1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Impian Olimpiade Beijing Pupus bagi Atlet Irak

26 Juli 2008

Olimpiade di Beijing akan berlangsung tanpa atlet Irak. Ini diumumkan Komite Olimpiade Internasional (IOC), Kamis (24/07). Juni lalu, IOC menskors Komite Nasional Olimpiade Irak karena melanggar peraturan.

https://p.dw.com/p/Ejrq
Foto: AP

Berolah raga bagi Dana Abdul-Razzaq kadang sangat berbahaya. Padahal gadis 21 tahun ini adalah atlet pelari sprint 100 meter dan 200 meter yang terkemuka di negaranya. Suatu hari, ketika pelari cepat ini sedang berlatih di Stadion Al Shaab di Bagdad, ia diserang oleh seorang penembak gelap. Dana luput dari ancaman. Ia akhirnya selamat dan bisa melanjutkan latihannya. Namun semua rasa ketakutan dan jerih payah yang ia tuangkan untuk keahliannya itu, kini terbukti sia-sia. Karena Dana tidak bisa hadir di Beijing. Begitu juga enam atlet Irak lainnya dan bagi ketujuh atlet ini bertanding di Olimpiade Beijing merupakan cita-cita yang sudah lama diperjuangkan.

Para atlet Irak harus berlatih dalam situasi yang tak mungkin bisa dibayangkan oleh atlet profesional lain dari negara industri maju. Stadion Al Shaab merupakan satu-satunya stadion olah raga yang bisa mereka gunakan untuk berlatih di Bagdad.

Nissr Salem Ghanem dari Perhimpunan Angkat Besi Irak tahun 2000 mengikuti Olimpiade Sydney. Ia menceritakan pengalamannya, “Untuk persiapan ke Beijing kami berlatih di sebuah pusat latihan di Damaskus. Di Suriah segala sesuatu yang dibutuhkan oleh atlet itu tersedia. Kemudian kami harus kembali ke Bagdad dan berlatih selama dua minggu di pusat pelatihan di sini. Lalu kami menuju Teheran dan ke Turki. Dan tempat latihan terakhir di Malaysia.”

Untuk melakukan persiapan yang betul-betul baik, kemungkinan berlatih hanya ada di luar negeri. Infrastruktur di Afghanistan sangat bermasalah menurut Ziad Jassem, dari Perhimpunan Atlet Anggar Irak. Hanya ada beberapa tempat berlatih dan kualitas perangkat olah raga yang tersedia tidak baik. Bahkan di Stadion Al Shaab tak ada AC atau sistem penyejuk ruangan, meskipun suhu udara bisa mencapai 50 derajat Celsius di musim panas. Atlet yang terbaik pun hanya bisa berlatih paling lama satu jam.

Kekurangan ini dirasakan oleh semua atlet, baik yang amatir maupun yang profi. Selain itu untuk keluar negeripun merupakan masalah. Mereka yang memiliki pekerjaan, harus meninggalkannya. Lalu biayanya mahal, padahal untuk mencari uang tidaklah mudah. Semua hal ini membuat banyak atlet menjadi iri hati membayangkan peluang yang ada di luar negeri. Begitu keluh pelatih olah raga angkat besi, Mutrani Dikris Navi.

“Di Irak kami tidak punya apa-apa. Lalu kami pergi ke negara-negara Asia dan Arab. Negara-negara itu tidak menghasilkan minyak bumi, tapi kondisinya lebih baik dari negara kita. Saya ikut dalam Olimpiade di Sydney dan di Athena dan moga-moga kami akhirnya bisa ke Beijing, hal ini betul-betul akan menyenangkan bagi atlet Irak”, begitu Mutrani Dikris Navi.

Kini harapan Navi tidak akan menjadi kenyataan. Juni tahun ini, Presiden IOC Jacques Rogge berjanji akan mencari jalan keluar, meskipun Komite Olimpiade Nasional Irak di-skors karena melanggar peraturan. Waktu itu, Rogge bahkan mengatakan bahwa yang paling penting adalah atletnya. Kini para atlet itu harus tetap di Irak, dimana sejak 2003 lebih dari 100 atlet, pelatih dan pejabat terbunuh. (ek)