1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hukuman Mati Bagi Saddam Hussein

7 November 2006

Hari Minggu pengadilan khusus di Bagdad menyatakan Saddam Hussein bersalah dalam pembunuhan massal terhadap 148 warga Syiah 24 tahun yang lalu. Mantan Presiden Irak tersebut dijatuhi hukuman mati dengan cara digantung.

https://p.dw.com/p/CPIW
Saddam Hussein
Saddam HusseinFoto: AP

"Sudah sepantasnya Saddam mendapat hukuman mati.“ Demikian komentar harian Inggris The Independent.

"Orang tidak perlu menangis untuk Saddam Hussein. Tidak diragukan, ia bersalah dalam pembunuhan massal. Jika salah seorang kepala negara yang terguling berhak mendapat hukuman mati, dialah orangnya. Juga para pengkritik utama invasi dan pendudukan Irak harus mengakui bahwa pengadilan dan hukum Irak benar dengan melakukan proses terhadap Saddam Hussein. Juga meskipun pengadilan internasional barangkali lebih baik dalam menangani kasus tersebut. Dan mengenai keputusan terakhir: Semuanya selain keputusan bersalah, adalah pelecehan terhadap sejumlah besar warga Kurdi, Syiah dan warga lainnya yang dibunuh.“

Saddam Hussein tidak berhak mendapat hukuman mati. Demikian tulisan harian Spanyol yang terbit di Madrid El Mundo.

“Saddam adalah seorang pembunuh. Karena kejahatan yang dilakukannya tempatnya adalah di penjara seumur hidup. Tapi yang tidak adil adalah membunuhnya. Dengan pelaksanaan hukuman mati, orang melewatkan begitu saja kesempatan yang sangat baik untuk membuktikan terciptanya tatanan baru di Irak yang lebih baik daripada sebelum terjadinya invasi. Keputusan itu adalah puncak suatu proses yang sejak awal tidak benar. Proses itu berlangsung dalam iklim kekerasan. Pengadilan tidak dapat sekalipun bebas dari tuduhan berada di bawah tekanan politik dan keputusannya telah ditetapkan sebelumnya.”

Tentang hukuman mati bagi Saddam Hussein harian Perancis Le Figaro berkomentar:

“Proses itu tidak menyumbang kerukunan kembali antara warga Irak karena dosa asalnya tidak pernah lepas, yakni yang berasal dari sebuah kekuasaan pendudukan yang diorganisasi. Agar setidaknya tampak tidak memihak, seharusnya Gedung Putih menunda pengumuman keputusan tersebut sampai diselenggarakannya pemilihan kongres, sebab ini hanya akan menguntungkan partai Republik. Sungguh disayangkan bahwa keputusan ini dapat membangkitkan kesan, hal itu seolah-olah suatu pembenaran menyusul intervensi militer atas alasan yang salah. Setelah 24 tahun masa kediktatoran, keputusan itu terutama diharapkan sebagai aksi untuk membentuk suatu negara hukum.”

Sementara harian Italia La Repubblica berkomentar:

"Bagi George W. Bush, tirani di Irak adalah satu-satunya piala yang dapat ditunjukkannya dari perang yang sial. Hukuman mati bagi pemberi tugas dan pengeskpor berbagai pembunuhan massal oleh tribunal khusus di Bagdad, sudah pasti sejak awal. Tribunal itu memang perwujudan pengadilan Irak. Tapi pasti tidak lepas dari negara adidaya yang menggulingkan dan mengawasi tirani tersebut. Juga siapa pun, seperti di Italia yang berprinsip menentang hukuman mati, akan merasa terkejut dan menilai keputusannya tidak drastis jika di sebuah negara yang darah kebanyakan orang tidak berdosa mengalir setiap hari dibanding air minum. Dan dimana orang di penjara merasa lebih aman ketimbang di pinggir jalan.”