1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Lirik Pembangunan Kembali Libya

29 Agustus 2011

Jerman banyak berinvestasi bagi perekonomian Libya. Kini perusahaan-perusahaan Jerman ingin terlibat dalam upaya pembangunan kembali negara yang dirundung konflik tersebut. Banyak peluang di sektor infrastruktur.

https://p.dw.com/p/12Pao
Kamp Wintershall untuk eksplorasi dan produksi minyak bumi di wilayah gurun di Libya.
Kamp Wintershall untuk eksplorasi dan produksi minyak bumi di wilayah gurun di Libya.Foto: picture alliance/dpa

Libya adalah negara yang kaya. Semuanya berkat cadangan minyak bumi dan gas alam. Kekayaan tersebut lari ke pundi-pundi Muammar Gaddafi beserta keluarga yang menimbun miliaran Euro di luar negeri dari hasil kekayaan bumi Libya. Di Jerman saja aset keluarga Gaddafi yang sudah disita mencapai lebih dari 7 miliar Euro. Dana tersebut rencananya segera dicairkan, agar akhirnya bisa digunakan untuk kemaslahatan warga Libya.

Jerman kini melihat peluang bagus untuk dapat meningkatkan investasi di Libya. Ketertarikannya sangat tinggi menurut Felix Neugart, wakil direktur Asosiasi Kamar Dagang dan Industri Jerman DIHK. Terutama ketertarikan terhadap pembangunan infrastruktur di Libya yang dinilai menjanjikan. "Ada suplai listrik, air, sistem saluran pembuangan. Mereka butuh infrastruktur yang memadai untuk itu. Keahlian teknis tingkat tinggi dan kemampuan rancang bangun diperlukan. Perusahaan-perusahaan Jerman terkenal bagus dan jelas banyak yang mau menjadi mitra perusahaan Jerman," jelas Neugart.

Libya tidak ramah investasi asing

Dibandingkan kekayaan yang sebenarnya dimiliki oleh Libya, negara tersebut terbelakang dari segi infrastruktur. Perusahaan-perusahaan asing pun jadinya menahan diri. Ketidakpastian hukum serta lingkup bisnis yang tidak menentu membuat banyak usaha kecil dan menengah dari luar Libya mengurungkan niat untuk berbisnis di negara Afrika Utara tersebut.

Neugart bercerita, "Banyak keputusan dagang yang tidak dapat atau tidak mau dilacak. Atau terkadang hanya sebagian yang bisa dilacak. Semua itu perbuatan pemerintah Libya. Sangat susah bagi perusahaan asing untuk mencari tahu kira-kira apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dan jika semua itu berubah, kepastian hukum tercipta, lingkup bisnis bagi perusahaan asing menjadi jelas, saya rasa Libya akan menjadi mitra yang sangat menarik bagi banyak perusahaan Jerman."

Pipa distribusi minyak bumi milik Wintershall di Libya.
Pipa distribusi minyak bumi milik Wintershall di Libya.Foto: picture alliance/dpa

Antisipasi pasca perang sipil

Sekitar 100 perusahaan Jerman sudah aktif di Libya sebelum perang sipil pecah. Termasuk perusahaan-perusahaan besar seperti Siemens, RWE Dea dan Wintershall. Kini perusahaan-perusahaan Jerman diharapkan siap kembali ke Libya dalam skala yang lebih besar. Terutama perusahaan Jerman di industri energi, mengingat Libya kaya akan cadangan minyak bumi dan gas alam.

Contohnya Wintershall. Anak perusahaan raksasa kimia BASF yang bergerak di bidang minyak bumi dan gas alam tersebut masih menangani produksi di Libya hingga akhir Februari lalu. Sejak pecahnya perang sipil, tidak ada lagi produksi minyak bumi. Semua pekerja asing diterbangkan ke negara masing-masing. Padahal menurut juru bicara Stefan Leunig, Wintershall telah beroperasi di Libya sejak tahun 1958 dan memproduksi 100 ribu barel per hari. "Saat ini terlalu dini untuk mengatakan kapan dan bagaimana produksi di Libya dapat berlanjut. Pada dasarnya, awal produksi di bawah kondisi teknis seperti sekarang bisa memakan waktu berminggu-minggu. Untuk mulai lagi sangat tergantung dengan infrastruktur ekspor dan stabilitas situasi keamanan," ungkap Leunig.

Segala perkembangan selalu dimonitor ketat oleh Wintershall. Para staf lokal yang tetap berada di Libya yang menjadi mata dan telinga di lapangan. "Kekhawatiran kami tetap mengalir bagi warga Libya, terutama di Tripoli. Kami harap kekerasan dapat diakhiri sesegera mungkin," ujar Leunig.

Beban kini di pundak NTC

Dewan Transisi Nasional NTC bentukan pemberontak Libya berusaha keras untuk meyakinkan warga Libya bahwa mereka akan berupaya sebisa mungkin untuk membangun negara yang berdasar pada hukum dan mendistribusikan secara merata kekayaan dari hasil minyak bumi. Sekitar 70 persen perekonomian Libya memang digerakkan oleh hasil minyak bumi dan gas alam. Jadi secepat apa NTC dapat menghidupkan kembali sektor tersebut akan sangat menentukan.

Perwakilan NTC, Ali Tarhouni, baru-baru ini mengumumkan dari Tripoli bahwa ekspor minyak bumi sudah dapat dilanjutkan dalam waktu 3 bulan. Meski produksi penuh baru dapat tercapai setahun lagi. Pengumuman ini bisa menjadi kabar gembira bagi banyak negara selain Jerman yang juga berkepentingan di Libya. Namun tidak semuanya terburu-buru ingin kembali berproduksi di negara yang berbatasan dengan Laut Tengah tersebut. Seperti perusahaan kontruksi terbesar Italia, Impregilo SpA, yang sudah pasti belum akan kembali ke Libya tahun ini.

Monika Lohmüller/rtr/afp/Carissa Paramita

Editor: Vidi Legowo-Zipperer