1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menangkan Pemilu Punjab, Imran Khan Goyang Pakistan

18 Juli 2022

Kemenangan Tehreek-e-Insaf (PTI) pimpinan Imran Khan di provinsi paling berpengaruh di Pakistan itu menjadi pukulan telak bagi pemerintahan PM Shehbaz Sharif, di tengah krisis ekonomi dan negosiasi utang dengan IMF.

https://p.dw.com/p/4EGeK
Bekas PM Pakistan Imran Khan
Bekas Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, dalam sebuah kampanye di Narowal, Pakistan, Mei 2022Foto: Daniel Berehulak/Getty Images

Bekas Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, kembali menuntut penyelenggaraan pemilu agar dipercepat, setelah partainya, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI) memenangkan pemilu sela di Punjab, timur Pakistan, Minggu (17/7). 

Pemilu legislatif di provinsi paling padat itu sejak awal dianggap sebagai kontes popularitas bagi Khan yang digulingkan melalui Mosi Tidak Percaya di parlemen, April silam. Dia berulangkali mengecam pemakzulannya sebagai konspirasi Barat. 

Dari sebanyak 20 kursi legislatif yang diperebutkan di Punjab, PTI pimpinan Khan memenangkan 15 kursi, sementara partai pemerintah, Pakistan Muslim League-N (PML-N), hanya mendapat empat mandat. Adapun kursi terakhir direbut seorang kandidat independen.

Pemilu sela di Punjab diselenggarakan atas desakan PTI, setelah 20 anggota legislatifnya membelot ke partai lain. Hasil pencoblosan dipastikan bakal memperlemah posisi pemerintah provinsi yang dikuasai Hamza Sharif, putra Perdana Menteri Shehbaz Sharif.

Khan: Pakistan's future is tied up with Russia

Perseteruan dinasti politik

Khan, yang sejak awal menuntut percepatan penyelenggaraan pemilu, menilai pemerintah tidak lagi bisa mempertahankan rencana pemilu bulan Oktober tahun depan. "Satu-satunya jalan ke depan dari sini adalah menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan transparan,” tulisnya via Twitter, Senin (18/6).

Kegagalan dalam menggelar pemilu, kata dia, "akan mengarah pada ketidakpastian politik dan kekacauan ekonomi.”

Kegagalan kedua dinasti politik terbesar, Sharif dan Bhutto, dalam memenangkan provinsi yang menampung hampir separuh dari penduduk Pakistan itu berpotensi membuka babak baru krisis politik di Islamabad. 

Kedua dinasti yang diwakili PTI dan Partai Rakyat Pakistan (PPP) awalnya bermusuhan, tapi menggabungkan kekuatan untuk menjatuhkan Imran Khan.

Media-media nasional menulis, eksodus pemilih PML-N dan PPP di Punjab digerakkan oleh lonjakan harga kebutuhan pokok, yang sekaligus menjadi penilaian terhadap kinerja ekonomi pemerintah. Saat ini Pakistan harus mengalokasikan separuh dari pendapatan tahunannya untuk membayar utang luar negeri.

Pencabutan subsidi surutkan dukungan elektoral?

Kamis (13/7) lalu Dana Moneter Internasional (IMF) mengumumkan kucuran pinjaman senilai USD 6 miliar untuk Pakistan. Bantuan datang setelah pemerintah memangkas subsidi bahan bakar. Akibatnya, harga bensin dan diesel melonjak sebesar 50 persen dalam hanya dua bulan. 

"Kepahitan sebuah keputusan yang tidak populer,” tulis harian terbesar, Dawn, di laman utamanya baru-baru ini.

Namun PM Shehbaz Sharif bersikeras Pakistan membutuhkan bantuan IMF jika tidak ingin mengalami kebangkrutan layaknya Sri Lanka. "Kesepakatan ini akan mengeluarkan Pakistan dari krisis ekonomi,” tulisnya di Twitter.

Islamabad juga sempat melobi pemerintah Amerika Serikat untuk memudahkan negosiasi dengan IMF. Lembaga kredit global itu dikenal tajam mengevaluasi pengeluaran negara sebelum mengabulkan pinjaman. 

Pencabutan subsidi biasanya menjadi prioritas pertama penghematan anggaran. Sebab itu pemerintah Sharif sejak jauh hari sudah mengumumkan akan mengambil keputusan sulit. 

"Adalah sangat penting untuk melanjutkan program IMF untuk menyelamatkan negeri dari kebangkrutan,” kata Menteri Keuangan, Miftah Ismail, di hadapan parlemen, Juni silam. "Kami tahu keputusan ini akan merusak reputasi politik kami, tapi kami tetap melakukannya.”

rzn/hp (rtr,afp)