1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Intervensi Militer di Suriah Dianggap Terlalu Dini

30 Mei 2012

Tema operasi militer dengan mandat PBB disampaikan Presiden Perancis Francois Hollande. Namun Rusia, Cina dan AS menanggapinya dengan dingin. AS menyatakan akan meninjau “langkah lebih lanjut“ terhadap rezim di Damaskus.

https://p.dw.com/p/1554c
Foto: Reuters

Negara pemilik veto di PBB, Rusia dan Cina, menanggapi dengan dingin pernyataan Presiden Perancis Francois Hollande (foto). Dengan tegas kedua negara tetap menolak dilancarkannya intervensi militer di Suriah. Seperti dilaporkan kantor berita Interfax, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Gennadi Gatilov mengatakan, terlalu dini untuk mempertimbangkan intervensi PBB di Suriah. Rusia juga menolak digelarnya perbincangan baru dalam Dewan Keamanan PBB dan mengkritik pengusiran duta besar Suriah oleh beberapa negara Barat. Solusi untuk mengakhiri krisis hanya dapat dicapai melalui dialog yang menyertakan seluruh pihak, kata juru bicara Kementrian Luar Negeri Rusia Alexander Lukashevich.

Lewat juru bicara Kementrian Luar Negeri di Beijing, Cina menyatakan menolak tindakan dengan kekerasan yang dilakukan pemerintah asing. Cina memang mengutuk „pembunuhan brutal“ di Houla, namun kutukan ini tidak ditujukkan pada pemerintah di Damaskus.

Langkah Lebih Lanjut AS

Presiden Amerika Serikat Barack Obama, melalui juru bicaranya, mengatakan, pemerintah Washington yakin bahwa aksi militer “hanya akan mengakibatkan kekacauan dan pertumpahan darah yang lebih besar.“ Namun demikian, pemerintah AS bersama dengan sekutunya akan mempertimbangan langkah lebih lanjut terhadap rezim Suriah, dikatakan juru bicara Jay Carney. Namun ia tidak menerangkan secara rinci langkah apa yang akan dipertimbangkan.

Pemerintah Jerman menekankan untuk berupaya mencari solusi diplomatik. Juru bicara pemerintah Jerman Steffen Seibert mengatakan, Kanselir Angela Merkel akan memanfaatkan kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin di Berlin, Jumat (01/06), untuk mengupayakan lebih meningkatkan tekanan internasional terhadap Suriah. Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle mengatakan kepada harian Die Welt, “Pemerintah Jerman tidak melihat adanya alasan untuk spekulasi tentang opsi militer. Sekarang kita harus memanfaatkan seluruh peluang politik.“ Dasar bagi solusi adalah rencana perdamaian yang diusulkan Utusan Khusus PBB Kofi Annan, ditambahkan Westerwelle.

Hollande menjadi Berita Utama

Hari Selasa malam (29/05), Presiden Perancis Francois Hollande mengatakan tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan intervensi militer terhadap Suriah dengan mandat DK PBB. Kepada telvisi France 2, Holande mengatakan, seperti pada kasus Libya pada tahun 2011, pendekatan seperti itu hanya akan dapat dilakukan di bawah hukum internasional dengan mandat dari PBB. Pernyataan Hollande ini menanggapi surat terbuka yang disampaikan aktivis Perancis dan filsuf Bernard-Henri Levy, yang menyerukan kepada Hollande untuk “mengambil inisiatif di Suriah“.

Hari Selasa (29/05). Jerman, Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Austarlia, Perancis, Italia, Spanyol dan Bulgaria telah mengusir duta besar atau diplomat Suriah. Tindakan ini diambil menyusul aksi pembantaian di kota Houla, yang menurut laporan PBB menewaskan sedikitnya 108 orang. Rabu (30/05), Turki dan Jepang juga telah mengusir duta besar Suriah dari negara mereka. Pengusiran diplomat Suriah ini diharapkan dapat meningkatkan tekanan terhadap rezim Presiden Assad.

Pembunuhan Terus Berlangsung

Sementara itu, media pemerintah Suriah mengomentari pengusiran diplomat ini dengan tajam. Harian Al Baath, yang merupakan corong partai milik Presiden Assad, mengatakan, Suriah tidak akan terintimidasi dan tidak akan goyah. Harian Al Thawra berbicara tentang eskalasi yang bertujuan untuk menggagalkan rencana perdamaian yang diusulkan oleh Kofi Annan dan untuk menghasut terjadinya perang saudara.

Dewan Keamanan PBB merencanakan menggelar sidang khusus untuk membicarakan insiden pembantaian di Houla. Dari kalangan DK PBB di Jenewa, Swiss, dikabarkan bahwa pertemuan akan diadakan pada hari Jumat (01/06). 21 negara, termasuk negara anggota Uni Eropa dan AS, dilaporkan telah menandatangani permohonan untuk sidang.

Meskipun tekanan diplomatik meningkat, pembunuhan terus berlangsung di Suriah. Para aktivis melaporkan terjadinya pertumpahan darah di provinsi Deir al-Saur. Mereka mempublikasikan satu video yang menunjukkan mayat 13 pria yang tewas ditembak dengan tangan terikat di belakang punggung. Kepala tim pengamat PBB Robert Mood menyebutnya sebagai “tindakan mengerikan dan tidak bisa dibenarkan.“

yf(dpa/rtr/afp/dap)