1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jerman Harus Transparan Dalam Bisnis Tank ke Arab Saudi

7 Juli 2011

Sikap janggal pemerintah Jerman untuk merahasiakan penjualan 200 unit tank tempur Leopard ke Arab Saudi tidak dapat diterima.

https://p.dw.com/p/11r19
Warga Jerman menggelar aksi protes di depan Reichstag menentang penjualan tank tempur kepada Arab Saudi.Foto: dapd


Bisnis penjualan tank tempur Leopard buatan Jerman kepada Arab Saudi, tetap menjadi sorotan tajam dalam tajuk sejumlah harian Eropa. Pemerintah Jerman melakukan kecerobohan yang tidak dapat diterima. Demikian tulis harian liberal Austria Der Standard dalam tajuknya. Harian yang terbit di Wina itu lebih lanjut berkomentar : Menteri luar negeri Jerman, Guido Westerwelle, yang di hadapan publik sukses mencitrakan dirinya sebagai pihak yang mendukung pemberontak musim semi di dunia Arab, menimbang bisnis yang amat menggiurkan, kelihatannya melupakan haluan bagi penjualan senjata. Aturannya menyebutkan, dilarang menjual senjata ke negara-negara dimana terdapat ancaman bahaya pecahnya konflik atau dilakukan represi terhadap rakyatnya. Juga yang memuakkan adalah kejanggalan untuk merahasiakan bisnisnya. Jika pemerintah Jerman berpendapat, mereka harus memasok tank-tank tersebut ke Arab Saudi, juga hendaknya dijelaskan alasannya, kenapa?

Harian Belanda De Volkskrant juga menulis komentar cukup kritis menanggapi rencana penjualan tank-tank buatan Jerman ke Arab Saudi. Anggota parlemen, media dan organisasi kemasyarakatan menuduh pemerintah Jerman sebagai sinis. Juga kawan-kawan separtai kanselir Angela Merkel, sudah memberikan bukti, bahwa Riadh membantu negara tetangganya Bahrain, menumpas dengan kekerasan militer aksi demonstrasi di negara itu. Padahal Jerman mendukung gerakan demokratis di kawasan tsb. Sebaliknya, Arab Saudi menurut keterangan Partai Hijau, justru mendukung kelompok Islam radikal, yang ingin melancarkan serangan di Jerman. Perdebatan itu, kembali menyoroti meningkatnya peranan Jerman dalam industri persenjataan global. Berdasarkan laporan institut SIPRI di Swedia, Jerman kini menempati posisi ketiga, di belakang AS dan Rusia.

Tema lainnya yang disoroti media internasional dalam tajuknya adalah penunjukan Pyeongchang di Korea Selatan sebagai tuan rumah olimpiade musim dingin tahun 2018. Upaya kota München di Jerman yang gagal mengalahkan Pyeongchang dikomentari harian Jerman, Neues Deutschland yang terbit di Berlin : Warga München yang pada pekan-pekan lalu menunjukkan optimisme yang sulit dipahami, kini hendaknya menerima kekalahan secara sportif. Presiden IOC Jacques Rogge, menjelang voting sudah berulang kali mengisyaratkan, IOC memuji kandidat yang pantang menyerah. Dalam disiplin ini, München belum menunjukkan pertanda kesabaran. Pesta olahraga olimpiade memang event bernilai milyaran, tapi dampak sampingannya bagi lingkungan dan keuangan negara amatlah berat.

Terakhir harian Korea Selatan Chosun Ilbo mengomentari secara positif kemenangan Pyeongchang dalam voting di IOC itu. Status internasional Korea sudah terangkat dengan penyelenggaran olmipiade musim panas tahun 1988 di Seoul. Bagi banyak warga Korea, itu merupakan tahun yang mengandung arti simbolis penting. Korea menunjukkan kepada dunia, bahwa negara ini mampu, dan tidak ada target yang terlalu besar atau terlalu jauh, untuk dapat dicapai. Dengan penyelenggaraan olimpiade musim dingin tujuh tahun mendatang di Pyeongchang, Korea Selatan dapat sekali lagi menunjukan kepada dunia, bahwa negara ini lebih dari sekedar produsen handphone canggih, kapal atau mobil. Olimpiade musim dingin dengan seluruh event olahraganya, menuntut investasi tinggi dalam pelatihan dan perlengkapan, serta instalasi perlombaan yang mahal.

Agus Setiawan/dpa/afp

Editor : Ayu Purwaningsih