1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikSudan

Konflik Sudan: Jerman, Indonesia Evakuasi Warga

24 April 2023

Jerman angkut warganya keluar dari Sudan lewat udara. Indonesia lakukan evakuasi bertahap menyusul konflik berdarah di Sudan. WNI di Sudan diimbau segera lapor diri!

https://p.dw.com/p/4QTr1
Pesawat Bundeswehr yang mengangkut warga Jerman dari Sudan tiba di bandara Berlin, Senin (24/04) pagi.
Pesawat Bundeswehr yang mengangkut warga Jerman dari Sudan tiba di bandara Berlin, Senin (24/04) pagi.Foto: Jörg Carstensen/dpa/picture alliance

Militer Jerman Bundeswehr pada hari Senin (24/04) mengatakan telah mengevakuasi warga Jerman keluar dari Sudan. Tiga pesawat angkut pertama yang mereka gunakan telah tiba di Yordania pada Minggu (23/04) malam dan Senin (24/04) pagi.

Tiga pesawat angkut militer Airbus A400M menerbangkan "warga negara Jerman dan warga negara lain," kata juru bicara Bundeswehr kepada kantor berita AFP. Lebih lanjut, sebuah pesawat penumpang A321 yang mengangkut 101 orang tiba Berlin pukul 06:15 pagi, kata Kementerian Luar Negeri Jerman di Twitter.

"Penerbangan evakuasi lebih lanjut direncanakan, selama situasi keamanan memungkinkan," kata Kementerian Luar Negeri.

Indonesia bertahap evakuasi WNI

Sementara Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Sudan juga telah dan akan dievakuasi dalam beberapa tahap. Menurut keterangan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu RI), sedikitnya 538 WNI telah tiba dengan selamat di Kota Port Sudan.

Para WNI yang dievakuasi terdiri dari  273 perempuan,  240 laki-laki, dan 25 balita. Mereka  sebagian besar adalah mahasiswa, pekerja migran Indonesia, karyawan perusahaan Indofood dan staf KBRI beserta keluarganya.

Ini adalah evakuasi tahap pertama yang dipimpin langsung oleh Dubes RI di Khartoum, tulis Kemenlu RI. Evakuasi dilakukan dengan menggunakan bis sebanyak 8 buah dan 1 mini bus KBRI. Evakuasi tahap 1 ini berangkat dari Khartoum pada Minggu (23/04) pukul 8 pagi waktu setempat. Perjalanan darat dari Khartoum menuju Port Sudan menempuh waktu sekitar 15 jam atau jarak sekitar 830 KM. Terdapat sekitar 15 pos pemeriksaan sepanjang perjalanan.

"Saat ini, 538 WNI tersebut sedang beristirahat di rumah persinggahan di Port Sudan sebelum keberangkatan menuju Jeddah melalui jalur laut," tulis Kemenlu.

Rencana awal seluruh WNI akan dievakuasi dengan memanfaatkan gencatan senjata. Mengingat kondisi di lapangan, evakuasi selanjutnya akan dilakukan untuk membawa keluar 289 WNI lainnya dari Sudan. WNI pun diimbau untuk segera melaporkan diri ke Kedutaan RI di Sudan. 

Selain Jerman dan RI, negara lain juga ramai-ramai mengevakuasi warga mereka saat pertempuran sengit terus berlanjut di ibu kota Sudan, Khartoum. Dua pesawat milik Prancis membawa sekitar 200 orang dari berbagai negara ke Djibouti, Kementerian Luar Negeri Italia mengatakan telah mengangkut sekitar 300 orang. Irlandia juga mengatakan sedang mengirim tim darurat untuk mengumpulkan warga mereka.

Pada hari Minggu, Amerika Serikat telah menerbangkan sekitar 100 orang, yang berupa personel pemerintah AS dan keluarganya serta beberapa diplomat asing dengan helikopter Chinook. Mesir mengatakan telah memulangkan 436 warganya lewat jalur darat.

Pertempuran di Khartoum masuki minggu kedua

Pertempuran di ibu kota Khartoum pecah pada 15 April antara pasukan yang setia kepada panglima militer Abdel Fattah al-Burhan dan wakilnya. Mereka adalah saingan Mohamed Hamdan Daglo, atau lebih dikenal dengan sebutan Hemeti, yang memimpin pasukan paramiliter yang kuat yakni Pasukan Dukungan Cepat (RSF).

Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan sejauh ini setidaknya 420 orang telah tewas dan lebih dari 3.700 terluka dalam pertempuran tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa ribuan orang mengungsi lewat jalan darat atau sebagain bahkan berjalan kaki. Selain itu, ada jutaan warga yang masih berlindung di rumah mereka tanpa makanan, air, atau listrik yang memadai di tengah baku tembak, ledakan, dan penjarahan.

Pasukan RSF terbentuk dari mantan pasukan Janjaweed yang dibubarkan oleh mantan pemimpin Omar al-Bashir di wilayah Darfur, tempat mereka dituduh melakukan kejahatan perang, termasuk genosida. Militer menggulingkan Bashir pada April 2019 menyusul protes sipil yang meluas.

Sejumlah gencatan senjata telah diusulkan atau disepakati dalam beberapa hari terakhir. Namun Sudan masih bergolak. ae/yf (Kemenlu RI, AFP, dpa, Reuters)