1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Otomotif dan MobilitasEropa

Industri Otomotif Eropa Hadapi Era Penuh Tantangan

18 September 2024

Di saat VW dan produsen otomotif Eropa lainnya mempertimbangkan penutupan pabrik, pesaing baru dari Cina sedang mencari lokasi produksi di Eropa. Era penuh tantangan bagi produsen Eropa.

https://p.dw.com/p/4kkoA
Pabrik VW di Jerman
Pabrik VW di JermanFoto: Jens Meyer/AP/picture alliance

Industri mobil Eropa sedang menghadapi banyak tantangan. Mobil yang terjual lebih sedikit dari prediksi dan produksi sebagian besar model listrik juga terhenti. Volkswagen terancam menutup pabriknya, sementara penjualan Renault dan merek Stellantis Fiat juga menurun.

Menurut penelitian Bloomberg Intelligence, satu dari tiga pabrik BMW, Mercedes, Stellantis, Renault, dan Volkswagen di Eropa tidak mencapai kapasitas produksi penuh. Beberapa pabrik bahkan tidak merampungkan setengah dari kapasitas produksi mereka.

Di pabrik Mirafiori milik Stellantis Group di Turin, Italia, tempat produksi mobil listrik Fiat 500e, produksi bahkan anjlok lebih dari 60 persen pada paruh pertama tahun 2024. Di Belgia, pabrik Audi yang membuat e-tron Q8 yang mahal dikatakan berisiko tutup.

Tekanan terhadap industri otomotif Eropa

Turunnya penjualan juga menekan pabrik Renault di Douai, Perancis utara, dan di pabrik VW di Dresden. Mobil listrik yang dibuat di sana hampir tidak punya pembeli, produsen pun merugi.

"Kita berada di tengah-tengah perubahan struktural," kata kepala ekonom ING Carsten Brzseski kepada DW. Tidak hanya bagi VW, tapi juga seluruh industri otomotif. "Dan tentu saja, kami melihat tren internasional mengarah pada lebih banyak mobilitas listrik, juga mengarah pada lebih banyak persaingan," tegas Brzeski.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Tekanan terhadap produsen mobil Eropa semakin meningkat, khususnya dari Cina. Meskipun UE mengenakan tarif terhadap mobil listrik produksi Cina, produsen mobil dari Cina kian maju dan bertekad punya pijakan permanen di pasar UE.

Selain merek Geely Lynk & Co, Chery, Great Wall Motor, dan BYD, produsen dari Cina di masa depan ingin memproduksi mobil listrik di pabrik mereka sendiri di Eropa.

Kenapa industri otomotif Eropa tertinggal?

Mengapa produsen mobil Eropa mengalami kesulitan dalam peralihan ke mobil listrik? Apakah mereka ketinggalan kereta?

Industri ini sedang berjuang mengatasi banyak masalah pada saat yang bersamaan, jelas Carsten Brzeski. Aba banyak masalah, seperti kian ketatnya persaingan internasional dan rendahnya daya saing negara-negara Eropa.

Hans-Werner Sinn, mantan pemimpin Institut Ifo, institut ekonomi di München, tidak melihat adanya kegagalan manajemen dalam hal ini. "Anda tidak bisa mengatakan bahwa di sini ada tren pasar yang terlewat, Volkswagen misalnya atau yang lainnya. 

Sebaliknya, mereka belum menyadari - dan ini mungkin sebuah kekurangan - betapa cepat dan radikalnya tindakan para politisi di Cina dan Eropa," ujarnya kepada DW.

Kesepakatan Hijau, pelarangan mesin kombusi internal di UE mulai tahun 2035, dan standar emisi yang semakin ketat telah secara radikal mengubah pasar dan dalam waktu singkat dan mengarahkan industri ke arah transformasi yang bermotif politik.

Di Cina dan Prancis, peningkatan produksi mobil listrik juga dilihat sebagai peluang untuk mematahkan dominasi teknologi pabrikan mobil Jerman di bidang mesin kombusi internal, kata Sinn.

Bagi kepala ekonom ING, Brzeski, tidak diragukan lagi bahwa penurunan industri otomotif di Jerman dan Eropa berisiko membahayakan kesejahteraan masyarakat. Di Jerman saja, industri otomotif, bersama dengan pemasok, dan semua perusahaan lain yang secara tidak langsung bergantung pada bisnis dengan produsen mobil, menyumbang tujuh hingga delapan persen dari output ekonomi.

Bagaimana bisa menyelamatkan sebanyak mungkin pekerjaan bergaji tinggi di industri ini dan mempertahankan kesejahteraan di sekitar lokasi otomotif?

Industri tekan balik pembuat kebijakan dan serikat pekerja

Hans-Werner Sinn berpikir tentang pengelompokan negara-negara penghasil emisi CO2 terbesar. Semua pemain penting seperti Cina, India, Brasil, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa harus membatasi ekstraksi dan penggunaan bahan bakar fosil.

Rencana UE seperti Kesepakatan Hijau atau taksonomi, yang menempatkan seluruh perekonomian pada perlindungan iklim dan lingkungan, mempunyai niat baik. Namun rencana ini dinilai akan "menghancurkan kemakmuran kita," ujar Sinn. Hal ini karena kebijakan tersebut mengesampingkan hukum pasar.

Protes menentang ancaman penutupan pabrik Audi di Brussels, 16 September 2024
Demonstran menentang ancaman penutupan pabrik Audi di Brussels (16/09) meminta Uni Eropa berinvestasi lebih di bidang otomotif.Foto: NICOLAS TUCAT/AFP

Sebagai ekonom, baginya ini adalah adalah visi yang mengkhawatirkan. "Ini adalah cara yang pada akhirnya dapat menghancurkan perekonomian. Saya sangat menyarankan untuk membalikkan kebijakan ini." 

Tapi Frank Schwope dari Fachhochschule des Mittelstands (FHM) di Hanover mengatakan dengan nada agak santai. "Sebenarnya Volkswagen menghasilkan keuntungan yang sangat signifikan" dan menunjukkan rekor laba sebesar 22,6 miliar euro pada tahun 2023 dan proyeksi laba operasional di tahun 2024 sebesar 20 miliar euro.

Krisis ini belum terjadi, tapi akan terjadi di masa depan, tegas pakar otomotif itu. Karena itulah, manajemen VW telah menyiapkan skenario untuk mengurangi tuntutan gaji saat ini dan mendorong bonus pembelian mobil listrik baru. Stellantis kini juga menginjak rem mereka. Di pabrik Mirafiori di Turin, produksi Fiat 500e akan dihentikan selama sebulan karena anjloknya penjualan.

Bisa jadi, Hans-Werner Sinn benar dalam pandangannya mengenai industri otomotif. "Volkswagen hanyalah korban awal. Masih banyak lagi yang akan datang."

Diadaptasi dari artikel DW Jerman