1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Dari Grafik Desainer Menjadi Pramugara

8 Agustus 2021

Erwin tidak menyangka ketika diterima untuk dapat pendidikan pramugara di Jerman. Sebelum jadi pramugara, ia sudah melakukan banyak pekerjaan lain dan selalu terbuka untuk hal-hal baru.

https://p.dw.com/p/3yRVe
Foto menunjukkan Erwin Chandra berdiri di tangga sebuah pesawat
Erwin ChandraFoto: Privat

Sekarang ia berprofesi sebagai pramugara. Tapi sebelumnya, Erwin Chandra sudah pernah jadi office boy, penyiar radio, pemain sinetron, pekerja salon, pelayan restoran, dan punya pendidikan sebagai desainer grafik.

“Aku datang ke Jerman karena jodoh,” begitu kata Erwin sambil tertawa. Dulu di Bali, dia sebenarnya berkuliah di bidang desain grafik untuk berbagai media. Ketika sampai di Jerman, ia ingin melanjutkan kuliah di bidang itu, tetapi bidang desain grafis di Jerman ternyata pembagiannya berbeda dengan di Indonesia. “Kalau desainer ‘website’, ya ‘website’ aja. Kalau desainer produk, produk aja,” begitu dijelaskan Erwin.

Di Jerman, ia sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan di bidang desain di Köln International School of Design (KISD) yang berada di bawah Technische Hochschule Köln, atau Sekolah Tinggi Teknik Köln. Sayangnya ia tidak diterima. Setelah kursus bahasa Jerman dan menyelesaikan Orientierungskurs atau kursus orientasi yang harus diselesaikan orang asing di Jerman, Erwin melakukan beberapa pekerjaan seperti menjadi pelayan restoran, agar tidak menganggur.

Ikut "casting" berkat "link" yang dikirimkan teman 

Suatu hari, seorang temannya mengirimkan sebuah link tentang lowongan pekerjaan untuk jadi pramugara. Link untuk lowongan pekerjaan yang diperoleh Erwin berjudul Casting Cabin Crew. Itulah yang akhirnya jadi pintu masuk ke pekerjaannya sekarang.

Tapi dulu, ketika baru memperoleh link itu, ia dulu berpikir ini masih ada kaitannya dengan pendidikan yang diperolehnya di Indonesia. Apalagi dulu, di Indonesia, selain berkecimpung di bidang desain grafik, Erwin juga pernah jadi pemain sinetron. “Aku tuh banyak kebetulan, dan kebetulan yang bagus. Syukur, ya.”

Erwin bercerita, melihat iklan pencari bakat untuk jadi pemain sinetron juga kebetulan. “Motivasi ikut casting sinetron itu sebetulnya cuma karena pengen foto sama artis.” Begitu dijelaskan Erwin dengan jujur sambil tertawa, seraya menambahkan, “Namanya juga rakyat jelata.”

Foto menunjukkan Erwin Chandra bersama empat temannya
Erwin Chandra bersama beberapa temanFoto: Privat

Tugasnya di sinetron adalah sebagai pemain “Kameo”, memerankan karakter fiksi populer, atau bermain di latar belakang. Ketika itu kebetulan ada pemain sinetron lain yang sudah senior menilai Erwin punya bakat. Jadi ia diajari “acting”, trik menghadapi kamera, berbicara dengan artikulasi jelas dan sebagainya.

Karena ketika di Bali Erwin juga sempat bekerja sambilan sebagai penyiar radio, di Jerman dia juga sempat ikut magang di salah satu media besar Jerman, Westdeutsche Rundfunk (WDR), tapi di bidang “online design”, di mana dia sempat menggunakan kemampuan yang diperolehnya dari kuliah desain grafik di Indonesia. Tapi ketika itu, baru kerja dua hari Erwin sudah jatuh sakit.

Tidak bisa bekerja di belakang meja

Akhirnya dia sadar, dia bukan tipe orang yang bisa bekerja di belakang meja. Apalagi dia perokok. Di Indonesia, di meja seorang desainer grafik biasanya ada asbak. Sedangkan di Jerman, dia harus ke luar atau ke ruangan lain untuk bisa merokok. Karena harus mondar-mandir, akhirnya ide bagus juga kerap hilang, kata Erwin.

Untuk mempersiapkan diri ikut Casting Cabin Crew, Erwin membaca berbagai artikel tentang tugas dan fungsi seorang pramugara/pramugari. Ia juga menanyakan pendapat ke teman-temannya, dan dari mereka ia mendapat sokongan sehingga lebih percaya diri. “Coba aja. Kalau ga keterima, kamu ga rugi apa-apa. Kalau keterima, kamu beruntung.” Begitu nasehat teman-temannya.

