1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hukuman Mati di Libya

12 Juli 2007

Pengukuhan vonis mati di Libya terhadap juru rawat dan dokter asal Bulgaria dan Palestina mengundang kritik di Eropa.

https://p.dw.com/p/CPG1
Pekerja medis yang dijatuhi hukuman mati
Pekerja medis yang dijatuhi hukuman matiFoto: AP

Para tenaga medis dituduh dengan sengaja menjangkitkan AIDS kepada anak-anak di rumah sakit tempat mereka bekerja. Sejak tahun 1999 mereka ditahan di Libya, dan pengadilan menjatuhkan hukuman mati tahun 2004, yang kini dikukuhkan oleh Mahkamah. Minggu depan, keputusan tersebut memang akan ditinjau lagi oleh Dewan Peradilan Tertinggi di Libya.

Harian Bulgaria Sega menilai:

“Yang memalukan adalah uni Eropa, yang masih mempertimbangkan, apakah Traktat Eropa yang baru perlu mengutamakan Hak Asasi Manusia. Bagaimana traktat baru ini akan bereaksi terhadap penjatuhan hukuman mati, yang di Eropa sendiri dilarang, apalagi hukuman mati ini dijatuhkan berdasarkan pengakuan tergugat yang dipaksakan dengan penyiksaan? Bulan Desember mendatang Uni Eropa akan berunding dengan Libya dalam kerangka kerjasama kawasan Laut Tengah, seakan-akan tidak pernah terjadi apa-apa. Korban dari kisah buruk ini bukan hanya para pekerja medis, bukan hanya anak-anak yang terinfeksi AIDS. Korbannya adalah juga para diplomat yang sekarang bersekongkol adalah demi menyelamatkan Gaddafi. Ia harus dipertahankan, karena sudah menunjukkan bahwa dirinya bisa bekerjasama.“

Harian Perancis Ouest France menulis:

“Tawar menawar yang memalukan ini hanya dilakukan agar Libya tidak kehilangan muka. Kita tidak perlu heran, jika kemudian nilai ganti rugi untuk para korban infeksi AIDS di Libya sama dengan jumlah ganti rugi yang dituntut dari Tripolis sehubungan dengan tragedi di Lockerbie. Dekat desa di Skotlandia inilah sebuah pesawat Pan Am meledak tahun 1998 dan menewaskan 270 penumpang. Para juru rawat dan dokter adalah juga korban. Mereka yang dijatuhi hukuman mati itu harus menanggung konsekuensi karena pemerintah Libya tidak mau mengaku, bahwa infeksi tersebut terjadi karena kebersihan di rumah sakit Benghazi tidak memadai.“

Harian Swiss Der Bund berkomentar:

„Hukuman terhadap 6 terdakwa di Libya sebenarnya bukan sebuah vonis. Ini adalah tindakan kejam dalam permainan politik. Ketika warga Bulgaria dihadapkan ke pengadilan delapan tahun lalu, pimpinan Libya Muammer el Gadafi sedang dikucilkan dunia internasional. Negaranya berada di peringkat teratas daftar negara-negara jahat. Tidak lama setelah itu, Gaddafi berupaya mengubah citranya. Tapi para hakim tidak ambil pusing dengan diplomasi dan mendemonstrasikan independensi mereka. Ini juga cocok untuk citra baru negara itu, dan hal ini tentu merupakan instruksi dari kepala negara.

Harian Jerman Frankfurter Rundschau mengomentari reaksi menteri luar negeri Jerman Frank Walter Steinmeier. Harian ini menulis:

„Kekhawatiran, keprihatinan, harapan – ada sesuatu yang tidak kelihatan dalam penilaian menteri luar negeri: rasa marah. Frank Walter Steinmeier sangat menahan diri ketika bereaksi. Alasannya tidak sulit diterka: Pada akhirnya bukan para hakim yang akan menentukan, betapa pun tinggi posisi mereka. Pada akhirnya keputusan akan dijatuhkan oleh pemimpin tertinggi: Muammar el Gaddafi.”