1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inggris Akan Selidiki Keterlibatannya dalam Perang Irak

16 Juni 2009

Dua setengah bulan setelah Inggris mulai menarik pasukannya dari Irak, Inggris mengumumkan akan melakukan penyelidikan atas peperangan yang dipimpin oleh Amerika Serikat itu.

https://p.dw.com/p/IAlE
Pasukan Inggris ketika memasuki wilayah Basra, 4 April 2003Foto: AP

Lebih dari enam tahun setelah dimulainya perang Irak dan hampir tiga bulan setelah penarikan tentaranya dari Irak, Inggris akan membentuk sebuah komisi independen yang akan melakukan penyelidikan mengenai perang tersebut. Penyelidikan yang kemungkinan mulai dilakukan bulan Agustus mendatang itu dan akan berlangsung selama setahun, akan dilakukan secara tertutup seperti penyelidikan Perang Malvinas dulu. Hasilnya berupa informasi yang bila membahayakan kekuatan militer atau keamanan negara, tidak akan dipublikasikan, ujar Perdana Menteri Inggris Gordon Brown.

“Dengan mempertimbangkan keamanan nasional, seperti penyelidikan sebelumnya, misalnya yang dapat mengakibatkan gangguan atau mengurangi kapabilitas militer kami di masa depan, faktanya akan disimpan secara tertutup.”

Tak pelak, rencana dilakukan penyeldikan di balik pintu itu membuat kubu oposisi naik pitam. Pemimpin konservatif Inggris David Cameron mengatakan: “Penyelidikan ini dilakukan penuh kejutan hingga Juli atau Agustus tahun 2010. Dengan menunda mulainya penyelidikan ini dan dengan menunda publikasi hingga setelah pemilu nanti, setiap orang akan menyimpulkan bahwa pemerintah tidak mau menghadapi hasil yang tidak mengenakan.”

Invasi tentara unilateral ke Irak, Maret 2003, menyulut kemarahan di Inggris. Ribuan orang turun ke jalan menentang perang tersebut. Dalam perang selama enam tahun itu, tak kurang dari 179 serdadu Inggris kehilangan nyawanya. Sebagai sekutu terdekat AS, Inggris mengirimkan 45 ribu serdadunya untuk bergabung dengan pasukan AS dan koalisinya untuk menggulingkan mantan presiden Irak saat itu, Saddam Hussein, yang dituding menyembunyikan senjata pemusnah massal. Senjata yang dimaksud itu hingga kini tidak pernah ditemukan.

Mantan perdana menteri Inggris kala itu, Tony Blair, terus bahu-membahu dengan mantan presiden AS, George W.Bush, dalam perang melawan terorisme. Kebijakan Blair untuk mengirimkan serdadunya bergabung dengan tentara AS ini membuatnya tak populer, yang menjadi faktor keputusannya untuk mengundurkan diri di tengah masa jabatannya yang ketiga, tahun 2007.

Kontroversi yang berkembang adalah tidak ditemukannya senjata pemusnah massal, seperti yang diklaim pemerintahan Inggris sebelumnya. Ketika itu Blair mengatakan senjata ini mampu diluncurkan dalam waktu hanya 45 menit saja. Kritik pedas yang juga dilontarkan para pemrotes perang adalah bukti bahwa tentara Inggris dihadapkan pada ancaman bahaya sebab dalam penugasan di Irak tidak disediakan perlengkapan yang memadai.

(AP/afp/reuters/euronews)

Editor: Yuniman Farid