Akhirnya dia memberanikan diri. Ketika harus mengisi formulir dia merasa bingung, karena belum bisa fasih berbahasa Jerman. Ia dan beberapa orang lainnya yang juga hadir untuk “casting” akhirnya saling membantu dalam mengisi formulir, karena Erwin lebih bisa berbahasa Inggris. Setelah itu baru ia ketahui, bekerja sebagai pramugara berarti bekerja dalam sebuah tim. Jadi dilihat pula bagaimana sikap pelamar dalam “team work.“

Ketika itu yang diuji adalah bahasa Inggris, pengetahuan umum tentang Eropa dan Jerman, dan juga tes psikologis atau kepribadian, juga matematika. Ketika Erwin ditanya apa ibu kotanya Hongaria, ia tidak bisa menjawab, tapi ia bisa berkelit, “Kasih pertanyaan lain, dong!” cerita Erwin sambil tertawa. Yang menguji juga tertawa dan akhirnya ia mendapat sertifikat yang bertuliskan, selamat datang di perusahaan ini!

Terkejut setengah mati ketika diterima untuk pelatihan

Ia merasa tidak percaya. “Aku sampai bengong loh. Bahasa Jermanku ancur-ancuran. Keluar dari hotel itu, aku sampai bilang, ‘Tuhan, serius ini?’” Tapi itu baru tes awal. Itu hanya menyatakan, si pemegang sertifikat akan mendapat pendidikan dari maskapai penerbangan. Pendidikan yang harus diikuti untuk benar-benar menjadi pramugara lamanya dua bulan dan sangat intensif. Di akhir pendidikan juga ada ujiannya. Yang jelas dari pendidikan itu, dia bisa menyelamatkan orang. “Kalau aku bisa menyelamatkan orang, aku benar-benar terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

Ketika itu, maskapai penerbangan tempat ia dilatih sudah mendekati masa krisis keuangan. Erwin termasuk angkatan terakhir yang mendapat pendidikan di sana. Setelahnya, Erwin dan teman-teman melamar di maskapai penerbangan lain, dan diuji lagi. “Puji Tuhan, kami seangkatan diterima semua.”

Erwin memberikan tips untuk wawancara dalam mencari pekerjaan: Kalau ke Vorstellungsgespräch atau wawancara kerja, sebaiknya kita menciptakan suasana tenang dan rileks sehingga pembicaraan bisa berjalan lancar. “Kita kan enggak tahu latar belakang orang-orang yang mewawancara kita. Mungkin mereka ‘nervous’ juga.”

Erwin juga sudah mempersiakan diri terhadap kemungkinan bahwa dia tidak bisa menjawab pertanyaan, dan kemungkinan bahwa orang yang bertanya juga tidak tahu apa yang harus dilakukan, jika pertanyaannya tidak bisa dijawab. Jadi kalau yang diwawancara bisa memberikan solusi bagi kedua belah pihak untuk bisa keluar dari situasi buntu, tentu sangat baik. Begitu kata pria yang menyukai seni dan keindahan ini.

Benar-benar menghayati pekerjaan sebagai pramugara

Pendidikan untuk jadi pramugara mencakup antara lain: pelayanan, keamanan, pertolongan pertama saat kecelakaan. Lalu mereka juga harus tahu komponen-komponen di “cockpit”. Selain itu, di mana tersimpannya bahan bakar pesawat harus mereka ketahui. Semua hal itu penting.

Erwin mengambil contoh, misalnya di musim dingin akibat suhu udara yang rendah dan salju, katup-katup pada sayap pesawat tidak bisa terbuka, pramugara/pramugari yang menyadari itu harus melaporkan ke “cockpit.” Supaya bisa melaporkan masalah dengan tepat, mereka harus tahu istilah-istilah teknis untuk semua bagian pesawat.

Erwin bercerita, pernah pesawat tempat dia bekerja terkena hujan bongkahan es ketika sedang terbang. Kaca depan pesawat kemudian retak. Walaupun pramugara mungkin tahu hal itu, mereka tidak bertugas memberikan informasi itu kepada penumpang. Informasi yang boleh diberikan penumpang ditentukan pilot.

Dalam keadaan darurat, misalnya pendaratan di air, mereka punya daftar setiap langkah yang harus diambil. Misalnya, kalau masih ada waktu 15/20 menit, pramugara harus memberikan demonstrasi keselamatan bagi penumpang. Mereka juga harus bisa menenangkan penumpang, dan mereka sendiri juga harus tenang.

Mereka juga belajar apa yang harus dilakukan jika penumpang mengalami masalah kesehatan. Misalnya tekanan darah tinggi atau rendah, serangan jantung dan juga menghadapi orang yang panik. Mereka tentu juga harus tahu barang-barang berbahaya yang tidak boleh dibawa ke dalam pesawat.

