1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumFilipina

ICC Lanjutkan Penyelidikan Kasus 'Perang Narkoba' Filipina

19 Juli 2023

Penyelidikan ICC terhadap ribuan pembunuhan gerakan "perang narkoba" terus berlanjut, setelah permohonan banding dari Filipina ditolak. Langkah itu disambut baik aktivis hak asasi manusia.

https://p.dw.com/p/4U6Up
Situasi penjara di Filipina
Lebih dari 200.000 operasi antinarkoba dilakukan di bawah kepemimpinan mantan Presiden Filipina Rodrigo DuterteFoto: Francis R. Malasig/dpa/picture alliance

Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada hari Selasa (18/07) kembali membuka jalan bagi penyelidikan terhadap "perang narkoba", sebuah kampanye antinarkoba yang diluncurkan oleh mantan Presiden Rodrigo Duterte, yang menewaskan ribuan orang di Filipina dan menimbulkan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Sebelumnya, penyelidikan resmi ICC telah diluncurkan pada September 2021, tetapi ditangguhkan dua bulan kemudian setelah Manila mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyelidikan sendiri.

Pada Juni 2022, Kepala Jaksa Penuntut ICC Karim Khan berhasil meyakinkan pengadilan untuk membuka kembali penyelidikan terhadap kasus tersebut. Namun, Filipina justru mengajukan banding, dengan mengatakan bahwa Manila telah menarik diri dari ICC pada tahun 2019 lalu, yakni tiga tahun sebelum penyelidikan itu dilanjutkan.

Sayangnya, Hakim banding di ICC pada hari Selasa resmi menolak keberatan Manila.

Mantan Presiden Duterte tolak keputusan ICC

Pada hari Selasa, lima hakim menolak banding Manila dan menegaskan bahwa penyelidikan akan terus dilanjutkan. Keputusan hakim tersebut dipuji sebagai langkah menempuh  keadilan bagi keluarga korban dan kelompok-kelompok HAM.

"Pemerintahan (Presiden Filipina Ferdinand) Marcos harus mendukung komitmennya terhadap hak asasi manusia dan memerangi impunitas dengan menindaklanjuti kewajiban hukum internasionalnya untuk bekerja sama dalam penyelidikan pengadilan," ujar Bryony Lau, wakil direktur Asia di Human Rights Watch, dalam sebuah pernyataan.

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Di bawah kepemimpinan mantan Presiden Rodrigo Duterte, Filipina mengundurkan diri dari ICC pada Maret 2019.Foto: Bullit Marquez/AP Photo/picture alliance

Namun, perwakilan mantan Presiden Duterte mengatakan bahwa Duterte "selalu menyatakan bahwa sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hanya pengadilan Filipina yang dapat mengadili setiap kejahatan yang dilakukan di wilayah Filipina," kata mantan juru bicara Harry Roque dalam sebuah pernyataan.

Mantan presiden Duterte "akan menghadapi semua tuduhan kepadanya hanya di hadapan pengadilan Filipina dan di hadapan hakim Filipina," tegas Roque.

Kantor pengacara umum Filipina, perwakilan lembaga hukum Manila mengatakan "kecewa" dengan keputusan ICC tersebut, dan menambahkan bahwa Filipina akan tetap melanjutkan penyelidikannya sendiri.

"Keputusan mayoritas tidak mengubah fakta bahwa Republik (Filipina), melalui berbagai lembaga nasional dan lokalnya, tetap berkomitmen penuh terhadap investigasi internal dan penuntutan atas tuduhan yang terkait dengan kampanye antinarkoba tersebut," kata kantor pengacara umum Filipina dalam sebuah pernyataan.

Setelah pemilihan umum Filipina tahun 2016, Duterte meluncurkan kampanye antinarkoba, di mana pihaknya telah melakukan beberapa operasi membasmi narkoba. Lebih dari 6.000 tersangka terbunuh selama penumpasan brutal tersebut.

Bahkan, sebagian besar dari para tersangka merupakan rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Jaksa penuntut ICC memperkirakan jumlah total korban tewas mencapai 12.000 hingga 30.000 orang.

kp/rs (AFP, AP, Reuters)