1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Utara

Babak Baru "Perang Tanpa Darah" AS dan Iran

21 September 2020

"Perang tanpa darah" antara Amerika Serikat dan Iran terus berlanjut, setelah AS mengumumkan kembali menjatuhkan seluruh sanksinya terhadap Iran. PBB sebut tindakan tersebut tidak sah karena AS telah keluar dari JCPOA.

https://p.dw.com/p/3in1A
Bendera Amerika Serikat dan Iran
Amerika Serikat dan Iran hadapi babak baruFoto: picture-alliance/C. Ohde

Senin (21/09), Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan bahwa Amerika Serikat sedang melancarkan perang dengan Iran setelah menjatuhkan berbagai sanksi kepada negara Republik Islam tersebut.

“Hari ini Iran masih tetap berperang. Amerika telah melancarkan perang tanpa darah melawan Iran,“ ujar Zanganeh dikutip dari kantor berita Kementerian Perminyakan Iran, SHANA.

Bahkan Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan langkah Washington untuk menekan Teheran telah menjadi bumerang. "Kami dapat mengatakan bahwa 'tekanan maksimum' Amerika terhadap Iran, dalam aspek politik dan hukumnya, telah berubah menjadi isolasi maksimum Amerika," katanya dalam pertemuan kabinet.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengumumkan bahwa AS kembali menjatuhkan seluruh sanksinya kepada Iran dan mengklaim pencabutan embargo PBB atas penjualan senjata ke Iran pada Oktober mendatang tidak lagi berlaku.

"AS menerapkan kembali semua sanksi yang dulu sempat dibatalkan PBB terhadap Republik Islam Iran," terang Pompeo, Sabtu (19/09).

Sebagai penandatangan asli dari Rencana Aksi komprehensif Bersama (JCPOA), AS menyatakan memiliki wewenang untuk memberikan sanksi kepada negara manapun yang gagal mematuhi kesepakatan tersebut. JCPOA sendiri merupakan kesepakatan nuklir 2015 antara Iran dan sejumlah negara besar antara lain Jerman, Inggris, Prancis, AS, Cina, dan Rusia. Padahal, AS telah menyatakan keluar dari kesepakatan tersebut pada tahun 2018.

Selain itu mulai Senin (21/09), AS juga memberi sanksi kepada puluhan orang dan entitas yang terlibat dalam program nuklir, misil, dan senjata konvensional Iran, kata seorang pejabat senior AS dikutip dari Reuters.

Pejabat yang tidak mau disebut namanya tersebut, mengatakan bahwa Iran bisa memiliki cukup material untuk membangun senjata nuklir di akhir tahun ini dan Teheran disebut melanjutkan kerja sama pengembangan program misil jangka panjangnya dengan Korea Utara. Namun, ia tidak memberikan bukti rinci atas tuduhannya itu.

PBB dukung Iran

Menanggapi langkah AS, negara-negara penandatangan JCPOA antara lain Prancis, Jerman, dan Inggris mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan "pengumuman yang diklaim" Washington "tidak memiliki efek hukum". Rusia juga mengatakan keputusan Washington "tidak sah" dan tidak bisa memiliki "konsekuensi hukum internasional" bagi negara lain.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan bahwa PBB tidak akan mendukung diterapkannya kembali sanksi terhadap Iran oleh AS sampai AS mendapat lampu hijau dari Dewan Keamanan (DK) PBB.

Dalam pernyataannya, Guterres mengatakan bahwa anggota non-tetap DK PBB juga tidak merestui langkah yang diumumkan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang dikenal dengan istilah skema "snapback" ini.

AS merujuk pada pada Resolusi Dewan Keamanan 2231 - yang mendukung kesepakatan nuklir JCPOA - menyatakan bahwa negara peserta JCPOA bisa mengaktifikan mekanisme "snapback". Namun, DK PBB menyebut tindakan AS ilegal karena AS telah menarik diri dari JCPOA. AS bersikeras mekanisme tersebut masih berlaku bagi peserta awal kesepakatan meskipun AS sudah berhenti berpartisipasi.

Guterres mengatakan bahwa PBB, lewat DK PBB-nya, tidak akan mengambil tindakan apa pun tentang sanksi yang telah dicabut harus diberlakukan kembali.

Rouhani pun berterima kasih kepada anggota DK PBB yang telah "menentang permintaan ilegal Amerika" dan mengatakan jika peserta kesepakatan yang tersisa membiarkan Iran mengakses keuntungan ekonomi dari kesepakatan tersebut, Iran akan mematuhi komitmen nuklir yang disepakati lima tahun lalu.

rap/vlz (AFP, AP, Reuters)