1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Hukum dan PengadilanIsrael

Jaksa ICC Ajukan Surat Penangkapan Netanyahu-Pimpinan Hamas

21 Mei 2024

Jaksa penuntut utama Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengajukan surat perintah penangkapan atas pimpinan Hamas, termasuk Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar, serta PM Israel Benjamin Netanyahu.

https://p.dw.com/p/4g5F2
International Criminal Court (ICC)
Kantor Pusat Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) di Den Haag, BelandaFoto: Peter Dejong/AP/dpa/picture alliance

Karim Khan yang menjabat sebagai jaksa penuntut utama di Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC), Senin (20/05) mengajukan surat perintah penangkapan terhadap tiga pimpinan Hamas, yakni Ismail Haniyeh, Yahya Sinwar dan wakilnya Mohammed Deif. 

Khan juga mengajukan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant.

Surat perintah penangkapan itu diajukan dengan alasan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan yang terjadi tidak hanya di Gaza tapi juga di Israel.

Tuduhan terhadap pimpinan Hamas

Khan mengajukan sejumlah tuduhan terhadap tiga pimpinan Hamas yang dimaksud, yaitu Kepala Biro Politik Hamas Ismail Haniyeh, Pemimpin Gaza Yahya Sinwar, dan Mohammed Diab Al-Masri (alias Dief), seorang panglima tertinggi Brigade Qassam, sayap militer Hamas.

Jenis kejahatan yang dituduhkan antara lain, pemusnahan, pembunuhan, penyanderaan, pemerkosaan dan tindakan kekerasan seksual lainnya, penyiksaan, perlakukan kejam, pelecehan terhadap martabat pribadi dan tindakan-tindakan tidak berperikemanusiaan lainnya.

Khan menegaskan, pihaknya memiliki alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa ketiga pimpinan Hamas itu "bertanggung jawab secara pidana atas pembunuhan ratusan warga sipil Israel” dalam serangan teror Hamas pada 7 Oktober di Israel Selatan, yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan 250 orang lainnya disandera.

"Kami menyatakan bahwa kejahatan terhadap kemanusiaan yang dituduhkan adalah bagian dari serangan yang meluas dan sistematis oleh Hamas dan kelompok bersenjata lainnya sesuai dengan kebijakan organisasinya terhadap warga sipil Israel,” demikian isi pernyataan tersebut. "Beberapa dari kejahatan ini, dalam penilaian kami, masih terus berlanjut hingga sekarang.”

Penyelidikan atas tuduhan ini mengandalkan sejumlah bukti, termasuk rekaman kamera pengawas, rekaman suara, foto dan video yang telah diautentikasi, serta pernyataan anggota Hamas.

Dalam sebuah pernyataan kepada kantor berita Reuters, seorang pejabat senior Hamas, Sami Abu Zuhri, mengutuk keputusan ICC tersebut. Dia mengatakan keputusan itu "menyetarakan korban dengan algojo." Sami Abu Zuhri menambahkan bahwa hal itu justru mendorong Israel untuk melanjutkan "perang pemusnahan" di Gaza.

Hamas sendiri dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, Israel, Jerman, serta sejumlah negara lainnya.

Tuduhan terhadap Netanyahu dan Gallant

Selain tuduhan terhadap pimpinan Hamas, Khan juga mengatakan, pihaknya memiliki alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Netanyahu dan Menteri Pertahanan Gallant bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan yang dilakukan di wilayah Palestina (Jalur Gaza) sejak 8 Oktober 2023.

Adapun daftar tuduhan kejahatannya antara lain menyebabkan warga sipil kelaparan, dengan sengaja menyebabkan penderitaan yang hebat atau luka serius pada tubuh atau kesehatan, pembunuhan yang disengaja, dengan sengaja mengarahkan serangan kepada penduduk sipil, pemusnahan dan/atau pembunuhan, penganiayaan hingga tindak kejahatan tidak berperikemanusiaan lainnya.

Khan mengungkap bukti-bukti yang telah dikumpulkan oleh timnya "menunjukkan bahwa Israel secara sengaja dan sistematis merampas benda-benda yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia di seluruh wilayah Gaza."

Dalam pernyataannya, Khan juga menyinggung tindakan Israel seperti pemberlakuan pengepungan total atas Gaza dengan menutup perbatasan untuk waktu yang lama, serta membatasi transfer pasokan logistik penting seperti makanan dan obat-obatan.

Khan juga menyebut soal pemutusan jalur pipa air lintas batas dari Israel ke Gaza untuk waktu yang lama, dan menjelaskannya sebagai "sumber utama air bersih warga Gaza" serta "memutus dan menghambat pasokan listrik setidaknya sejak tanggal 8 Oktober 2023 hingga hari ini".

Tindakan lain dalam tuduhan ini juga meliputi "serangan terhadap warga sipil termasuk pihak yang mengantre makanan," serta menghalangi pengiriman bantuan kemanusiaan, dan menyerang serta membunuh para pekerja bantuan "yang memaksa banyak lembaga untuk menghentikan atau membatasi operasi mereka di Gaza."

Pendanaa UNRWA Didesak Untuk Kembali Dilanjutkan

ICC menduga tindakan tersebut merupakan bagian dari rencana bersama "untuk menggunakan kelaparan sebagai metode perang dan tindakan kekerasan lainnya terhadap penduduk sipil di Gaza.”

Tujuan hal tersebut tidak lain adalah "untuk melenyapkan Hamas; mengamankan kembalinya para sandera yang diculik Hamas dan secara kolektif menghukum penduduk sipil Gaza, yang dianggap Israel sebagai ancaman."

Operasi militer Israel yang tengah berlangsung di Jalur Gaza dengan tujuan untuk menghabisi Hamas, sejauh ini telah menewaskan 35.500 warga Palestina. Jumlah ini disampaikan pada Senin (20/05) oleh Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.

Apa respons Israel?

Benny Gantz, seorang mantan Kepala Militer dan anggota Kabinet Perang Israel bersama Netanyahu dan Gallant, mengkritik keras pengumuman Khan. Dia mengatakan, Israel berperang dengan "salah satu kode moral yang paling ketat" dan memiliki lembaga peradilan yang kuat, yang mampu menyelidiki dirinya sendiri.

"Negara Israel melakukan salah satu perang yang adil, yang terjadi dalam sejarah modern setelah pembantaian tercela yang dilakukan oleh Hamas pada 7 Oktober," ujar Benny Gantz. "Posisi Jaksa penuntut untuk mengajukan surat perintah penangkapan dengan sendirinya merupakan kejahatan bersejarah yang akan dikenang selama beberapa generasi."

Jaksa penuntut harus meminta surat perintah dari panel praperadilan, berisikan tiga orang hakim, yang membutuhkan waktu rata-rata dua bulan untuk mempertimbangkan bukti-bukti dan menentukan kelanjutan proses tuduhan ini.

mh/gtp/as (AP, Reuters)