1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Punya Pemerintahan Baru setelah Setahun Bertikai

28 Oktober 2022

Anggota parlemen Iran akhirnya memberikan persetujuan untuk membentuk pemerintahan baru setelah berbulan-bulan terjadi pertikaian sengit. Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani akan menghadapi banyak tantangan berat.

https://p.dw.com/p/4ImhQ
Perdana Menteri baru Irak Mohammed Shia al-Sudani
Al-Sudani telah berjanji untuk mengadakan pemilihan baru dalam setahunFoto: Iraqi Parliament Media Office/AP/picture alliance

Parlemen Irak memberikan persetujuannya kepada 21 anggota kabinet baru yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mohammed Shia al-Sudani pada hari Kamis (27/10). Pertikaian antara faksi-faksi Syiah yang berbeda setelah pemungutan suara tahun lalu membuat parlemen mengalami kebuntuan politik.

"Tim menteri kami akan memikul tanggung jawab pada periode kritis ini, di mana dunia menyaksikan perubahan dan konflik politik dan ekonomi yang luar biasa," kata perdana menteri baru setelah pemungutan suara.

Siapa al-Sudani?

Perdana menteri berusia 52 tahun itu berasal dari blok parlemen Kerangka Koordinasi Pro-Iran yang saat ini terbesar setelah kepergian anggota parlemen dari blok Syiah yang berlawanan di bawah perintah ulama populis Moqtada al-Sadr.

Al-Sudani mengambil alih kekuasaan dari Mustafa al-Kadhimi yang menjabat sebagai perdana menteri sementara setelah protes anti-pemerintah yang meluas mengguncang Irak dan memicu pemilihan awal.

Kebuntuan politik sejak itu tidak banyak membantu memadamkan kemarahan publik atas apa yang dilihat banyak orang sebagai skandal korupsi yang meluas dan merajalela.

"Epidemi korupsi yang telah memengaruhi semua aspek kehidupan lebih mematikan daripada pandemi corona dan telah menjadi penyebab banyak masalah ekonomi, melemahnya wibawa negara, meningkatnya kemiskinan, pengangguran, dan layanan publik yang buruk,” kata al-Sudani dalam parlemen.

Tantangan apa yang dihadapi PM baru?

Irak telah bertahun-tahun mengalami konflik. Kelumpuhan politik baru-baru ini semakin menambah kesengsaraannya, kondisi negara tanpa anggaran, walaupun pendapatan dari minyak menghasilkan uang yang cukup besar.

Kurangnya lowongan pekerjaan dan layanan publik yang memicu protes anti-pemerintah semakin memburuk. Oposisi dari Sadr dan pengikutnya menambah tantangan lebih lanjut. Ulama itu mampu membawa ribuan pendukungnya turun ke jalan dalam upaya untuk menekan parlemen. Ketika itu gagal, mereka menyerbu gedung dan mendudukinya beberapa kali.

Popularitasnya, terutama di lingkungan kelas pekerja yang dikenal sebagai Kota Sadr, dan penentangannya terhadap sekutu dekat al-Sudani dan mantan Perdana Menteri Nouri al-Maliki, telah memicu kekhawatiran bahwa ia akan terus mengganggu sistem politik Irak yang rapuh.

bh/ha (AFP, Reuters)