Siap membantu orang di mana saja

Karena sudah terbiasa memperhatikan hal-hal seperti itu, jika berada di tempat lain pun, dia melakukan hal sama. Misalnya jika naik eskalator, dia berusaha melihat, di mana tombol penghenti eskalator. Sehingga jika ada orang yang celaka, eskalator bisa dia hentikan, untuk mencegah akibat lebih buruk lagi. Jika ada orang yang pingsan atau terancam kematian di tempat manapun, tentu dia juga siap memberikan pertolongan pertama. Pelatihan di bidang pertolongan pertama harus diikuti pramugara di perusahaannya secara rutin setahun sekali, agar tidak lupa dan selalu siap digunakan.

“Orang kalau lihat pramugari cuma mengira, kerjanya begitu saja, cantik-cantik. Padahal saat ‘briefing’ kami sudah membicarakan, di antara penumpang ada berapa bayi, ada berapa anak, ada berapa orang yang perlu kursi roda.” Demikian pula dengan penumpang yang punya kebutuhan khusus, misalnya tidak bisa melihat atau mendengar, dan sebagainya.

Foto menunjukkan Erwin bersama beberapa teman di depan gedung pelatihan
Erwin dan rekan-rekan ketika mengikuti pendidikan untuk jadi pramugaraFoto: Privat

Ketika penumpang naik ke pesawat, seorang pramugara harus melakukan “screening”, kata Erwin. Apa yang dibawa penumpang, apa dia mabuk, apa terlihat sakit, dan sebagainya. Hal-hal yang sudah diamati, kemudian diinfokan kepada semua rekan yang sedang bertugas. Sekarang, akibat pandemi, ada tambahan, yaitu masker. Masker mana yang boleh, yang mana tidak boleh. Jadi pekerjaan mereka butuh konsentrasi terus-menerus. Toilet di pesawat juga harus terus diperhatikan. Jika seorang penumpang berada terlalu lama di toilet, maka pintunya harus diketuk. “Mungkin dia sakit, mungkin dia pingsan, atau mungkin sedang merakit bom di toilet.” Demikian ditambahkan Erwin dengan serius.

Jika misalnya ada “delay”, dan penumpang mengajukan pertanyaan, tentu harus bisa menjawab. “Kalau ada ‘delay’ kan bukan penumpang saja yang kena. Kami juga, kerjanya jadi tambah lama, dan capek juga.” Soalnya penumpang kalau sudah marah, kadang mereka tidak mau tahu. Membuat penumpang tetap tenang, dan kondisinya tetap nyaman adalah tantangan terbesar bagi Erwin selama bertugas.

Setiap bulan, para pramugara di perusahaan tempat ia bekerja wajib terbang 70 jam. Jadi dia saat ini hanya menekuni pekerjaan itu saja. Tapi ada pekerjaan lain, yang saat ini baru menjadi hobi, yang nantinya ingin ia tekuni secara profesional. Misalnya "modeling," juga berkecimpung dalam pembuatan video clip musik.

Pelajaran terpenting dari Jerman: mengubah karakter

Ia bercerita, Jerman mengubah karakternya sepenuhnya. Dulu, sebelum ke Jerman dia kurang sabar, juga sering emosi. Di Jerman, dia jadi lebih sabar. Pelajaran terbesar yang ia dapat adalah, dengan berada di Jerman dia jadi bisa menerima perbedaan. Baik perbedaan pendapat, suku, budaya, warna kulit, dan perbedaan lain.

Ia bercerita juga tentang anak laki-laki kecil Jerman yang datang mendekati dia di pesawat, dan bertanya dengan sopan, “Darf ich Ihre Toilette benutzen?” (Apa saya boleh memakai toilet Anda?). Setelah itu anak yang sama datang dan bertanya, ”Hallo, haben Sie kurz Zeit?” (Halo, apa Anda punya waktu sedikit). Anak itu tidak punya keperluan apa-apa, sekadar ingin mengobrol dengan Erwin. “Ternyata anak itu punya ‘soul’ yang lebih dewasa daripada aku,” kata Erwin sambil mengingat pengalaman itu, dan dia menekankan, itu bukan satu-satunya pengalaman indah yang sudah dia alami sampai sekarang.

Untuk orang-orang lain yang ingin bekerja di Jerman, ia memberikan tips untuk tetap punya “network”, tidak mudah menyerah, menerima perbedaan, jangan pilih-pilih kerjaan, tidak tersingging kalau dikritik, dan tentu saja bahasa Jerman harus bisa dan dipelihara.