuai "Ostpolitik" atau politik ke timur yang dicanangkannya, ia punya tujuan untuk menormalkan hubungan dengan negara-negara Eropa timur.

"Brandt ingin membangun hubungan yang produktif dan mengatasi beban sejarah Jerman yang telah menumpuk dengan teror Perang Dunia Kedua", kata Rafael Loss, spesialis kebijakan luar negeri dan keamanan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (ECFR). Tetapi memang konsep Ostpolitik yang diusung SPD di kemudian hari mengalami perubahan bentuk berkali-kali, setelah diciptakan oleh Willy Brandt pada tahun 1969," tambahnya.

Pemimpin Rusia dan Jerman bersama-sama merayakan ulang tahun ke-80 Mikhail Gorbachev di Bonn, 13 Juni 1989
Pemimpin Rusia dan Jerman bersama-sama merayakan ulang tahun ke-80 Mikhail Gorbachev di Bonn, 13 Juni 1989Foto: AP

Dari Willy Brandt sampai Gerhard Schröder

Gagasan Ostpolitik untuk melunakkan hubungan dengan Uni Soviet memang dilanjutkan oleh pengganti Willy Brandt, Helmut Schmidt, di bawah motto: "perubahan melalui pemulihan hubungan."

Tahun 1980-an hingga 1990-an kemudian menjadi titik puncak hubungan Jerman-Rusia, ketika Kanselir Helmut Kohl (CDU) menikmati hubungan dekat dengan pemimpin Soviet saat itu Mikhail Gorbachev, yang akhirnya membuahkan reunifikasi Jerman setelah runtuhnya Tembok Berlin.

Motto hubungan Jerman-UniSoviet/Rusia itu pun berubah menjadi "Wandel durch Handel" ("perubahan melalui perdagangan") dan cukup menguntungkan bagi Jerman, terutama di bidang energi "Jerman diuntungkan dari pasokan energi dari Rusia yang cukup murah selama 20 tahun terakhir," kata Rafael Loss.

Setelah Helmut digantikan Gerhard Schröder (SPD) hubungan Jerman-Rusia bahkan mencapai babak baru. Ketika Gerhard Schröder pensiun dari kursi kanselir, dia beralih menjadi komisaris perusahaan energi Rusia.

Mantan Kanselir Jerman Gerhard Schröder (kanan) sekarang menjadi Dewan Komisaris perusahaan gas Rusia. Foto dari tahun 2018 di Moskow
Mantan Kanselir Jerman Gerhard Schröder (kanan) sekarang menjadi Dewan Komisaris perusahaan gas Rusia. Foto dari tahun 2018 di MoskowFoto: Alexei Druzhinin/Sputnik/Kremlin/picture alliance

Eskalasi di Ukraina mengubah situasi

Eskalasi dramatis di Ukraina sekarang mengubah situasi "pertemanan" itu. Kanselir Olaf Scholz (SPD) akhirnya menghentikan perizinan proyek pipa gas Nordstream 2 yang sudah selesai dibangun dan siap menyalurkan dari Rusia langsung ke Jerman.

Upaya Jerman membangun hubungan baik dengan Rusia, akhirnya tidak dapat dipertahankan dan runtuh di hadapan militerisme Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Apa yang bisa kita lakukan sekarang adalah mencoba menstabilkan Ukraina secara politik dan ekonomi sebaik mungkin. Tapi itu juga mungkin merupakan pertempuran yang harus kita terima sebagai kekalahan untuk saat ini, karena Rusia, tentu saja, melakukan segalanya. bisa untuk mengacaukan Ukraina," pungkas Johannes Varwick, ilmuwan politik dan profesor hubungan internasional di Universitas Halle.

(hp/as)